Chapter 8 : Setitik Cahaya
•••
"Apa lo bilang?!"
Xavier mencengram kerah kemeja dokter Yuda. Baru Gavin dan Adrian akan menghabisi Xavier, namun melihat Xavier yang sama hancurnya mereka mengurungkan niatnya. Setidaknya untuk sekarang.
Dokter Yuda diam, Xavier yang semakin emosi memandang nyalang dokter Yuda. "KEI GAK PERGI BANGSAT!" teriaknya.
Saat Xavier hendak memukul dokter Yuda, namun segera ditahan oleh Agam. "Xavier, tenang.." Agam memeluk tubuh Xavier dari belakang. "Tenang.." ucapnya bergetar.
Xavier menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. "Nggak hiks.. ADEK GUE MASIH HIDUP!!" Ia berontak dipelukan Agam. "Lepasin gue."
Agam menggeleng. "Ikhlasin Kei, Vier. Dia—"
Dengan sekuat tenaga Xavier mendorong Agam lalu memandang nyalang semua orang yang ada disana. "Jangan ada yang bilang Kei udah mati, dia masih hidup!" ucapnya dingin.
Kenan lalu memegang lengan Xavier. "Bang..." lirihnya. Xavier memandang tajam Kenan. "Kei masih hidup! ADEK GUE MASIH HIDUP!"
Baru ia akan masuk ke dalam, namun Agam langsung memeluknya. Ia tau, Xavier sedang sangat rapuh sekarang.
"LEPASIN BANGSAT!" teriaknya. "Vier ikhlasin Kei, di—"
"DIA NGGAK PERGI! LEPAS!" Xavier melepaskan pelukan Agam dengan kasar dan berlari memasuki Emergency Room di ikuti mereka. Langkah kakinya melambat kala sudah dekat dengan brangkar Kei. Adiknya sudah pergi? Tidak! Xavier tidak akan membiarkan itu terjadi.
Xavier memandang wajah Kei yang terlelap dengan damai. Kepala anak itu diperban, masih ada beberapa alat medis yang menempel ditubuhnya yang mulai dingin. "Jangan dilepas." ucapnya dingin ketika melihat suster hendak melepas alat medis ditubuh sang adik.
Suster itu melirik dokter Yuda, dokter Yuda mengangguk mengiyakan. Suster itu lalu menjauh dari brangkar Kei.
Xavier tersenyum, ia lalu mengusap lembut pipi dingin sang adik. "Adek.." lirihnya. Ia menenggelamkan wajahnya diceruk leher Kei. "Bangun, sayang. Lo gak pergi kan? Ayah sama bunda gak mungkin misahin lo sama gue."
Xavier lalu mengangkat wajahnya memandang wajah pucat itu lurus, ia lalu mencengkram erat kedua bahu sang adik. "Bangun, Kei. Gue disini. BANGUN GUE BILANG!"
Ibu jari tangannya ia bawa untuk mengusap kelopak mata tertutup sang adik. Kelopak mata dengan bulu mata lentik itu akan terlihat sangat indah jika menunjukan netra hazel polos sang pemilik.
"Bangun hiks lo gak boleh tinggalin gue. Bangun ya hiks.." raungnya sambil mencengkram erat kedua bahu Kei.
Semua orang disana menatap Xavier iba. Kei berhasil— berhasil membuat penyesalan terbesar bagi sang kakak. Dan bukankah Kei juga berhasil memberikan kado terbaik diulang tahunnya tahun ini? Bahkan Xavier terkejut sanking luar biasanya hadiah dari sang adik.
"A-adek, bangun ya hiks.." Xavier mengangkat pelan kepala Kei lalu membawanya ke dalam pelukan. Menciumi pipi dan pucuk kepala sang adik berkali-kali. "Bangun Kei kakak mohon. Kalo lo pergi. Gue juga bakal ikut lo!"
"BANGUN GUE BILANG hiks! LO GABOLEH IKUT MEREKA hiks! Bangun sayang..." Xavier lalu memegang kedua pipi sang adik. Xavier takut, sangat. Tubuh adiknya sudah sangat dingin.
"Lo mau mati? Mau nyusul bunda sama ayah? Kalo gitu gue ikut, kita pergi bareng-bareng ya.." ucapnya sambil memandang wajah pucat sang adik dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
K E I
FanfictionKei yang hatinya sekuat batu karang, akan tetap berjuang demi meyakinkan sang kakak yang menaruh benci tak berujung padanya. Walaupun kesempatan hidup yang tuhan beri semakin menipis. "Kei cape, kak." "Kalo Kei pergi, nanti kakak sendiri." Mereka...