ch.5 : Senja Menamu

90 15 0
                                    

Rapsodi indah yang kan bermuara di fajar hati
Kelingking kita berjanji
Jari manis jadi saksi
Bahagia
Hingga sang bumi
Tak berputar lagi

Rapsodi - JKT48
____________________________________________________

Malam itu, langit terlihat pekat. Pertanda hujan akan tiba. Seluruh kota, lampu padam. Hanya ada satu cahaya di rumah kami yang sederhana. Sudah menjadi kebiasaan ketika lampu padam, kami akan berkumpul di ruang tengah untuk saling menghangatkan.

Seluruh keluargaku telah terlelap. Tapi aku, masih saja terjaga. Berulangkali aku mengecek handphone berharap ada notif yang sejak lima tahun lalu aku tunggu. Namun sepertinya, harapanku sia-sia. Aku menonaktifkan handphone ku. Mencoba untuk tidak berharap lebih jauh. Sepertinya malam ini akan menjadi malam kesekianku tak mendapati tidurku yang nyenyak.

Handphone ku letakkan di bawah dekat bantal. Aku telentang menghadap langit-langit ruangan. Mataku yang masih enggan tuk terpejam, berusaha sebisa mungkin tuk ku lelapkan. Ku mulai menghitung domba yang ada di kepala, berharap agar aku segera terlelap. Dan ya, sepertinya car aini berhasil.

Pagi telah menyingsing. Suara pipit saling bersahutan mencoba masuk ke gendang telinga membangunkanku. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke netraku. Aku terduduk. Melihat sekitarku yang kosong, aku menghela nafas kasar.

"Sepertinya aku kesiangan lagi," gumamku.

Beranjak menuju ke dapur, aku melihat ibuku sudah mulai memasak. Berjalan gontai mendekatinya yang mengiris bawang putih.

"Sudah bangun, Nak?" Tanya ibu tanpa menoleh ke arahku. Aku hanya menggumam menanggapinya. Nyawaku belum sepenuhnya stabil.

Tak berselang lama, spontan kami menoleh bersamaan ke pintu kamar mandi. Rupanya abangku baru selesai mandi. Bau harum yang ku kenali menyerang lubang hidungku. Aku yakin, dia pasti menggunakan sabun dan shampo milikku lagi. Rambutnya masih basah, terlihat dari bulir yang mencuat disaat ia mencoba mengeringkannya dengan handuk.

Dengan celana lutut dan kaos putih polosnya, mungkin gadis desa akan terpana melihatnya yang usai mandi itu. Ditambah parasnya yang memang aku akui cukup tampan. Hanya saja, aku tak tertarik. Seringainya yang mengejekku setelahnya membuatku ingin memakannya hidup-hidup.

Melihat tingkah kami, ibu hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya. Ibu kembali memfokuskan pada masakannya. Mengabaikan abang yang super duper menjengkelkan, aku menawarkan bantuan pada ibu untuk mencuci sayur. Ku lirik Abang tampaknya juga sudah berjalan kembali ke kamarnya.

Kini di dapur hanya ada aku dan ibu. Kami memasak dua macam makanan, tumis kangkung dan bakwan. Semua makanan kesukaan Abah. Sambil memasak ibu juga bercerita kepadaku tentang bagaimana kisah romansa ibu dan Abah dulu.

"Ibu sebenarnya sudah lima kali nolak Abah. Tapi abahmu itu kekeh buat jadiin ibu pacarnya. Karena kasihan dan iseng, ibu bilang ke abahmu. Kalau mau dapatin ibu, abahmu harus berani ngelamar ibu ke mbahmu," ibu bercerita dengan sangat antusias. Aku hanya tersenyum lebar dan semakin tertarik dengan apa yang ibu ceritakan.

Ibu melanjutkan ceritanya sembari membalikkan bakwan yang digoreng.

"Ibu isengin abahmu bukan karena pengen ngebuktiin kalau abah benar-benar serius atau nggak. Ibu cuma pengen lihat doang gimana reaksi abahmu terus habis itu ibu terima. Eh, nggak taunya abahmu mengiyakan terus langsung nemuin mbahmu itu.

Ibu kaget banget ternyata Abah menganggap apa yang ibu omongin itu serius dan keadaan ketemu mbahmu buat ngelamar ibu juga lagi nggak bawa apa-apa. Mbahmu yang didatengin laki-laki kucel kek Abah dan posisi nggak bawa apa-apa langsung curiga lah ke abahmu. 'Niat ngelamar nggak sih?' gitu katanya," ibu menghentikan ceritanya sebentar sementara aku terkekeh.

PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang