Tetap Mencari
Menjelang sore, Gendis dan Suci memutuskan untuk beristirahat di sebuah kafe kecil di pinggir kota Paris. Mereka berdua sudah melangkah jauh mencari sosok yang mereka cari. Mulai dari lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi oleh laki-laki itu, tempat-tempat wisata bersejarah, mereka juga naik-turun menaiki transportasi umum demi menjangkau lokasi yang ingin mereka kunjungi. Hasilnya? Belum juga membuahkan hasil.
Gendis dan Suci sama-sama letih. Cuacapun ikut letih menyaksikan kegigihan mereka berdua melawan rasa dingin kota itu yang mencapai suhu 0 derajat celcius. Pipi Gendis sudah kaku, dingin sekali, begitu pula dengan Suci, ia mengenakan sarung tangan kemanapun melangkah.
Suci dari tadi tak henti-hentinya melakukan hal konyol, ia terus menghembuskan angin dari mulutnya dan menghasilkan uap. Norak. Iya memang. Tapi hal konyolnya itu setidaknya melukiskan senyuman lepas di bibir Gendis. Suatu pencapaian yang luar biasa menurut Suci.
Mereka memandang matahari yang tenggelam di langit sana. Nuansa warna yang sangat menakjubkan. Suci tak mau kehilangan momen itu, ia terus berfoto-ria, tak peduli dengan pengunjung lain yang tampaknya agak risih dengan tingkah Suci. Pandangan Gendis berfokus pada dua anak kecil yang sedang mendorong satu sama lain. Nampaknya anak kecil itu sedang memperebutkan sesuatu. Entah apa itu. Yang jelas senyum kecil terukir lagi di bibir Gendis. Ia tereringat kejadian kecil enam tahun yang lalu.
Enam tahun yang lalu...
Gendis sedang berjalan di bawah lorong berdua dengan Suci menuju kantin. Di tangan mereka berdua terdapat buku pelajaran. Niatnya mereka akan makan sambil belajar mata pelajaran yang akan di uji seusai istirahat nanti.
"Aduh." Gendis mengaduh, diusapnya kepala yang terasa nyeri, lalu perempuan yang menggerai rambutnya itu menoleh ke belakang, tapi tak ada siapapun yang ia curigai, yang ada hanya Rinto sedang mengikat tali sepatunya. Ah, Rinto. Gendis tidak peduli, ia kembali melangkah, menyetarakan langkahnya dengan suci yang sudah meninggalkan Gendis.
Kantin ramai, untungnya mereka masih mendapat lapak duduk di sana. Seperti biasa, mie ayam menjadi santapan makan siang, tak lupa dengan sambal dan bubuk lada yang banyak. Saat tengah asik makan, kepala Gendis nyeri kembali, ia membalikan tubuhnya dan mencari pelaku yang telah menyambitnya menggunakan karet gelang. Lagi dan lagi, tidak ada yang mencurigakan, semua makhluk di kantin sedang makan. Siapa? Rinto kah? Gendis mencari sosok Rinto di antara manusia kelaparan, tapi tidak ada.
"Kenapa sih Dis?" tanya Suci tanpa menunda aktivitasnya.
"Dari tadi itu ada yang nyelepet gue Ci, pakai karet." Gendis kembali duduk, "Siapa ya?"
Suci tak ambil pusing, dipikirannya mangkin itu hanya salah sasaran dan tidak sengaja megenai Gendis. Usai santap siang, mereka bergegas ke ruang kelas. Kelas ramai, ribut menangih uang kas, ribut menulis contekan di meja, ribut menyusun strategi mencontek yang aman, ribut pinjam pulpen, ribut dari selaga ribut ada di kelas.
Gendis tengah merapikan buku dan menaruhnya pada tas dan, Plak.
"Aduh." Gendis mengaduh lagi, pelipis kanannya kini menjadi sasaran empuk karet gelang. Gendis langsung melihat ke arah gelang itu berasal. Ia menagkap Gamma sedang membulatkan matanya.
"GAMMA!"
Tidak sah jika keusilan Gamma tidak diakhiri dengan teriakan dan adegan kerjar-kejaran. Ya pasti kalian sudah tau lah apa yang terjadi. Yap, Gendis mengejar Gamma, tangannya sudah gatal sekali ingin menarik rambut Gamma.
"Ak!!!" kini Gamma yang mengerang kesakitan.
"Sialan lo." Pukul Gendis menggunan buku tulis, entah itu buku tulis siapa, yang jelas bukan buku tulis miliknya. Itu buku tulis yang ia ambil asal ketika amarahnya sudah naik pitam. "Ternyata elu ya." Pukulnya lagi.
"Woi buku gua Gendis!"
Tak peduli lagi siapa yang sedang protes bukunya menjadi senjata untuk menjatuhkan Gamma. Kini Gendis hanya ingin meluapkan emosinya pada cucunguk itu.
"Lu pikir kagak sakit apa Gam?"
"Iyak..." Gamma seperti maling yang dikeroyok warga se-rt, "Maaf, nggak sengaja."
"Nggak sengaja, nggak sengaja." Pukulan Gendis semakin membabi buta.
"Gendis buku contekan gua itu." Protesnya lagi. Rinto berusaha merebut buku miliknya.
"Udah tiga kali Gam, di lorong, terus di kantin, terus lu mau nyelepet gue dimana lagi?" Gendis berhenti memukul Gamma ketika sampul buku tulis sudah robek dan terlepas dari bukunya.
Rinto memungut bukunya yang sudah tak berbentuk, "Ah elah Gendis mah."
"Diem lu To!" bentak Gendis.
Rinto langsung diam, tapi bibirnya terus bergumam kesal sambil membenarkan buku tulisnya.
Gamma bangun, dan menatap sengit Gendis. Gamma menggulung lengan bajunya. Kanan dan kiri. Hingga menampakan bulu ketiaknya, dan Gamma menaikan kedua tangannya dengan bangga.
"Apa?" sengut Gendis. Gendis siap dengan kuda-kudanya.
Gamma berlagak seperti atlet tinju yang bersiap menyerang lawannya dan Gendis berlagak seperti atlet wushu. Teman sekelas? Sudah pasti menyoraki mereka berdua. Ada yang memihak ke Gendis ada pula yang mendukung Gamma. Mereka saling menyoraki jagoannya masing-masing. Bel berbunyi. Itu bukan bel bertanda jam istirahat usai dan dilanjutkan pelanjaran selanjutnya, melainkan itu bel bertanda pertandingan gulat antara Gendis dan Gamma akan dimulai.
Gendis melangkah seperti sumo. Gamma? Seperti, yah begitulah, semaunya dia. Rinto kembali berdiri di antara Gamma dan Gendis, ia berlagak seperti wasit dalam pertandingan. Kemudian aksi dorong-mendorong antara Gendis dan Gamma dimulai. Pertandingan berlangsung sangat sengit, kedua kubu pendukung mereka ikut baku hantam dan itu semua bohooong...
Haha.Cerita yang sesungguhnya adalah setelah Gendis menyelesaikan amukannya, Gendisditarik paksa oleh Suci. Sekian cerita peperangan antara Gendis dan Gamma.Selanjutnya sekelas menghadapi ujian dengan tentaram.
KAMU SEDANG MEMBACA
G (SUDAH TERBIT)
Romans---FULL PART--- CERITA SUDAH SELESAI KABAR GEMBIRA, WALAU CERITA INI SUDAH TERBIT, AKU AKAN KASIH KALIAN BACA INI SECARA GRATIS DI WATTPAD. SELAMAT MEMBACA. :) G PENULIS: Firly Susan ISBN: 978-602-443-808-1 Penerbit : Guepedia Publisher Ukuran : 1...