○ 9

7K 718 65
                                    

Malam ini, hujan turun dengan sangat deras. Petir bergemuruh dengan sangat keras, dan angin berhembus dengan kencang.

Seorang gadis tampak tertidur dengan gelisah di atas ranjangnya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Peluh menetes dari dahinya. Dan mulutnya mengeluarkan suara rintihan yang lemah.

"Jangan...sakit..."

"Sakit..." rintih gadis itu bersamaan dengan air mata yang menetes, dari kedua matanya yang terpejam.

"Jangan..."

Pintu kamar itu terbuka, menampilkan wanita paruh baya yang berniat mengecek kondisi putrinya.

"Sakit..."

"Arsya!"

Ratih menepuk-nepuk pipi putrinya dengan pelan, agar Arsya cepat terbangun. Ratih mengira, putrinya itu tengah bermimpi buruk. Apalagi kondisi tubuh gadis itu yang sedang melemah.

"Arsya, bangun!"

"Jangan..."

"Papa...tolong..."

Ratih terdiam mendengar rintihan yang keluar dari mulut putrinya. "Sstt...Arsya bangun! Bangun, nak!"

"Dia...jahat..."

"Arsya tenang, mama disini." Ratih semakin panik kala darah keluar dari hidung Arsya.

"Arsya! Arsya kamu kenapa? Bangun!" Ucap Ratih dengan keras. Ia tak mampu menahan air mata yang menetes di pipinya. Ia khawatir dengan kondisi Arsya, yang bisa dikatakan semakin memburuk.

Safia yang terbangun dari tidurnya karna haus pun segera memasuki kamar kakaknya, saat mendengar suara panik dari mamanya. "Mama, kenapa?"

Ratih menoleh pada Safia yang sudah berdiri di sampingnya.

"Kakak kenapa, ma?"

"Safia tolong panggil ayah diruang kerja, cepat!"

Safia segera berlari menuju ruang kerja papanya yang terletak dilantai satu.

"Arsya bangun!"

Ratih semakin kalut saat tidak mendapati respon dari Arsya. Tidak ada lagi rintihan yang keluar dari mulut gadis itu.

"Arsya kenapa, ma?"

"Yah, bawa Arsya ke rumah sakit!"

Reno membulatkan matanya, saat mendapati darah yang keluar dari hidung putrinya. Ia segera menggendong Arsya dan berjalan keluar dari kamar Arsya. Ratih dan Safia mengikuti langkahnya dari belakang.

Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di rumah sakit terdekat. Arsya segera dibawa beberapa perawat ke ruang IGD untuk diperiksa.

Reno mencoba menenangkan istrinya yang terus menangis. Sedangkan Safia, ia duduk berhadapan dengan kedua orangtuanya. Tatapan sendunya tak lepas dari ruang IGD, dimana kakaknya berada.

***

Arsya membuka matanya pelan. Ia mengedip-ngedipkan matanya, guna menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu yang ada diruangan itu.

Arsya mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Hingga ia dapat melihat mamanya dan adiknya yang tertidur di sofa.

Arsya melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 04.30 pagi. Ia menghela nafas pelan. Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Arsya menatap ayahnya yang sedang menutup pintu ruangannya dari dalam.

REGRET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang