○ 13

6.8K 708 70
                                    

"Kak Kenan?"

Kenan mengerutkan keningnya, menatap gadis yang tampak tak asing di depannya. "Siapa?"

"Gue Nana, sahabat Arsya. Kakak lupa?"

Kenan terdiam sebentar, guna mengingat-ingat. "Oh, iya."

"Kakak ngapain di rumah sakit?"

"Jenguk teman."

"Gue lagi jagain sahabat gue, kak."

Kenan menatap aneh gadis didepannya ini. Dia kan tidak tanya urusan Nana, kenapa gadis itu harus menjelaskan? Itu sangat tidak penting, menurut Kenan.

"Arsya."

"Hah?"

"Gue jagain Arsya. Dia kritis."

Kenan terkejut mendengar penuturan Nana. Terakhir kali ia bertemu dengan Arsya, saat dipinggir jalan itu. Selebihnya, Kenan tidak pernah bertemu lagi. Bahkan dia sering mampir ke toko roti milik Arsya, demi melihat gadis itu. Tapi kata karyawannya, Arsya sudah cukup lama tidak pernah kesana. Kehadirannya selalu diwakilkan sekretaris pribadinya.

"Sakit apa?"

"Emm ... anu ... kecelakaan! Iya, kecelakaan." Nana menghela nafas lega, saat mencari alasan yang tepat untuk menutupi kondisi Arsya yang sebenarnya.

"Kondisinya?"

Nana memicingkan matanya curiga. "Kakak kenapa kepo?"

Kenan mengalihkan pamdangannya ke arah lain. Benar juga, kenapa dia kepo sekali. Katanya mau move on.

"Kamu punya nomor Arsya?"

"Hmm ... bau-baunya ada yang mau ngajakin balikan, nih." goda Nana.

"Kalau tidak punya ya sudah." Kenan ingin melangkahkan kakinya meninggalkan Nana, tapi gadis itu segera menahan lengannya.

"Iya-iya, kak. Mana ponsel kakak?"

Kenan menyerahkan ponselnya pada Nana. Nana membuka ponselnya dan membuka kontak Arsya. Setelahnya, Nana mengetikkan nomor Arsya ke ponsel Kenan.

"Arsya butuh semangat kakak." ucap Nana seraya mengembalikan ponsel Kenan.

"Gue mohon, bantu Arsya sembuh. Gue yakin kalian masih memiliki perasaan yang sama."

Nana mengehela nafas pelan. "Ini waktunya kakak memperjuangkan Arsya lagi. Gue yakin, kali ini gak akan ditolak. Pelan-pelan aja, nikmati prosesnya. Gue duluan ya, kak."

Nana meninggalkan Kenan yang terdiam. Ucapan Nana memberikan setitik harapan untuk dirinya memperjuangkan Arsya kembali.

***

Pagi harinya, Kenan bersiap dengan celana jeans panjang berwarna hitam, dipadukan kemeja kotak-kotak lengan pendek. Kenan meraih dompet, ponsel, dan kunci mobilnya yang ada di atas nakas, lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

"Mau kemana, Ken?"

Kenan menoleh ke arah dapur, saat kakinya baru saja menginjak tangga terakhir. "Mau ke rumah sakit bentar, bun."

"Jenguk siapa?"

"Teman. Aku berangkat dulu, Assalamualaikum." ucap Kenan seraya mencium tangan bundanya.

"Waalaikumsalam, hati-hati."

Beberapa menit kemudian, Kenan telah sampai diparkiran rumah sakit, tempat Arsya dirawat. Kenan meraih parcel buah ditangan kirinya, dan keluar dari mobil.

Kenan berjalan ke reception untuk bertanya dimana ruang rawat Arsya. Setelah diarahkan oleh beberapa suster yang ia lewati, Kenan sampai di depan ruangan Arsya yang tampak ramai diluar.

REGRET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang