02: Dari sisi Sayla

68 14 2
                                    

Jakarta, 2018.

"Take me somewhere I can be,

I can be myself.

Oh, take me somewhere I am free,

Free to be myself."

Sayla lantas tersenyum setelah menyanyikan sepenggal lirik lagu milik Why Don't We berjudul Be Myself. Lelaki jangkung disampingnya ikut menyunggingkan senyumnya setelah mendengar curhatan dari Sayla melewati lagu.

Nama lelaki disamping Sayla saat ini adalah Miguel Wirya Martaka, akrab disapa Migu. Merupakan kakak kelas Sayla di SMA. Meskipun Migu melanjutkan studi di Bandung, namun hal itu bukan menjadi halangan komunikasi antara Migu dengan Sayla.

Keduanya amat sangat dekat. Sayla tahu segala hal mengenai Migu, begitupula dengan Migu yang mengetahui Sayla dengan sangat.

Sayla tengah menonton sebuah film dirumah Migu. Lelaki berkulit sedikit kecoklatan itu tengah libur semester, makanya ia menghabiskan waktu untuk pulang ke Jakarta.

"Lo nyusul gue aja kuliah di Bandung," ujar Migu begitu film yang mereka tonton berakhir.

Ucapan dari Migu membuat Sayla menoleh, didapatinya Migu tengah menatapnya dengan datar seolah-olah yang barusan dikatakannya bukan hal besar. Migu menarik kaos Sayla kesal, "Gue tau gue ganteng tapi nggak usah liatin begitu."

Sebenarnya Sayla tengah mencerna ucapan dari Migu barusan.

Kalau gue kuliah di Bandung, berarti gue jauh dari Ayah.

Mata Sayla melotot kemudian tak lama tangannya menarik-narik lengan Migu yang jauh lebih besar darinya, mengingat tinggi Migu sekitar 187cm sedangkan Sayla hanya 159cm. Itu artinya tinggi Sayla hanya sebahu Migu.

Migu menepis tangan Sayla sembari berdecak, "APAAN?!" reaksinya.

Sayla menatap Migu tak percaya, "IDE LO BRILIAN BANGET OH GOSH MIGUEL!" pujinya sembari menepuk-nepuk pipi Migu.

Dan dari situlah Sayla memantapkan hati untuk memilih kuliah di Bandung sebagai lanjutan studinya.

Reaksi sang Bunda jelas mendukungnya penuh. Berbeda dengan reaksi yang diberikan Ayahnya yang menentang keras. Ayahnya menyuruh Sayla untuk tetap menetap di Jakarta, masuk ke universitas dan jurusan yang Ayahnya mau.

Tetapi, Sastra Inggris yang Sayla mau, bukan Kedokteran yang membuat Sayla muak begitu mendengarnya.

Ayahnya seorang Direktur SDM, Pendidikan & Penelitian disalah satu Rumah Sakit Swasta di Jakarta. Sedangkan Ibunya seorang designer dan mempunyai beberapa cabang butik.

Dari dulu, Ayahnya memang terbiasa mengatur Sayla. Bisa dibilang ayahnya overprotective sedangkan Bundanya cenderung flexible.

Pendidikan, lingkar pertemanan bahkan kegemaran Sayla semuanya diatur ketat oleh Sang Ayah, semata-mata menginginkan anak sulungnya itu kelak mempunyai kehidupan yang baik.

Dengan modal nekat dan dukungan penuh dari Bunda serta Migu, akhirnya Sayla memilih Sastra Inggris di salah satu universitas di Bandung untuk pilihan pertama SNMPTN-nya.

Ternyata Tuhan mengabulkan permintaan Sayla.

Hari ini merupakan hari keberangkatan Sayla ke Bandung. Bundanya lebih dulu di Bandung karena urusan pekerjaannya, jadi dirumah hanya menyisakan Ayah, Sayla, adik laki-lakinya dan beberapa maid yang bekerja di rumah Sayla. 

Barang yang sudah Sayla kemas dari jauh hari, beberapa sudah dikirim ke Bandung. Hari ini ia hanya membawa diri dan beberapa pakaian yang akan ia bawa ke Bandung.

orange; aska & sayla.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang