3

134 13 2
                                    

Asahi menghela nafas berat, kepalanya pening dan wajahnya masih terasa panas. Saat ini lelaki itu hanya bisa terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Demam. Dia mengumpulkan sisa sisa tenaga yang ada di dalam tubuhnya untuk bangun dan mengunyah apapun yang bisa dia temukan. Entah harus merasa beruntung atau sial, dia hanya menemukan sekotak biskuit berisi 4 keping disamping tempat tidurnya. Orang tuanya sedang pergi berlibur dan dengan sangat sial, dia jatuh sakit saat sedang sendirian dirumah. 

"Daripada tidak sama sekali" ucapnya pelan dan mulai memakan biskuit tersebut. Otak Asahi memutar ulang semua memori saat dia jatuh sakit seperti ini, biasanya gadis itu akan ada menemaninya, menginap dirumahnya bila perlu walaupun orang tua Asahi berada dirumah. Gadis itu akan melakukan apa saja yang diminta Asahi, walaupun dengan setengah niat. Bibir Asahi tertarik membentuk sebuat senyuman saat semua memori itu terputar ulang diotaknya, seperti sebuah film yang tak akan membuatnya bosan walaupun dia sudah menontonnya jutaan kali. Asahi merindukan gadis itu, dia menginginkan gadis itu disisinya sekarang. Namun... Asahi membuang pikiran tersebut jauh-jauh saat dirinya kembali tersadar tentang hubungannya dengan gadis itu. Senyum dibibir Asahi sirna saat dia kembali mengingat hal itu. Teman..huh?  Asahi mencoba mencerna kata-kata tersebut, tentang bagaimana seharusnya seorang teman bersikap, batasan-batasan apa saja yang masih masih memasuki lingkup pertemanan, dan apakah perasaannya saat ini wajar untuk seorang teman? Pikiran-pikiran tersebut bergulat membentuk benang kusut di otak Asahi, dia sama sekali tak bisa mencari jawaban yang benar, entah tidak ada jawaban yang benar, atau dia hanya tidak mau menerima jawaban yang ada dan mencoba mencari jawaban lain yang dirasanya benar. Asahi kembali menghela nafas saat biskuitnya habis dan dia masih lapar, diliriknya meja belajar yang terletak disebelah tempat tidurnya dan menemukan obat demamnya tersisa satu biji. "Aku benar-benar sial hari ini" keluhnya lalu menenggak obat demam itu dengan air yang terletak tak jauh dari tempat obatnya tegeletak.

"Hey Giant!" 

Asahi terperanjat dan tersedak saat pintu kamarnya dibuka dengan keras dan gadis itu muncul, membawa satu kantong plastik besar yang entah apa saja isinya.

"Hey.. hey...." Kata Gadis itu sambil berlari menuju tempat tidur Asahi saat dilihatnya Asahi tersedak, lalu memukul pelan punggung Asahi 

"Kenapa kau disini?" Tanya Asahi saat batuk karena tersedaknya mereda, menatap gadis itu dengan perasaan bahagia yang sangat sulit ia sembunyikan.

"Ibumu meneleponku, katanya kau tak bisa dihubungi dari kemarin dan menyuruhku untuk memeriksa keadaanmu, dan benar saja..." Jawab Gadis itu, meletakkan kantung plastik yang terisi penuh itu dilantai lalu mendekatkan dirinya ke Asahi, menempalkan keningnya ke kening Asahi. "Kau demam... " Katanya saat dirasanya kening Asahi panas.

Mata Asahi membelalak lebar saat wajah gais itu hanya beberapa senti meter dari wajahnya, nafas gadis itu hangat untuk Asahi yang sudah panas, wajah Asahi semakin memerah namun tentu saja gadis itu tak bisa membedakan antara merah tersipu atau merah karena demam. Tanpa disadari Asahi, jantungnya pun mulai berdetak sangat kencang. Bukankah gadis itu selalu melakukan hal tersebut untuk mengecek suhu tubuh? Megapa sekarang Asahi dibuat kebingungan oleh tingkah gadis itu yang seharusnya sudah menjadi kebiasaannya?

"Kau sudah makan? minum obat?" Tanya gadis itu lagi setelah menarik darinya dari hadapan Asahi, lalu berjalan ke arah meja berlajar dan menemukan bungkus kosong biskuit dan obat. "Hanya ini?" lanjut sigadis, menatap Asahi tak percaya sambil memperlihatkan bungkus kosong biskuit tersebut.

"A.... aku sendirian dirumah... dan tak ada makanan... dan kepalaku terlalu pusing untuk berjalan ke minimarket... jadi....-"

"Kau bisa meneleponku kan? Apa jadinya kau kalau oba-san tidak menyuhku kemari?" Sergah gadis itu memotong kata-kata Asahi dan menghela nafas, lalu beranjak dari tempatnya berdiri dan meraih kantung plastik yang dia letakkan di dekat tempat tidur.

"Aku lupa dimana aku meletakkan ponselku" Jawab Asahi pelan lalu mengubur dirinya dibalik selimut, mencoba menenangkan debar jantung yang baru disadarinya.

"Pantas saja oba-san tak bisa menghubungimu. Aku benar-benar tak habis pikir, seorang Azumane Asahi bisa seperti ini.... walaupun ini bukan kali pertama kau seperti ini, tapi tetap saja... kau selalu membuatku takjub" Kata gadis itu panjang lebar sembari mengambil meja lipat kecil dibalik pintu kamar dan menutup pintu kamar Asahi, membawa meja tersebut ke samping tempat tidur, mengambil kantong belanjaannya dan mengeluarkan seluruh isinya, lalu duduk menyandarkan punggungnya ke tempat tidur dan memilah belanjaannya, mana yang bisa langsung dimakan Asahi dan mana bahan untuk memasak.

Asahi menurunkan sedikit selimutnya saat didengarnya suara berisik dari gadis itu, Asahi mencoba mengintip apa saja yang dibeli gadis itu, rasa laparnya mengalahkan rasa malunya tadi. Pening dikepalanya sedikit mereda dan Asahi mencoba mendekatkan wajahnya ke gadis itu, ingin tahu apa saja yang bisa langsung dia makan. Asahi menggulingkan badan besarnya ke tengah tempat tidur, kaki panjangnya tertekuk dan mengandalkan dinding sebagai tumpuan, posisinya terngkurap dengan wajah persis disebelah wajah sigadis.

"Aku lapar" kata Asahi pelan, menyandarkan dagunya di bahu gadis itu,

"Aku tau" Jawab gadis itu, mengambil sebuah pisang, mengupasnya dan menyodarkannya ke mulut Asahi, sementara Asahi hanya tersenyum lalu menggigit pisang tersebut, lalu gadis itu pun juga ikut memakan pisang yang ia bawa. Asahi memerhatikan gadis itu dengan ekor matanya dan gadis itu hanya diam sambil mengunyah pisangnya. Beberapa pertanyaan muncul di otak Asahi, apakah perilakunya saat ini masih bisa disebut dengan perilaku seorang teman? Apakah Asahi membut jantung gadis itu berdebar kencang seperti jantungnya tadi?

Jatungnya berdebar. Asahi berhenti mengunyah dan akhirnya menyadari kalau gadis itu membuat jantungnya berdebar tadi, apakah ini kali pertama gadis itu membuat jantungnya berdebar? Asahi kembali mengingat-ngingat apa saja yang sudah mereka lakukan bersama semenjak Asahi kembali menemuinya setelah dua bulan menghilang. Gadis itu membuat pipinya terasa hangat saat mereka berada di cafe untung mengejadi Hinata dan Kageyama, lalu hari ini gadis itu membuat jantungnya berdebar. Apakah dia mulai jatuh cinta kepada gadis itu?

"Oy.... Asahi...." Kata gadis itu sambil memukul pelan kepala Asahi, membawa Asahi kembali sadar dan membuyarkan apapun yang sedang dipikirkannya.

"Ittai.... apa...?" Tanya Asahi, memegang kepalanya.

"Kau mau aku masakkan sesuatu? Kau hanya diam daritadi...." Jawab gadis itu, menyingkirkan kulit pisang yang sudah habis dimakannya karena Asahi hanya diam saat dia menyodorkannya kepada Asahi.

"Hmm... " Asahi mengulurkan kedua lengannya dan merengkuh leher gadis itu dari belakang, memeluknya erat, dan menyandarkan dagunya lagi diatas lengannya yang melingkari leher si gadis. "Nanti saja, aku merindukanmu" Kata Asahi pelan, sementara gadis itu hanya tersenyum lalu mengulurkan tangannya membelai kepala Asahi.

"Aku menyalahkanmu jika aku tertular demammu nanti" Kata gadis itu sembari menyandarkan kepalanya ke kepala Asahi. "Cepat sembuh bayi besar" Lanjut gadis itu sementara Asahi hanya mengangguk, mencoba menyembunyikan senyum bahagianya.

"ASAHI-SAAAANNNNNN... AKU DATANGG......NGGG......" Pintu kamar Asahi terbuka dengan keras lagi dan kali ini beberapa orang muncul dari balik pintu. Seorang laki-laki bertubuh kecil dengan rambut yang ditata keatas sehingga menambah tinggi tubuhnya, seorang laki-laki botak dengan wajah terkejut setelah melihat Asahi dengan seorang gadis, seorang laki-laki yang dipanggil Suga oleh Asahi dan seorang wanita cantik berkacamata bernama Shimizu.

"Ohoho... " Komentar Suga saat dia melihat apa yang yang sedang dilakukan temannya tersebut.

"Shit.... here we go again" Komentar pelan gadis itu, sementara Asahi mencoba membenamkan wajahnya diantara lengan lengan besarnya, tanpa melepaskan gadis tersebut dari pelukannya.

What are we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang