9. Relatives

966 152 1
                                    

Guys, maaf ya kemarin salah hitung bab. Pantes kok mau tamat aja padahal harusnya sudah aku bagi-bagi bab ini di bagian mana, babitu di bagian mana, terus aku hampir bikin bab akhir sampai overdosis world. Taunya, bab 8 keliru tulis jadi bab 9  (╥﹏╥)

□■□■□■□■□

Pria itu seperti Ayah angkat bagi Naruto. 

Iruka, jauh lebih baik dari siapa pun untuk mengenal sosok Minato, Ayah Naruto dibanding istri pria itu.

Daripada sang Ibu, Naruto lebih ingin tahu banyak tentang ayahnya. Iruka dengan sangat baik menceritakan atau memberikan gambaran, bahwa Minato sebagai Ayah yang hangat dan perhatian pada orang-orang di sekitarnya daripada dirinya sendiri. 

Iruka adalah pria single, yang tidak menikah meski usianya sudah mencapai 55 tahun. Wajahnya terlihat segar, walaupun ada setidaknya keriput yang sepertinya tidak ingin ditutup-tutupi. Rambutnya dikuncir ekor kuda, ada juga beberapa bagian uban sengaja dipamerkan. Senyumannya manis, siapa pun sudah pasti tidak kuat melihatnya tersenyum seperti itu, terutama para perempuan. Iruka, tinggal di Toronto, bekerja sebagai dosen filsafat. Dia menyukai apa pun yang berbau sejarah. 

"Halo," Iruka berdiri, melepaskan kacamatanya. Badannya tinggi dan tegap. "Iruka," ujarnya selagi menggenggam tangan Hinata dengan lembut. "Aku tidak akan mengucapkan selamat sebelum menandatangani dokumen pernikahan kalian. Kau sudah tahu kalau aku jadi saksi pernikahanmu?" 

Hinata menengok Naruto di sampingnya. "Ya, saya sudah mendengarnya," Iruka memperhatikan Hinata yang gugup. "Terima kasih Anda sudah datang jauh-jauh ke Jepang."

"Tidak masalah," ujarnya dengan nada lembut. "Aku yakin, suatu hari nanti aku harus datang ke sini untuk menjadi saksi pernikahan di antara kalian. Selama ini aku hanya tahu dari foto yang diunggahnya di media sosial, aku selalu bertanya-tanya, kapan aku bisa bertemu langsung denganmu."

Perhatian dan suara pria itu yang lembut membuat Hinata khawatir. Tapi mungkin semua yang dia rasakan tidaklah benar. Ini hanya ketakutan kecil seperti pasangan di luar sana yang gugup bertemu dengan keluarga sang mempelai pria atau sebaliknya keluarga sang mempelai wanita. 

"Apa kau takut padaku?" Iruka mencegah Naruto untuk melangkah masuk demi mendaftarkan pernikahan mereka. "Apa yang kau takutkan kalau aku boleh tahu? Apa kau berpikir aku tidak akan menerimamu?" 

"Iruka," seru Naruto dengan bingung. Ia bersikap layaknya laki-laki di luar sana ketika melihat pasangannya tidak nyaman. 

"Ini yang dilakukan oleh orangtua saat anaknya menikah," kata Iruka kepada Naruto. "Mereka selalu memastikan apakah pasangan anak mereka layak, atau setidaknya apakah pasangan anak mereka meneriman apa adanya. Semua tahu kau adalah pria mapan, dan status sosial yang tinggi. Bagaimana bisa orangtua tidak mencari tahu pasangan anak-anak mereka? Aku hanya memastikan sebentar, apakah—" Iruka memotong, lalu melanjutkan. "Perempuan yang kau pilih layak berada di sisimu." 

Iruka mengangguk dengan senyuman kecil. Itu berarti yang dilakukannya juga demi mereka berdua, sedangkan Naruto langsung menghela napas, tapi tangannya masih menggenggam Hinata dengan erat.

Hinata menarik napas di tempat sama saat dia berdiri. Dia harus kuat, harus melewati tahap akhir ini untuk kehidupan mereka dan anak-anak mereka. Lalu, dia menarik tangannya dari genggaman Naruto. Meletakkan kedua tangannya di depan perut serta badan yang tegap. 

Dilihatnya, pula dinilai oleh Iruka, bahwa rupanya perempuan ini punya pengendalian diri yang hebat, menyingkirkan semua hal negatif dengan sangat cepat. Sepertinya yang Naruto katakan tentang pacarnya yang seorang gadis manja, tukang mengambek agaknya salah besar. Perempuan ini, memperlihatkan sisi keibuannya, perhatian besar, sebuah cinta yang tidak main-main, meski mungkin pada awalnya agak gentar. 

"Saya, bukan calon istri yang sempurna," kata Hinata, Naruto menoleh dengan pandangan kurang mengerti. "Saya, bahkan bukan Ibu yang benar-benar bisa mengenal putra dan putri yang sudah saya lahirkan. Namun, karena saya sudah menjadi seorang Ibu, sudah sejak lama saya bertekad untuk menjadi istri yang baik dan patuh kepada suami. Selama pelarian tersebut, saya banyak belajar bahwa saya harus menerima kekurangan diri saya sendiri, sebelum menerima kekurangan calon suami saya. Semua orang punya kekurangan, tetapi saya selalu membandingkan diri saya sendiri, dan itu adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan sampai beberapa bulan lalu."

Iruka tersenyum lebar, terlihat lebih bisa menerima alasan sederhana itu. Hinata selalu punya cara untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia punya sisi negatif, tapi dia juga mudah menunjukkan sisi positifnya. Ia belajar dengan cepat, menerima, dan selalu mengerti apa yang terjadi padanya.

Sebaliknya gadis itu tidak sungkan memperlihatkan sisi rapuhnya, tidak berdaya, selalu berpikir bahwa dia kurang baik. Naruto sering kali menceletuk mengenai gadis itu seperti sedang menilai apa yang tidak disukainya dari Hinata, dengan seluruh sikapnya yang kadang-kadang merasa bahwa dia tidak punya apa-apa. 

Padahal, menemani Naruto yang punya temperamental dan sikap impulsif sudah menjadi hal yang patut dipuji. Iruka, selalu menganggap bahwa anak itu tidak akan pernah punya pasangan karena dia tidak punya sisi kepercayaan pada orang lain, atau kurang menerima seseorang yang selalu menggantungkan orang lain. Di balik itu, Naruto senang kalau dia dapat diandalkan, dan setidaknya satu-satunya orang yang mengendalkannya, dan membuatnya terlihat dibutuhkan di dunia ini.

Namun gadis ini, menemaninya, lalu meninggalkannya, dan memberikan pelajaran yang berharga—sebenarnya, keduanya mendapatkan pelajaran itu sama-sama. Naruto dan Hinata, dari kejadian tersebut, belajar untuk memperbaiki apa yang salah dari hubungan mereka.

Pertemuan mereka yang kedua, menciptakan sebuah cinta yang baru, Agape, bukan lagi sebagai Eros, yang menangkup percintaan secara seksualitas, karena hubungan mereka tidak lebih dari kebutuhan ranjang. Naruto yang masih tidak tahu apa-apa tentang cara mencintai dengan benar, menganggap semuanya sederhana, bahwa apa yang diberikannya berupa materi mampu membuat pasangannya tetap singgah di sisinya. 

Sedangkan pasangannya sendiri memikirkan cinta yang tulus tanpa syarat, tapi sebaliknya, gadis itu berpikir tidak punya apa-apa untuk berada di sisi pasangannya. Mengungkapkannya pun terlihat sama saja.

Iruka menghela napas, mengambil kedua tangan calon pasangan pengantin di depannya, dan menggenggamnya erat. "Kalian sudah jadi pasangan yang hebat, tapi jangan pernah memutuskan semuanya sendirian. Mulai sekarang kalian harus membicarakan bersama."

"Iruka," seru Naruto parau. "Terima kasih, karena sudah bersikap seperti Ayah, karena aku benar-benar membutuhkannya di saat-saat seperti ini." 

"Berbahagialah," kata Iruka sambil menepuk lengan Naruto. Diam-diam, menahan isak tangisnya. Dan, ini seperti yang diharapkan oleh Minato dulu, dengan seluruh firasat anehnya, bahwa dia merasa tidak berumur panjang, jika memang itu terjadi, Minato berharap Iruka mau berada di sisi putranya.

□■□■□■□■□

BERSAMBUNG



Meet Again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang