Chapter 6

4K 389 11
                                    

Chapter 6 : Tetap Sama

•••

Dua hari diruang ICU, kini keadaan Kei membaik. Tapi ia belum siuman. Kei baru saja dipindahkan ke ruang rawatnya pagi tadi. Sekarang yang menjaga Kei ada bi Asih, Gavin, dan Adrian. Adrian dan Gavin menolak untuk pergi sekolah, mereka kekeh ingin menjaga Kei dirumah sakit.

Bi Asih sedang mengusap lembut tangan Kei, sedangkan Gavin dan Adrian sedang duduk disofa sambil memperhatikan wajah pucat sang sahabat yang bermasker oksigen. Bi Asih lalu beralih melirik Gavin dan Adrian.

"Mas Gavin sama mas Adrian mending makan dulu, biar bibi yang jagain Kei."

Adrian dan Gavin memang belum sarapan dan ini bahkan hampir jam makan siang. Adrian mengangguk. "Iya, Adrian sama Gavin makan di cafetaria. Kalo ada apa-apa cepat hubungi kami."

Bi Asih mengangguk, Adrian lalu beranjak dari tempatnya. Gavin menghela nafas pelan lalu menatap sekilas Kei dan menyusul Adrian. Tak lama setelah Adrian dan Gavin keluar, Kei perlahan mengerjapkan mata di ikuti lengguhan lirih yang keluar dari mulutnya.

Bi Asih yang mendengar lengguhan Kei langsung memandang tuan mudanya lekat, mengusap kelopak mata itu lembut. "Kei..."

Kei perlahan mengerjapkan mata, menyesuaikan cahaya lampu kamar rawat yang terasa sangat menyilaukan. Ia berkedip beberapa kali lalu memandang bi Asih dengan mata sayu.
Bi Asih tersenyum lembut dengan meneteskannya air mata bahagia.

"Ini bibi." ucapnya sambil mengusap kening Kei yang dibanjiri keringat.

"Kakak, ma–na?" tanya Kei susah payah.

Setiap sadar dari collaps yang Kei tanya pasti— kakak mana? Kakak sehat? Kakak kesini? Dan itu sangat menyakitkan bagi bi Asih karena jawabannya selalu tidak. Bi Asih tersenyum sendu. "Mas Vier baru aja jengukin Kei." jawabnya bohong.

Ya, Xavier memang menjenguknya tapi itu dua hari yang lalu saat anak itu di ruang ICU. Xavier bahkan tidak memperdulikan atau menanyai bagaimana keadaan adiknya, ia hanya fokus kepada kuliah dan kerjaannya. Dan tentu saja kebiasaan buruk yang tak bisa tinggalkan.

Kei tak bergeming, pikirannya jauh menerawang entah kemana. Air mata tiba-tiba jatuh dari ujung matanya. Bi Asih yang melihat merasa dadanya sesak, dengan lembut ia mengusap air mata itu.

"Ada yang sakit?"

Kei menggeleng, bohong jika ia tak merasa sakit. Nyatanya seluruh tubuhnya serasa remuk, kepalanya bedenging nyeri dan pusing. Bi Asih beralih menekan tombol nursel call disamping ranjang. Ia terus mengusap kepala tuan mudanya agar sang empu merasa nyaman, ia sangat tau Kei sedang menahan sakit.

Tak lama dokter Yuda datang dengan 2 perawat lainnya. "Permisi bi, saya akan memeriksa kondisi Kei."

Bi Asih mengangguk lalu berdiri dari duduknya memberi ruang untuk dokter Yuda melakukan pekerjaannya. Kei nampak tenang saat diperiksa oleh dokter Yuda.

"Pusing?" tanyanya lembut sambil menempelkan stetoskop didada Kei. Kei mengangguk pelan, dokter Yuda lalu tersenyum. "Jangan mikirin Xavier, hm? Nanti tambah pusing." ucapnya sambil merapatkan selimut Kei.

"Dokter, lepas ini..." lirih Kei sambil menunjuk masker oksigennya.

"Udah ngga sesak?" tanyanya dan Kei mengangguk. "Yaudah, dokter lepas."

Dokter Yuda lalu mengangkat pelan kepala Kei dan melepaskan masker oksigennya, membenarkan posisi Kei diranjang lalu mengusap pipi anak itu lembut. "Dokter keluar, kalo ada yang sakit langsung laporan ya?"

K E ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang