6. Baby's Breath

1K 169 4
                                    

Bikin bab ini sambil berderai air mata, bukan karena ceritanya yang menguras air mata, tapi bikinnya habis bertengkar sama anggota klan di rumah. Maaf kalau bab ini mungkin sedikit... Kurang baik, misalnya.

□■□■□■□■□

Naruto hampir tersedak ketika menikmati sup pengar buatan Hinata yang pedasnya tidak main-main. Matanya langsung melek, kesadarannya kembali dengan cepat, dan tak dikiranya bahwa ini sangat ampuh daripada beberapa pil asipirin.

"Kau tidak bermaksud membunuhku dengan sup pedas ini, 'kan?" Hinata meletakkan segelas air putih, wajahnya polos, terlihat tidak bersalah, tapi nyatanya dia belajar dari temannya untuk sarapan dengan sup super pedas agar kesadarannya kembali, dan tentu saja cara ampuh menghilangkan pening. "Aku tidak suka pedas, kau tahu itu, bukan."

"Aku tahu kau tidak suka pedas, tapi ini cara yang paling efektif sehabis mabuk," pria itu melirik mangkuknya penuh dengan potongan daging, sup dari kaldu sapi yang dicampur bubuk cabai. Jari-jarinya menggaruk tenggorokan. "Mulai sekarang aku pakai cara itu daripada aspirin."

Dia tidak bermaksud balas dendam juga, 'kan? Naruto menebak-nebak, apakah Hinata sekesal itu padanya, lalu cara mengungkapkan kekesalan serta kemarahannya dengan menghidangkan sup ini untuk sarapan pagi. Apakah perempuan itu tidak tahu, kalau sarapan dengan sup pedas akan memperburuk lambung?

"Ini tidak baik bagi kesehatan."

"Lalu, kau pikir pulang dengan mabuk berat apakah sehat?" Naruto tidak bisa menjawab. "Kehidupanku sudah berubah. Aku seorang Ibu, akan mabuk di waktu-waktu tertentu. Jadi, aku terbiasa dengan ini sekarang, tapi kalau kau tidak mau makan sup itu biarkan saja di sana, kau bisa memesan makanan lewat daring," saran Hinata dengan mimik muka serius. "Apakah kau masih suka berpesta dengan teman-temanmu?" 

Naruto buru-buru menikmati sup itu daripada menjawab pertanyaan Hinata. Ia memang masih sering berpesta, tapi setelah ini mungkin tidak. Selama ada Hinata di sekitarnya, dia lebih senang menghabiskan waktunya bersama perempuan itu.

Hinata meninggalkan dapur tersebut, pergi menyalakan mesin penyedot debu, sementara Naruto menoleh ke belakang, melihat Hinata mengenakan apron, juga melanjutkan untuk bersih-bersih. Bagaimanapun dia tidak percaya bahwa Hinata kini menjadi seorang Ibu. Selama bersamanya dulu, Hinata tidak pernah membersihkan apartemen ini sendiri. Dia bergantung pada pelayan yang datang setiap hari, hingga yang paling menonjol tentang masak. Hinata tidak pernah berada di dapur, hampir-hampir membuatnya tidak percaya jika perempuan itu bisa memasak. 

"Apa kau selama ini bersih-bersih sendiri?" 

"Aku harap bisa meminta bantuanmu," seru Hinata, terdengar seperti gadis itu sedang mengejek. "Kau selalu beranggapan aku bergantung padamu. Tapi sebenarnya, aku bisa melakukan semuanya sendiri: memasak, mencuci, membersihkan rumah. Namun fasilitas yang kau berikan membuatkan menjadi pemalas. Sekarang, aku bisa melakukannya sendiri tanpa tergantung pada siapa pun, termasuk dirimu," Hinata menekan tombol 'mati' pada mesinnya. Ia kemudian menatap Naruto. "Kalau kau ingin dimasakkan sesuatu, katakan saja, aku akan memasak apa pun untukmu. Tapi jangan berharap rasanya seperti restoran bintang 5."

Bagaimana bisa wanita yang dicintainya kini seperti punya dua penampilan. Naruto sendiri tidak tahu harus memilih yang mana dari keduanya yang bertolak belakang. 

Hinata yang dulu menurutnya sangat seksi dan glamor. Dia bersikap sangat nakal dan selalu memanjakannya di atas ranjang sehabis berpesta. Namun, Hinata versi terbaru tidak kalah menawan dengan sikap seorang istri, pula seorang Ibu. Peran kali ini lebih menarik.

Kini, wanita itu tampil lebih dewasa dengan kesan Ibu rumah tangga. Kalau dilihat-lihat Hinata masih tetap seksi, sedangkan Naruto malah tergoda untuk menggodanya. Bercinta di dapur pernah mereka lakukan, tapi jika melakukannya dengan penampilan terbaru wanita itu, jelas akan jadi fantasi yang paling menarik.

Meet Again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang