ฤดูใบไม้ร่วง - 7

531 52 11
                                    

Gun kini terlihat lebih baik, dengan duduk manis di depan televisi menonton serial kartun di salah satu stasiun Tv yang di sukai olehnya. Bersamaan dengan kue yang di beli oleh Krist saat perjalanan mencari sarapan.

Krist ingin bertanya lebih lanjut tentang sambungan telpon yang Gun ceritakan beberapa jam lalu, tapi melihat Gun yang masih berfokus dengan tontonannya, Krist mengurungkan niatnya dan memilih untuk berbicara dengan Singto.

"Aku bisa pulang jika kau benar-benar terganggu," akhirnya kalimat itu keluar, sejak dirinya berkunjung melihat sosok pria yang selalu menarik perhatiannya tanpa mengalihkan pada hal lain, sebisa mungkin dirinya mencari topik pembicaraan, seperti pekerjaan Gun.

Tapi Krist memberikan seluruh perhatiannya, untuk pria mungil yang saat ini tengah menontol serial kartun di Tv, Singto ingin sekali bertanya apa hubungan mereka selain sahabat dekat.

"Eh ..?" Krist tersadar, lalu menatap terkejut saat Singto tengah merapihkan surat-surat di atas meja yang beberapa saat lalu pria itu jelaskan, "P'Singto akan kemana?"

Singto menatap Krist sejenak, lalu menghela napas pelan. Benar saja dugaannya, Krist sama sekali tidak mendengarkannya, Singto merasa lebih baik pergi di banding harus lebih lama di sini, entah kenapa Singto merasa kesal dengan alasan kecil entah sejak kapan.

"Pulang? Bukannya masih hujan?" Krist menatap polos, lalu menunjuk kearah luar jendela dengan menggerakkan dagu miliknya. Badai hujan memang telah berlalu, tapi hujan di luar masih cukup lebat untuk seseorang yang tidak membawa payung seperti Singto.

Singto menghela napas kembali, lalu memilih menatap surat lebih lama, "apa P' yang merasa tidak nyaman di sini?" Singto menatap kearah Krist lebih lama, membuat pria itu menatap bingung, namun akhirnya Singto memberi jawaban.

Singto menggeleng dan tersenyum tipis, "apa aku boleh meminta segelas teh lagi?"

Krist berkedip polos saat pria lebih tua darinya mengangkat gelas yang sudah kosong, menggerutuh pelan lalu mengembungkan kedua pipinya kesal, Krist saat ini malas untuk mondar-mandir ke dapur walaupun jarak tidak begitu jauh.

Siapa yang ingin bergerak lebih banyak saat di luar sedang hujan turun? Krist memilih duduk dan bersandar dengan nyaman, tapi pria itu tetap menuruti Singto lalu mengambil teh hangat yang berada di teko kaca di atas meja dapur.

Singto tersenyum geli diam-diam.

"P' menyukai Krist?"

Singto terbatuk seketika, menatap Gun sebentar lalu mengalihkan pandangannya dengan cepat dengan semburat merah tipis menghias wajahnya, padahal tadi Gun hanya berbisik, tapi kalimat sensitif itu terdengar jelas melalui pendengarannya.

"A- apa.."

"Ini milikmu," Krist meletakkan segelas teh hangat di atas meja, lalu emnatap kearah Singto dan Gun secara bergantian, terlebih semburat merah masih menghias wajah Singto, sedangkan Gun hanya menatap polos.

'Tidak beres!' jiwa pelindung Krist seketika bangkit, bernjanji akan menjauhkan Gun dan Singto dengan cara apapun, pria itu salah paham yang terlewat batas.

"Ah! Benar.." Gun bersuraa tiba-tiba saat 5 menit hening setelah Singto tertangkap basah oleh Krist dengan wajah yang memerah entah karna apa, Krist masih ingin mencari tahunya.

Singto menatap kearah Gun terkejut, takut-takut jika pria mungil akan membongkarkan rahasia kecilnya pada Krist, faktanya Gun hanya menebak dan tidak tau pasti.

Gun bangkit dari tempat duduknya, baru saja Krist akan berteriak, Gun lebih dulu meminta tolong, "jika P'Tay datang. Katakan saja! aku sedang pergi!"

"Apa?! Gun?! Lagi?!"

Krist menatap kearah pintu yang tertutup, selang waktu 5 menit suara bel rumah berbunyi nyaring. Krist hanya dapat menghembuskan napasnya kesal, Gun selalu meninggalkan masalah kampus padanya.

"Apa dia punya masalah dengan pria bernama Tay itu? Gun terlilit hutang?!" Singto menatap terkejut, tidak percaya jika Gun memiliki masalah sebesar ini dan Krist sama sekali tidak menceritakannya.

Khayalan Singto melebih batas, dan Krist bisa menebaknya hanya dengan melihat ekspresi dari Singto.

"Apa? Gila! Itu mustahil! Untuk apa dia mengutang jika semua keperluannya terpenuhi?! Masalahnya itu-"

"Hai.. apa Gun ada?"

Tay melambai dengan senyum lebar, Krist menatap kearah Tay kesal, lalu menunjuk pria itu kesal, "pria menyebalkan ini!"

"Apa?"

"Ha..?"

Tay terbatuk pelan saat menyadari di rumah itu sedang menerima tamu, "maaf menganggu .. tapi ada orang yang ingin bertemu dengan Gun.. dan kali ini aku tidak bisa menolaknya karna-"

"Apa Gun ada di sini?"

"-mereka orang tua Gun,"

All cast From Gmmtv

ฤดูใบไม้ร่วง © RamaLina

Kris menatap kearah Singto, tapi pria itu hanya mendelikkan kedua bahu dengan tatapan bingung tidak mengerti. Jelas karna Singto sama sekali tidak tau masalah apa yang ada di dalam keluarga Gun.

Keadaan ini membuat Krist berharap jika ada New di sisinya, setidaknya kakak tingkat itu bisa membantunya untuk mengusir kedua orang tua yang saat ini sedang mencari anaknya yang menghilang.

"Ini bisa di sebut sebagai penculikan!" nyonya Atthaphan menatap tajam kearah Krist, melipatkan kedua tangannya di depan dada.

"Cukup kembalikan anak kami! Tidak akan ada surat dari kepolisian untuk menangkap anda!" kali ini tuan Atthaphan yang membuka suara.

Mengembalikan Gun? Tidak akan! Janji Krist.

"Gun tidak ada di sini, sebaiknya kalian pulang. Saya juga bisa menuntut tentang menganggu kehidupan orang, kalian datang tanpa membawa bukti," Krist tersenyum tipis, walaupun tangannya bergetar karna berbohong.

"Apa?! Krist! Gun ada di sini! Kalian tinggal bersama dan-"

"P'Tay!" Krist menatap tajam, "Gun tidak lagi tinggal bersamaku!" kedua manik itu berkilat bersamaan suara petir yang mengkilat di luar.

Tay terdiam, sedangkan Singto yang baru saja ingin bertanya karna merasa heran tiba-tiba Krist mengatakan Gun tidak ada di rumah dan tidak lagi tinggal bersama, padahal jelas beberapa saat lalu Gun pergi ke dalam kamarnya.

"Saya bisa menghubungi kepolisian sekarang! Pergi! Atau saya laporkan!" Krist menunjukkan layar ponsel yang sudah bertuliskan nomor polisi terdekat, ketiga orang itu menatap terkejut, namun masih mempertahankan pendirian mereka.

"Berikan saja Gun!"

"Gun! Kau ada di sinikan! Keluar atau-"

"GUN BUKAN ANAK KALIAN!"

Krist menatap tajam, aura membunuh keluar dari tubuhnya. Sedetik kemudia, pria itu membanting gelas panjang hingga pecah setengah lalu mengarahkan ke arah mereka bertiga, "aku bisa melakukan hal gila jika kalian tidak keluar dari sini,"

Krist tidak pernah bermain dengan ucapannya, Singto tidak jadi berkomentar saat melihat Krist terlebih pada tangan Krist yang terluka akibat pecahan kaca.

"Kau-"

"Pergi .." Krist tidak berteriak namun kali ini bersuara dingin dan sukses membuat kedua orang yang sejak tadi meminta Gun dengan memaksa keluar dengan penuh umpatan dan makian kebencian.

Tay yang terakhir keluar dengan tatapan kecewa kearah Krist, namun berbanding balik Krist yang menatapnya tajam saat memanggil Tay sebelum pria itu benar-benar pergi, "aku membencimu .. P'Tay!"

Tay meninggalkan rumah itu dengan satu ingatan yang tidak pernah di lupa dan akan di ceritakan kemballi pada sahabatnya, tatapan Krist yang dipenuhi dengan kebencian dan kekecewaan yang mendalam.

To be Continue ..

(Maaf jika terjadi kesalahan kata/typo dalam penulisan cerita)

RamaLina

ฤดูใบไม้ร่วงTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang