ฤดูใบไม้ร่วง - 11

656 58 22
                                    

All cast From Gmmtv

ฤดูใบไม้ร่วง © RamaLina

10 Menit setelah berpisah dengan Tay dan Off, langkah Gun lebih cepat dibanding langkah Krist. Seakan disengaja, Gun tidak ingin jalan atau lari yang bersisian dengan Krist di sampingnya, kini Krist mengikuti Gun di belakang dari yang terlihat.

Berulang kali Gun menghapus air matanya cepat, menahan isak tangisnya sekuat mungkin. Menutupi wajahnya setengah dengan tangan, tidak ingin orang-orang melihatnya sedang menangis.

Gun berharap jalan rumah tidak sejauh seperti yang terlihat saat ini, ia ingin segera sampai. Masuk ke dalam kamar dan menumpah semua emosi yang selama ini ia tahan, tanpa seorangpun melihatnya.

Masalah sederhana, Gun yang masih terjebak di masa lalu tidak bisa keluar dengan mudah seperti yang dikatakan orang pada umumnya. Dengan melihat Off saja, Gun kembali emngingat masa lalu saat di sekolah dasar.

Saat mereka menatap Gun dengan pandangan seram, suara tawa yang terdengar memenuhi sesisi pendengaran. 

Gun ingin terus berlari menjauhi gambaran itu, tapi selalu gagal dan semakin mustahil. Masa lalu layaknya sebuah bayangan, mengikuti kemanapun pergi, dan tidak menghilang meski cahaya datang menyinari.

"Gun.. ?" Krist menatap cemas, ia tau jika pandangan Gun akan buram jika menangis. Maka dari itu Krist memasang wajah waspada jika nantinya ada kendaraan yang mendekat dan Gun tidak melihatnya karna pandangannya.

"Gun ..?" Krist tau, yang Gun saat ini inginkan hanya waktu- waktu seorang diri untuk menangkan hatinya. Menyusun kembali hatinya yang hancur oleh masa lalu yang menyedihkan dan tidak patut untuk dikenang.

Kata orang, masa lalu adalah cerminan diri kita saat ini. Krist memandang punggung Gun yang bergetar, dalam hati ia bertanya. Apa sikap Gun yang selalu tersenyum ceria dan bersemangat itu adalah cerminan Gun dari masa lalu?

Perbaikan diri Gun agar orang lain menatap dirinya sebagai sosok yang berbeda? Identitas yang berbeda dari masa lalu?

Krist merasa hatinya sesak, membayangkan Gun berjuang diri menyusun kepingan hatinya seorang diri lalu kembali terluka karna masa lalu. Krist ingin membantu, tapi ia juga takut jika ia bukan orang yang tepat untuk melakukannya.

"Gun ..?" Krist tersenyum tipis, merasa sedih. ia juga ingin membantu Gun untuk kembali menyatukan kepingan hati itu, "kau tidak sendiri .. kau tau?" Krits tersenyum getir, "ada aku .. dan juga New yang selalu di sisimu.."

"Ini egois.. tapi.. aku tidak ingin jika kau merasa seorang diri.. " Krist menghela napas pelan, "aku tau .. aku tidak bisa menyentuh kehidupanmu lebih jauh lagi seperti New.. tapi aku juga ingin kau tau.. aku di sini.. aku tidak akan pergi seperti mereka.."

Gun menghentikan langkahnya, sontak Krist ikut melakukannya dengan hati yang berdebar karna kalimatnya berhasil disampaikan. Kalimat yang selalu ia ucapkan dari balik pintu setiap kali Gun emngurung diri di kamar,

Kedua manik Gun memerah, Krist bisa melihatnya sangat jelas. Krist tersenyum tipis, membuka mulutnya tertawa tanpa suara lalu merentangkan tangannya lebar, kedua manik Gun melebar seketika.

Tanpa aba-aba Gun menabrakkan dirinya pada Krits, memeluk pria yang lebih tinggi darinya erat. Sosok pria yang sudah bersabar sangat lama dengan sifat kekanakkan miliknya tapi selalu memaklumi, 

Pria yang selalu bersabar dengan tingkahnya yang membuat kesal terutama kejahilannya, tapi selalu dimaafkan. Gun menangis, menumpahkan semuanya di dalam pelukan Krist, enggan melepaskan.

Krist mengusap punggung Gun yang bergetar lembut, menepuk-nepuk punggung itu pelan, mencoba menangkan si bayi besar yang sedang menangisi hatinya yang terluka tidak kian sembuh.

"Kenapa dia datang .. aku tidak ingi bertemu lagi dengannya.. aku tidak siap.." di tengah isaknya Gun mengutarakan semua isi hatinya dengan gumaman pelan, hal itu Krist dengar jelas karna Gun berada dalam pelukannya,

"Aku tidak ingin lagi bertemu dengan mereka.. baik orang tuaku.. ataupun P'Off.. aku hanya ingin hidup dengan tenang .. apa tuhan sangat membenciku jika melihatku hidup bahagia dan tenang?"

Krist terdiam, membeku, tangannya masih menepuk punggung yang masih bergetar. Pria itu tidak bisa membalas, karna ia sama sekali tidak memiliki jawabannya. Meminta Gun untuk bersabar dan menghadapinya?

Memangnya selama bertahun-tahun ini Gun tidak bersabar untuk menghadapi semua itu? Berperang di dalam rumah saat orang tuanya menekan dan menolak pendapat Gun, hingga akhirnya pria itu kabur melarikan diri.

Semua itu adalah bukti, Gun sudah berjuang dan bersabar. Jadi kalimat, 'bersabar dan terima kenyataan' bukanlah hal yang pantas diucapkan Krist saat ini, maka dari itu, Krist hanya bisa berulang kali menepuk pundak yang terus bergetar karna menangis.

"Kenapa tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Apa tuhan ingin menghukumku di neraka dunia? Bukankah orang tuaku selalu mengatakan jika aku akan masuk ke dalam neraka di akhirat nantinya? Kenapa tidak sekarang saja?"

Kedua tangan Krits memeluk Gun lebih erat tanpa sadar, gigi Krits bergeremutuk marah, bukan karna dinginnya udara pagi yang menganggu, melainkan sikap orang tua Gun dan keluarga Gunlah penyebabnya.

"Tidak Gun.. " Krist menggeleng cepat, "Tuhan tidak mungkin melakukan itu.."

"Lalu kenapa!" nada suara Gun meninggi, "kenapa tuhan sekejam ini..?" nada suara Gun kembali bergtar, "apa aku masih bisa percaya jika Tuhan itu ada?" pandangan Gun menjadi kosong seketika.

Krits mengangguk lalu menggeleng, ia sama sekali tidak bersuara, ia juga tidak bisa menjawab. Tuhan? apa itu benar ada?

Gun hampir melupakan kepercayaan itu sekian berjalannya waktu.

15 menit hening, mereka hanya berdiam diri saling memeluk. Setelah Krist yakin punggung Gun tidak lagi bergetar, pria itu tau jika Gun sudah menenangkan hatinya kembali, maka dari itu Krist melepas pelukannya,

"Lihat .." Krist tertawa pelan, "wajahmu seperti bapau! memerah dan matamu mengerikan.." 

Gun mengembungkan kedua pipinya marah, "kau menyebalkan Krits!" nada suara Gun masih belum kembali, masih terdengar serak karna habis menangis,

Krits tersenyum tipis mendengarnya, lalu menggandengn tangan yang sudah membeku itu untuk kembali melanjutkan perjalanan, "jadi apa yang harus aku lakukan aar dibilang baik padamu? membelikan balon?"

Gun membalas genggaman itu erat, senyum tipis terukir di wajahnya lalu menatap kearah Krist jahil dengan mata bengkaknya yang memerah, "apa kau benar akan membelikannya?"

Krist membalas dengan tatapan marah, "kau benar menginginkannya?"

Suara tawa pelan Gun terdengar, ringan seperti mudah terbawa angin di pagi hari, Krist harap tawa itu akan selalu ia dengar dari Gun. Tidak terbang lalu menghilang dibawa angin dan Krist melupakannya,

"Kau yang mengatakan akan membelikan apa! aku ingin rumah kita terbawa balon puluhan seperti film animasi yang aku lihat kemarin pagi!"

"Kau yakin?" Krits menatap kearah Gun yang mengangguk cepat,

"Aku ingin berpetualang.. keseluruh dunia.. dengan tenang.. tanpa ada yang mengganggu.. baik itu masa lalu dan mereka.." pandangan Gun menatap kearah langit luas berwarna biru indah cerah di sinari matahari pagi.

Ya.. aku juga .. jika itu membuatmu tidak lagi terluka, ucap Krist dalam hati.

"Makanya belajar dengan giat! Dan pintarlah!" Krits mengacak surai itu gemas, mencoba menenangkan hatinya yang merasa gelisah tidak henti.

(maaf jika terjadi kesalahan kata/typo dalam penulisan cerita)


RamaLina 

ฤดูใบไม้ร่วงTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang