You made me insecure, told me I wasn't good enough
But who are you to judge? when you're a diamond in the roughI'm sure you got some things you'd like to change about yourself
But when it comes to me,
I wouldn't want to be anybody elseWho says -Selena Gomez and The Scene
________________________________________________________
Lewat celah-celah dari untaian gorden pada jendela, cahaya mentari pagi menelisik masuk pada kamar seorang gadis yang baru terbangun dari tidurnya. Dengan malas dan gontai dan handuk tersampir dibahunya, ia menuju kamar mandi yang ada disudut kamar. Sekitar 20 menit ia habiskan untuk berendam pada bathup warna putih berukuran sedang dan bersiap-siap.
Gadis yang bernama Anya itu sudah lengkap dengan seragam yang membalut tubuhnya dengan apik. Ia menatap cermin dengan sorot mata tajamnya dengan tatapan mengintimidasi, dengan gerakan yang anggun mulai merapikan rambutnya. Lalu suara ketukan pintu membuatnya menoleh,
"Ada apa?" tanya Anya dengan intonasi datar.
"Non, dipanggil Tuan sama Nyonya, disuruh sarapan dulu." Suara si Mbok terdengar dari balik pintu kamar. Anya menghela napas kasar dan beranjak dari kamarnya.
Meja makan nampak penuh dengan berbagai menu telah tertata rapi nan cantik, namun makanan itu hanya terlihat sebagai hiasan bagi Anya, dipiringnya sudah ditata porsi super mini untuknya,demi berat badan ideal yang diagungkan oleh ibunya.
"Nilaimu minggu ini gimana, Anya?" kata sang Ayah membuka pembicaraan pagi-dengan pertanyaan paling membosankan.
Hah, sekali-sekali makan tenang dulu kenapa, sih? Udah porsi gini banget, Anya membatin. Jika sang ibu menggilai kecantikan 'ideal', maka sang ayah adalah penggila nilai sempurna. Seperti biasanya, sarapan pagi ini berakhir menyebalkan.
Mobil berwarna greyish green keluarganya telah sampai di depan gerbang suatu sekolah. Dengan tatapan sinis Anya keluar sambil menenteng tasnya dan berjalan angkuh. Waktu menunjukkan pukul 07.30 ketika bel masuk berbunyi. Seorang guru dan sesosok laki-laki asing berjalan beriringan menuju kelas. Lelaki itu rupanya merupakan seorang murid pindahan. Nampak sedikit berantakan. Naasnya Anya, si penyendiri itu, harus berbagi bangku dengan lelaki asing yang berbanding terbalik dengannya. Grasak-grusuk dan tak bisa diam. Aahh, benar-benar, batin Anya kesal.
"Oii, nama lo Anya kan? Diem mulu, ga ngantin," kata lelaki itu saat bel menunjukkan waktu istirahat.
"Enggak, suka-suka gue lah," jawab Anya sambil mengambil sekotak susu dalam tasnya.
"Kek gitu mana kenyang, woe. Ayoklah anter ke kantin, kan aing murid baru nih." Tanpa menunggu jawaban, Saka, lelaki itu menyeret Anya untuk ikut dengannya.
"Heh, ogahh! Woi!" Anya melotot,
Namun akhirnya Anya kalah dari perdebatan itu, dan sampailah mereka di kantin. Saka sembari menyodorkan semangkuk bakso. "Nih, makan bakso nya bang Jay."
"Enggak, gak biasa makan ginian." Anya menolak dengan raut datar.
"Lah, bakso gak biasa?"
"Hmm, diet."
"Udah kurus kayak gitu, biar apalagi?" tanya Saka, Anya sedikit tercekat, namun segera raut datarnya kembali.
"Biar sehat. Lagian urusan siapa?" ucap Anya cepat, lalu beranjak meninggalkan Saka.
Hari terasa berjalan begitu cepat, pukul 18.00. Anya kini berkutat pada bukunya, sedang mengerjakan soal yang diberi oleh tutornya sambil sesekali memegang leher dan bahunya yang terasa lelah. Les berjalan dengan intens hingga jam 19.00. Sekarang nampak sang ibu sedang melihat apakah putrinya sudah memakai skincare rutin yang telah ia pilihkan. Melihat putrinya telah terlelap dengan wajah segar, ia tersenyum puas lalu pergi menuju kamarnya sendiri. Ya, itulah kehidupan teratur Anya. Tiba-tiba mata terpejamnya membuka, ia kini tercenung. Gadis itu tiba-tiba memikirkan perkataan simpel yang membuatnya tercekat dari laki-laki bernama Saka. Kata-kata sepele itu entah kenapa menghantuinya, membuatnya lupa, aturan ibunya untuk tak begadang demi mata yang indah tanpa gurat hitam dibawahnya.
Esok dan esoknya lagi, keterampilan sok kenal Saka membuat Anya mulai menanggapi perkataannya dengan kosakata yang lebih panjang. Dan ya, Saka menjadi satu-satunya yang 'terlihat' akrab dengan Anya. Seperti sekarang di kantin, Anya sedang dipaksa makan bakso oleh Saka. Dengan antusias, Saka bercerita panjang lebar tentang hobinya, yang sekarang ia jadikan kegiatan sepulang sekolah. Lalu ia pun bertanya mengenai aktivitas Anya.
"Sekolah, pulang, latihan nari, privat les, sleep," kata Anya.
"Ooo, jadi lo suka nari." Saka manggut-manggut.
"Enggak juga, sih. Bikin capek. Mama punya sanggar tari gitu, terus yaudah suruh ngikut."
"Lah, terus minat lo apa, dong?"
"Emm, mungkin lebih ke song, music gitulah. Gue suka denger lagu, nyanyi, ya buat seneng-seneng sendiri aja"
"Nah, terus napa gak les yang berhubungan ke musik aja?" tanya Saka.
"Capek bund, orang sibuk ini."
"Waw, si Eneng udah gak kaku kalo ngomong, hahaha. Ya lo ngomong lah, ke ortu lo, gausah nari. Ya gatuh?" Saka menyarankan
"No, pasti gaboleh itumah jawabnya. Anak tunggal harus nerusin jejak ortunya, katanya"
"Heee, bisa-bisanyaa. Heh, bukannya mau jelekin nih ya, but harusnya mereka itu mendukung, bukan langsung nentuin, Nya. Lo harus coba bilang juga lah, ini bukan Anya lohh. Lo tau dan sadar itu, Nya."
Anya terlihat sedikit kehilangan kata-kata dan hanya menjawab, "Ya...yaudalah, biar."
Kali ini Anya tengah menyusuri jalan dengan Saka, hanya ijin melalui pesan pada sopir pribadinya. Benar-benar Anya yang berbeda. Mereka habis berkunjung dari toko yang semua isinya tentang musik, dan sekarang Saka tengah membawa gitar yang berhasil membuat Anya tergiur dan membelinya. Anya kemarin baru saja mendapat teguran, berat badannya naik. Tetapi ia tampak tak peduli, rautnya berbinar dan berjalan riang sambil menikmati snack lezat ditangannya. Sudah ia putuskan kalau nanti ia akan berbicara dengan ortunya perihal ketertarikannya pada musik. Walau sedikit khawatir, tapi Anya nampak seperti lahir kembali. Mungkin bagi mereka yang biasa melihat seorang Anya, maka tanda tanya besar akan tercipta. Anya sendiri pun meragu, pada hal yang sudah lama terpendam, sebuah tanya akan siapakah dirinya?
"Mah, Pah," panggil Anya. Tangannya meremas bungkus potato chips dengan gugup.
"Kenap-ya ampun, Anya! Kamu makan snack ukuran besar banget," pekik Mama Anya, "Nanti berat badan mu gimana, heh?!"
Menghiraukan pernyataan itu, Anya akhirnya menyampaikan segalanya, walau beribu ragu dalam benaknya. Perihal apa yang sebenarnya ia inginkan, perihal apa yang ia mau, perihal siapakah seorang Anya.
Ungkapan Anya menimbulkan perdebatan kecil, tentang bayangan masa depan yang lebih terarah, yang cerah, milik kedua orangtuanya. Namun, tekad Anya sangat kuat. Ia kekeuh pada keinginannya, meyakinkan bahwa'masa depan yang terarah dan cerah' itu sebenarnya tidak benar-benar ada, semuanya masih semu. Dan satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian.
Ia mengatakan semuanya. Anya tak suka menari dan ia benci diet. Ia hanya ingin belajar secukupnya. Mulai sekarang, Anya yang angkuh, sempurna, dan tertata itu akan hilang. Kini Anya adalah Anya yang ia inginkan. Seorang yang ingin dirinya sendiri lihat, bukan Anya yang diinginkan Mama dan Papa ataupun orang lain.
Kini kisahnya sendiri baru dimulai.
story by : Sudut Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist
Short StoryKumpulan cerita pendek yang terinspirasi dari lagu. Karena tiap-tiap lagu pilihanmu selalu memiliki kisah, kan?