Cinta

20 0 0
                                    

Cinta

"Gendis..." Suci membangunkan beruang kesayangannya. Masih dengan cara yang sama, memukul bemper belakang Gendis yang bahenol, sesekali Suci juga dengan sengaja menutup hidung peseknya Gendis, agar cepat bangun.

"Ayo semangat, kita cari pacarmu itu." Lanjut Suci memukul Gendis bagai gendang.

Gendis mengulet, "Yaudah sana lu mandi duluan." Sesuai intruksi Gendis, Suci langsung lompat dari kasur, menyambar handuk lalu keluar kamar. Gendis bangun dari tidurnya, menatap ke luar jendela, menyambut pagi yang cerah, masih sama dengan hari kemarin, udara sangat dingin. Entah kemana hari ini mereka melangkahkan kaki untuk mencari.

Usai sarapan, dua gadis itu berpamitan kepada Azka. Mereka berdua melangkah lagi tanpa tujuan. Mereka kembali menaiki metro, berputar-putar ke penjuru kota Paris, hingga mentari tak lagi menghiasi. Sesuai dengan ucapan tadi pagi, mereka harus semangat mencari pacar Gendis.

Hasil dari percarian kali ini sama dengan hari-hari sebelumnya. Tidak ada kejelasan, mereka hanya berkeliling sambil bertamasya. Mereka mengakhiri perjalanan di jembatan Henri IV Pon-Neuf, penduduk setempat menyebut jembatan itu dengan 'jembatan cinta'.

Gendis duduk di tepi patung Henri yang sedang menunggang kuda, menghadap sungai besar. Menikmati suasana sekitar. Seperti biasa, Suci sibuk dengan kamera dan asik mencari objek bidikan. Kini hati Gendis berdamai pada dunia, hatinya tak memberontak, masih dingin, tapi tidak begitu buruk. Gadis itu melamun, ia membayangkan betapa menyenangkan jika sosok itu berada di sini, di sisinya, bercanda bersama, saling memberi tawa, itu yang selalu mereka lakukan, tapi kini tak lagi.

"Dis sini." Panggil Suci membuyarkan lamunan itu.

Gendis mengangguk kecil sebelum ia berdiri dan menghampiri Suci yang sumringah. Mereka berdua berfoto, beberapa kali pula Suci meminta tolong agar difotokan oleh para bule yang juga sedang berlibur.

Gendis menyentuh salah satu gembok yang terkunci pada pagar besi sisi sungai. Gembok cinta, makanya jembatan ini dinamakan jembatan cinta, karena di sekelilingnya terdapat banyak gembok cinta. Gendis mengamati nama-nama yang tertulis pada gembok itu. Banyak yang mempercayai mitos gembok ini rupanya, terbukti dari berbagai tulisan yang ada di sana. Gendis mengusap lembut gembok yang mencuri perhatiannya. Gembok itu berwarna merah muda, berbentuk hati, dan hanya bertuliskan inisial nama saja. Gendis tersenyum simpul. Khayalnya kembali melambung, membayangkan jika Gendis dan kekasihnya menuliskan hal yang sama, menulis inisial nama mereka pada gembok lucu.

"Dis." Gadis berhijab merah itu merogoh saku mantelnya, kemudian ia mengeluarkan dua gembok. Gendis tertawa kecil, "Kok ketawa sih?"

Gendis mengambil satu gembok, "Beli dimana?" gembok berwarna emas berukuran sedang, itu gembok yang biasa digunakan untuk menggembok pagar rumah.

"Beli di matrial samping kos-an."

"Iya?"

Yang ditanya mengangguk kuat, "Sebentar, gue nggak bawa spidol." Suci meninggalkan Gendis dan menghampiri sepasang kekasih yang juga sedang menulis nama mereka pada gembok. Suci meminjam spidol. Suci langsung menuliskan namanya dan kekasihnya. Lalu memberikan spidol itu pada Gendis.

Gendis menggambar hati di permukaan gembok, kemudian menulis huruf 'G' lalu diakhiri dengan gambar hati lagi. Gendis menghembuskan nafasnya pelan, ia menyelipkan gembok itu pada gembok yang lain, hatinya terus bersuara, "Kalau mitos itu memang benar, tolong wujudkanlah pada kisahku, kuncilah cintaku padanya, amankanlah cintanya pada hatiku, dan abadikanlah cinta ku dengannya." Gendis melamun sejenak, menatap gemboknya penuh harap sebelum ia melemparkan kuncinya ke sungai.

"Mana punya lu Dis?" tanya Suci. Gendis tak menjawab, masih menatap di mana kunci itu terjatuh dan tenggelam. "Kuncinya mana?" Suci mengecek kedua tangan Gendis. "Ih udah dilempar duluan ya?"

G (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang