1. Remembrance

1.3K 194 2
                                    

□■□■□■□■□

Bagian 1

"Selalu ada kegilaan dalam cinta. Tapi juga selalu ada alasan dalam kegilaan."

―Friedrich Nietzsche

Pasangan itu bertemu dalam acara memorial, untuk mengenang bersama 5 tahun jatuhnya pesawat Boeing 747, yang beberapa tahun silam menjadi duka besar bagi penerbangan. Seluruh 15 awak pesawat meninggal, juga 505 dari 509 penumpang. Kecelakaan pesawat tunggal ini merupakan yang terparah dalam sejarah penerbangan. Banyak orang-orang yang kehilangan keluarga mereka dalam kecelakaan tersebut. 

Naruto dan Hinata termasuk di antaranya. Mereka berdua sama-sama kehilangan sosok Ayah, sedangkan setahun kemudian Ibu Hinata menyusul dalam kematian karena duka yang secara psikologis membuat wanita itu mengalami tekanan hebat. Sedangkan Naruto baru saja kehilangan ibunya karena bunuh diri, barangkali alasan yang tidak jauh berbeda. 

Dalam acara itu, mereka memandangi foto-foto korban yang jatuh. Ada pula anak-anak seusia mereka. Namun tidak seperti para anggota keluarga lainnya. Kedua anak itu justru tidak merasa berduka, toh beberapa orang tahu, kalau kedua anak itu tidak pernah bertemu langsung dengan sosok Ayah mereka yang meninggal dalam kecelakaan tersebut. 

"Apa kau tidak menangis?" tanya Hinata kepada Naruto, mereka malah asyik duduk-duduk setelah membeli minuman kotak dari mesin. "Bukankah setahun lalu kita bertemu di sini juga?" Hinata punya ingatan cukup kuat untuk mengenal Naruto. Anak kaya yang mengenakan setelan bagus dan juga pantofel yang membalut kakinya. "Kau juga kehilangan ayahmu, 'kan?" 

"Ya," Naruto tak acuh menanggapinya, dia asyik menikmati minuman kotak pemberian Hinata. "Ibuku melahirkanku, dan selama itu aku hanya tinggal bersama pengasuh. Aku menganggapnya orang lain, karena aku bahkan tidak pernah memanggilnya Ibu. Dia bunuh diri baru saja, tapi aku tidak peduli."  

"Kau jahat sekali," Naruto merengut saat melihat Hinata berwajah masam. "Ibuku meninggal karena dia gila, sepertinya mereka saling mencintai ya, sampai begitu besar rasa kehilangannya," kata Hinata dengan kalimat orang dewasa yang membuat Naruto lagi-lagi merengut tidak mengerti―namun sebenarnya, gadis itu mendengar bagaimana kerabatnya berbicara demikian. "Apa kau bodoh? Kau tidak tahu cinta ya?" 

"Cinta itu saat orang-orang memelukku? Atau, saat mereka mengatakannya pada waktu hari ulang tahun tiba?" Naruto masih tidak tahu apa-apa, sementara Hinata terlihat lucu dengan suara cadel di mata para tamu di aula untuk mengenang orang-orang terkasih. "Kalau cinta berarti harus menikah?"

"Tentu saja, kalau mencintai berarti harus menikah," anak laki-laki itu manggut-manggut seakan dia sudah paham. "Maka dari itu orangtua kita merasa sedih karena mereka tidak lagi jatuh cinta."

Naruto hanya mendengarkan Hinata mengatakan hal baru baginya.

Bagian 2

"Terdapat lebih banyak kebijaksanaan di balik tubuhmu daripada di balik filosofi terdalammu."

―Friedrich Nietzsche

Kalimat-kalimat aneh yang mereka bicara sewaktu kecil, membuat mereka punya ikatan tersendiri sebagai seorang teman. Namun sebenarnya yang terjadi, Naruto mengikuti Hinata atas dasar yang tidak pernah dia mengerti. Tidak seberuntung dirinya. Hinata, teman semasa kecil, juga cinta pertama yang tidak pernah disadarinya justru diserahkan ke panti asuhan oleh keluarga gadis kecil itu. 

Di ambang pintu kelas, Hinata melihat Naruto duduk di bangku yang diinginkannya. Hari itu, Naruto lagi-lagi mengikutinya ke SMP favorit, padahal laki-laki itu berjanji untuk tidak mengikuti dirinya lagi. Tapi melihat Naruto ada di kelas itu, sudah pasti apa yang diinginkan oleh pemuda itu.

Meet Again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang