Sebuah Buku

812 546 454
                                    

- Happy Reading -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- Happy Reading -


"Lo tau tempat sebagus ini dari mana?"

Aksara yang sedang mencari buku di rak perpustakaan menatap Nadia sebentar, lalu kembali memilih buku. "Teman," ucap Aksara tetapi terdengar ragu.

"Temen lo keren juga ya seleranya. Kapan-kapan ajakin gue ketemu sama mereka boleh nggak?"

"Nggak bisa,"

Cewek itu menolehkan kepala sepenuhnya menatap Aksara bingung. "Kenapa nggak bisa?"

"Bukan urusan lo." ketusnya.

"Kok gitu? Gue mau nambah temen masa nggak dibolehin?!"

Aksara memilih diam tak menanggapi Nadia. Mereka menelusuri setiap rak mencari buku yang diinginkan. "Nad," panggilan Aksara untuk pertama kalinya setelah mereka lama kenal. Lama apa padahal juga baru dua hari kenalan.

"Apa?"

Aksara terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. "Kenapa lo gak menjauh?"

Pertanyaan ambigu Aksara membuat Nadia kebingungan. "Hah? Menjauh?"

Aksara menganggukkan kepala. "Menjauh gimana? Lo kan temen gue, masa nggak ada salah apa-apa gue jauhin."

"Lupain."

Aksara dengan seenak hatinya menyuruh untuk melupakan. Dirinya saja masih bingung dengan maksud tiba-tiba cowok itu. Menjauh? Nadia nyaman-nyaman saja berada di dekat cowok itu. Apa Aksara yang risih didekati olehnya? Ah masa bodo sebelum rasa penasaran dirinya belum terbayarkan Nadia akan tetap mengulik kisah hidup cowok itu. Katakanlah Nadia tak tau diri, baru kenal sudah ikut campur kehidupan orang lain. Nadia tak perduli dia hanya ingin berada di dekat cowok itu, walaupun Aksara mengusirnya dia akan tetap bertahan.

"Suka sajak atau puisi?"

Aksara tiba-tiba menyodorkan dua buku di hadapan Nadia. Yang satu berwarna hitam dan satunya lagi berwarna putih bersih. "Emm, dua-duanya suka sih!"

Cowok itu mengulurkan buku berwarna hitam kepadanya dengan judul berukiran emas. "Nada untuk Nadia," bacanya. "kok mirip nama gue?" bingung Nadia yang hanya dijawab oleh angin. Tiba-tiba tangan besar Aksara mengusap surai hitam kecoklatan milik Nadia. Cewek itu tertegun merasakan belaian tangan di rambutnya.

"Baca aja itu bagus!"

***

Pukul setengah tujuh malam mereka baru saja sampai di depan rumah Nadia. Aksara harus mengantar cewek itu dulu sebelum pulang. Sebenarnya dia enggan mengantar tapi sebagai cowok ia harus menjaga kaum lemah lembut seperti pesan ibunya.

"Thanks buat hari ini Aksara!" senyum ceria Nadia.

"Hmm."

"Bokap lo udah balik?" pertanyaan tiba-tiba dari Aksara membuat Nadia merasa diperhatikan.

Cewek itu melihat lampu rumahnya yang belum menyala, pertanda sang ayah belum pulang. "Emm belum deh, biasa lembur!"

"Hati-hati." pesan cowok itu.

"Siap kapten!" gurau Nadia. Aksara hanya tersenyum tipis.

"Emm sekali lagi makasih ya udah mau ajak gue ke tempat tadi," Aksara hanya mengangguk. "dan makasih buat ini," Nadia mengangkat buku 'Nada untuk Nadia' karena berkat bantuan Aksara dia bisa meminjam buku itu tanpa melalui proses yang sedikit rumit seperti biasanya.

"Iya, sana masuk!" perintah Aksara. Aksara perlahan sudah mulai mau banyak bicara setelah Nadia menceritakan alasannya pindah ke sini, kemudian dirinya mencoba membuat wajah seimut mungkin dan terlihat konyol di mata Aksara. Aksara yang sudah tak tahan dengan tingkah lucu cewek itu akhirnya tertawa terbahak-bahak bersama dengan Nadia yang terlihat senang.

Melihat wajah Nadia itu, seperti magnet tersendiri bagi seseorang seperti Aksara yang dingin dan irit bicara. Nadia yang tambah cantik dengan wajah babyface-nya dapat mengubah ekspresi datar Aksara menjadi tawa. "Hati-hati Aksara!" teriak Nadia yang sudah berada di depan pintu rumahnya.

Aksara menganggukkan kepalanya sekali dan bergegas menaiki sepedanya, setelah memastikan cewek itu sudah masuk rumah. Baru lima menit menjauh dari gerbang rumah Nadia rintik hujan turun dengan derasnya. Aksara bergedik kedinginan saat air hujan yang begitu dingin menguyur tubuhnya. Ia tadi hanya mengenakan kaos panjang yang tipis dan celana jeans pendek. Aksara lupa mengenakan jaket, Ibunya pasti sudah khawatir melihat jaket yang dirinya siapkan lalai dipakai sang putra.

Aksara mengayuh sepeda di tengah hujan deras. Mau meneduh pun sudah terlanjur basah. Lagipula hari sudah malam pasti Ayah dan Bundanya sudah menanti dirinya didepan rumah dengan handuk dan selimut ditangan keduanya. Iya se-khawatir itu kedua orang tuanya. Jangan heran apalagi iri dengan dirinya yang sangat diperhatikan oleh orangtuanya.

To be continued....

Untaian Aksara | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang