Chapter 4

3.7K 373 11
                                    

Chapter 4 : Hati atau Ego?

•••

Tap!

Tap!

Tap!

Suara gema langkah kaki terdengar jelas di lorong dingin nan sepi itu. Xavier— ia perlahan membuka salah satu pintu kamar rawat. Entah apa yang membawanya ke sini, ia lalu mendekati sosok yang sedang terbaring dengan masker oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya.

Kei,

Di ruangan Kei sepi, Agam dan yang lain sedang beristirahat di ruangan lain. Bi Asih pulang ke rumah untuk mengambil beberapa pakaian dan kebutuhan Kei dan dirinya selama menginap di rumah sakit. Wajahnya tetap datar, namun siapa tau sorot matanya menyiratkan kekhawatiran.

Xavier membawa tangannya untuk memegang tangan dingin sang adik yang terpasang pluse oximeter. Dadanya berdesir nyeri ketika tangan mereka bersentuhan, ia tak menyadari setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya dan langsung menghapusnya kasar.

"Sial, ngapain gue kesini?" Xavier lalu beranjak keluar, tak tau saja ada dua pasang mata yang memperhatikannya sedari tadi.

"Lo masih kalah sama ego, Xavier."

Sepulangnya Xavier dari rumah sakit, ia pergi ke club. Xavier memarkirkan motornya lalu bergegas masuk. Suara dentuman musik langsung terdengar jelas. Bau alkohol, beer dan wine yang mendominasi ruangan ini. Ia duduk dimeja bar, mengacungkan tangannya ingin memesan.

"Woi, Vier dateng lagi lo." ucap Eldrik— pemilik club sekaligus temannya.

Xavier berdehem. "Yang biasa."

Eldrik menggelengkan kepala, namun begitu ia tetap mengambilkan pesanan Xavier. "Mau maen, bos?" tanya Eldrik sambil menaruh sebotol wisky

Xavier mengarahkan pandangannya ke arah wanita, ralat— jalang yang memandangnya lapar. "Gak napsu." ucapnya membuat Eldrik terkekeh.

Xavier menghabiskan setengah botol minumannya, pikirannya menerawang jauh mengingat ketika ia menyentuh lengan sang adik. Ada rasa yang teramat sayang namun tetap tertutup oleh ego yang lebih besar.

"Bangsat, bikin beban pikiran aja." Desisnya lalu beranjak keluar setelah menaruh uang dimeja.

•••

Xavier membawa motornya dengan kecepatan tinggi. Jakarta malam ini sedang gerimis membuat jalanan lumayan licin. Tatapannya lurus ke jalan sedangkan otaknya memikirkan Kei sampai tak sadar di pertigaan ada mobil yang melaju dari arah berlawanan. Xavier menghindari mobil itu sampai motornya menabrak pohon.

BRAKK!

Tengah malam Kei terbangun, ia mengerjapkan mata guna menghalau pusing. Setelah dirasa mendingan ia perlahan duduk dan melepas masker oksigennya.

"Xavier kecelakaan?!"

"Bang Agam?" panggil Kei lirih.

Agam yang berada di dekat pintu seketika mematikan panggilannya dan menghampiri Kei. "Dek, tidur lagi." baru Agam akan menidurkan Kei namun anak itu menggeleng.

"Kakak kenapa?"

"Xavier?" ucap Agam memastikan, Kei mengangguk. "Xavier gapapa, dek. Adek tidur lagi ya."

K E ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang