Sarapan pagi ini, adalah sarapan terindah yang pernah Arsya rasakan. Sedari tadi, senyum manis tak luntur dari wajah Arsya. Ia benar-benar bahagia sekarang.
Ada kalanya, manusia mengeluh atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Tapi, bersyukur adalah jalan yang terbaik untuk menikmati hidup.
Arsya dulu sempat bingung, apa yang harus disyukuri dalam hidupnya? Bahkan, mungkin orang lain tidak akan mau ada diposisinya, mengingat betapa menyedihkan hidupnya itu.
Tapi sekarang, ia telah merasakan buah dari kesabaran juga keikhlasan hatinya. Hari ini, ia merasakan memiliki keluarga yang rukun dan hangat. Arsya sampai tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya hari ini. Bukan hari ini, tapi akhir-akhir ini. Semuanya telah berubah.
Setelah sarapan, Surya dan Reno memutuskan untuk mencuci mobil mereka bersama. Sedangkan Nenek Rahma, Ratih, dan Sila, akan membuat kue basah dan kue kering. Arsya tidak ikut, karna ia sudah bosan berurusan dengan adonan kue dan roti. Gimana gak bosan, orang dia punya 5 toko roti.
"Safia, kepala kamu ke kiri dikit. Kakak gak liat." ucap Arsya pada Safia, yang duduk di depannya.
Safia menggeser duduknya, dan kembali fokus pada film yang sedang mereka tonton.
Arsya melirik Reyhan yang sedang menggoda adiknya, sampai wajah bocah kecil itu merah menahan tangis. "Rey, adiknya jangan digangguin terus!"
"Tak Aca." ucap Sisi seraya mengulurkan tangannya.
"Adiknya bawa sini, Rey."
Reyhan mengangkat Sisi, dan menyerahkannya kepada Arsya. Lalu, ia bergabung dengan Safia yang diam sedari tadi.
Sisi memeluk leher Arsya dengan erat, dan memainkan rambut gadis itu.
"Rambutnya Kak Aca jangan ditarikin dong, Si. Pusing kepala Kakak."
Sisi hanya diam tak menjawab. Arsya melirik adiknya yang sedang melihat tangannya sendiri. Arsya melihat tangan Sisi dengan terkejut. Rambutnya lagi-lagi rontok. Ia membersihkan tangan bocah mungil itu, dan menggulung rontokan rambutnya menjadi bulatan kecil.
Arsya mendudukkan Sisi disampingnya, membiarkan bocah kecil itu bermain dengan mainannya.
"Rey, adiknya dijagain. Kakak mau ke atas."
"Ngapain?" tanya Safia.
"Kepo."
Arsya berlalu begitu saja, tanpa memperdulikan cibiran Safia. Ia membuka pintunya dan merebahkan dirinya di atas ranjang. Tangannya meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas.
Ia mengetikkan sesuatu dikolom pencarian google. Sedetik kemudian, raut wajahnya berubah menjadi sendu.
"Apa sudah tidak ada harapan lagi?" gumamnya pelan.
***
Arsya membuka pintu apartementnya. Setelah kepulangan keluarga papanya tadi, ia juga ikut pulang kembali ke apartement. Reno dan Ratih sudah mengatakan agar Arsya tinggal bersama mereka lagi, tapi Arsya menolak. Ia sudah terlanjur nyaman hidup sendiri, meskipun sebenarnya ia kesepian.
Gadis itu mendudukkan diri di atas sofa ruang tamu. Tubuhnya sangat lemas, dan benar-benar lelah. Arsya meraih air mineral yang ia beli di minimarket tadi, dan meneguknya pelan.
Arsya meraih ponselnya, dan menelpon Nana.
"Assalamualaikum, besok lo jadi ikut gue, kan?" sapa Arsya, setelah Nana mengangkat telfonnya.
"Waalaikumsalam. Jadilah! Besok gue jemput. Jangan coba-coba kabur dari gue, lo!"
Arsya memutar bola matanya malas. "Gak. Yaudah, gue cuma mau bilang itu. Lo dimana sih? Kok rame banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
REGRET [END]
Fiksi Umum[PART MASIH LENGKAP] [PROSES REVISI] Kamu tau, kenapa penyesalan selalu datang di akhir dari suatu keadaan? Karna ia ingin kamu menyadari, betapa berartinya setiap waktu dan moment yang kita miliki. Hargai semua itu, sebelum penyesalan menyadarkan...