ch.9 : Like a Riddle

87 13 1
                                    

Sungguh kau buatku bertanya-tanya
Dengan teka-teki teka-tekimu
Mungkinkah ku temukan jawaban
Teka-teki teka-tekimu

Teka-Teki - Raisa

_________________________________________________________

Matahari sudah mulai menampakkan sinarnya, disertai suara kicauan burung menghiasi pagi tanpa mendung ini. Aku buka tirai dan jendela biar udara segar memenuhi ruangan kecil ini, kamarku. Setelah selimut bercorak kembang terlipat dengan rapi dan tempat tidur selesai kubereskan, aku bersiap dengan sedikit terlalu antusias. Ah, mungkin karena hari ini adalah hari pertama sekolah setelah sekian lama belajar di rumah.

Turun dari angkutan umum, aku setengah berlari memasuki gerbang sekolah. Semakin gelisah saat melihat lorong sekolah sudah sepi, membuat langkah kakiku menggema. Kupercepat langkahku agar segera sampai di ruang kelas.

Saking terburu-burunya, tanpa sengaja aku mendorong pintu dengan terlalu keras, membuat semua mata tertuju padaku. Aku tersenyum kikuk, lalu segera mencari bangku kosong untuk duduk. Setelah meletakkan tas, aku melirik sekeliling. Kelas terasa lebih hening daripada umumnya. Semua siswa duduk satu satu karena aturan jaga jarak.

Aku menghela napas panjang. Pandemi sialan.

Setelah beberapa menit yang membosankan, terdengar suara langkah kaki dari luar kelas, dan terdengar semakin mendekat. Saat pintu kelas terbuka, terlihat seorang wanita berjilbab panjang memasuki ruang kelas.

Bu Henny, wali kelas kami di kelas baru ini. Wanita berkulit bersih ,dengan kacamata bertengger di hidungnya itu, menyapa kelas kami dengan suara seraknya.

"Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak. Bagaimana kabar kalian?"

"Waalaikumsalam, pagi, Bu."

"Alhamdulillah baik, Bu."

Seluruh siswa menjawab, saling bersaut-sautan dengan jawaban yang tidak selaras.

"Baik, hari ini adalah hari pertama kalian belajar di kelas baru. Karena Ibu baru pertama kali bertemu kalian, Ibu akan absen kalian terlebih dahulu. Yang namanya disebut harap acungkan tangan, ya."

Keadaan hening ketika Bu Henny memanggil satu persatu nama para siswa. Setelah selesai mencentang pada daftar kehadiran, beliau melanjutkan. "Oke, sekarang sudah waktunya kalian mendapatkan buku yang akan kita gunakan untuk kegiatan pembelajaran. Oh iya, karena buku-bukunya masih berada di perpustakaan, kalian harus ke perpustakaan untuk mengambil bukunya satu-satu menurut absen."

Satu-persatu siswa, dimulai dari absen pertama, melenggang keluar kelas. Aku dengan tak sabar menunggu nama dan nomor urutku dipanggil sambil sedikit-sedikit mendengarkan motivasi-motivasi walikelasku.

"Oke sekarang waktunya....Sherena," ucap Bu Henny sambil melihat buku absen. Aku berdiri dari tempat dudukku dan meminta izin ulang demi sopan santun. Begitu pintu kelas tertutup, aku berlari menuju perpustakaan. Entah kenapa.

Setelah masuk dan mendapatkan bukuku, kuputuskan untuk duduk sejenak di depan perpustakaan sambil melepas maskerku dan menghirup udara. Napasku tak beraturan gara-gara berlari. Ketika berdiri, aku mengerenyit kesal ketika menyadari kacamataku yang buram. Mungkin embusan napas yang keluar lewat bagian atas masker membuat lensa kacamataku berembun, membuat penglihatanku tidak jelas. Tetapi, karena tanganku penuh buku, aku memutuskan untuk mengabaikannya sejenak dan tetap meneruskan langkahku.

Sialnya, tiba-tiba aku menubruk sesuatu dengan keras. Buku yang kubawa terpental berserakan di lantai. Kubenahi kacamataku yang berembun dan sontak aku dikejutkan dengan sesosok laki-laki bertubuh jangkung dengan kemeja hitam dan masker hitam yang dikenakannya.

PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang