- Happy Reading -Selama seminggu Nadia setelah pulang sekolah selalu menyendiri di kamar Aksara. Saat di sini ia bisa merasakan kehadiran cowok terkasih itu walaupun hanya tertinggal aroma parfum darinya, bukan pemilik nyatanya. Ia akan membawa buku hitam yang selalu ditulis Aksara. Hanya membawa belum berani membukanya.
Sehari setelah kepergian Aksara, Nadia mengurung diri. Tak mau makan ataupun melakukan sesuatu. Hanya meringkuk di bawah selimut dengan buku 'Nada untuk Nadia' di pelukannya.
Cklek.
Pintu berwarna hitam kesukaan Aksara terbuka menampakkan wajah sahabat Aksara yang juga selalu ke sini jika rindu dengan cowok itu, tapi hanya sesekali tak sesering Nadia. Mereka semua hanya duduk di ranjang Aksara terdiam, lalu menghela nafas. Begitu seterusnya. "Nad," panggil Jeje.
Nadia hanya menoleh, wajah sayunya terlihat menyedihkan. Lingkaran hitam di bawah matanya sangat kentara sekali. Setelah kepergian Aksara tidur Nadia tak nyenyak. Kadang terbangun di tengah malam, lalu menangis diam-diam. Mendekap foto mereka berdua saat di danau dengan erat.
"Kapan lo ke rumah Aksara?"
Rumah yang dimaksud adalah tanah basah di area pemakaman. Di sana rumah baru Aksara terletak. "Nanti."
"Aksara pasti nungguin lo," ucap Echan hati-hati agar tak terkesan memaksa cewek itu agar segera ke rumah baru Aksara. Aksara pasti sangat menunggu kehadiran pemilik hatinya itu. Mereka tau jika Aksara cinta mati sama Nadia, buktinya Echan dimarahin sewaktu menelepon Nadia, Aksara tak mau jika cewek itu mengetahui tentang keadaan dirinya yang sesungguhnya. Sehingga cowok itu hanya mengatakan jika ada seseorang yang menunggu kedatangannya. Saat ia berbicara dengan Nadia kala itu, Aksara sudah akan menghembuskan nafas terakhirnya. Aksara hanya ingin mendengar suara Nadia sebelum pergi, hingga mereka semua yang berada di sana mati-matian menahan tangis. Setelah telepon diakhiri saat itu juga Bang Marchel yang berada di telinga kanan dan Ayah yang berada di telinga kiri Aksara mengucapkan lafal talqin. Membantu Aksara menuju jalan terang benderang menuju surga. Saat itu juga tangis Bunda pecah, memeluk tubuh tak bernyawa putranya. Rasanya beban Aksara selama lima tahun ini berakhir juga. Aksara lega tubuhnya tak merasa sakit lagi.
Nadia hanya terdiam, masih ragu dengan kesiapannya agar tak menangis di hadapan Aksara. Pasti cowok itu tak akan suka. Bunda tiba-tiba datang mengambil duduk di sofa samping Nadia. Menggenggam tangan cewek itu. "Bunda aku kangen Aksara," cicit Nadia menunduk, kembali meneteskan air matanya.
"Sudah jangan tangisi anak Bunda. Ayo senyum! Seminggu ini Bunda belum melihat senyum cantik anak Bunda ini," Bunda Aksara menangkupkan kedua tangannya di wajah Nadia. Melihat wajah murung itu yang perlahan senyum tipis sangat tipis.
"Udah ya sedihnya. Aksara pasti juga sedih melihat bidadarinya menangis. Apalagi karena dirinya,"
Dan Nadia semakin meredam isak tangisnya di dada Bunda. Bunda membiarkan, setelah ini pasti Nadia tak akan menangis lagi. "Nadia maafin Aksara ya, Bunda tau pasti anak kecil itu sudah memberikan kamu harapan yang tak pasti bukan? Karena dia nggak mau memberikan janji dan berakhir dia sendiri yang tak bisa menepati. Jadi maafin anak Bunda ya sayang."
Nadia menganggukkan kepalanya sekali. Bunda mengusap punggung Nadia. Tangan ini mengingatkan Nadia akan usapan Mama dan– Aksara.
"Dan untuk kalian," Bunda memandang sahabat anaknya. "Terima kasih sudah mau menjadi teman Aksara. Aksara menjauhi kalian ada sebabnya, karena dia tak mau kalian merasa kehilangan bila ditinggalkan tiba-tiba seperti ini,"
Ketiganya hanya diam menunggu penjelasan Bunda. "Dia ingin kalian terbiasa tanpa kehadirannya agar kalian tak sesedih ini."
"Sebenarnya Aksa sakit apa Bun?" Icung dengan segala rasa penasaran dirinya.
Bunda tersenyum. "Leukimia stadium akhir."
"Sejak kapan?"–Jeje.
"Lima tahun yang lalu sekitar SMP kelas VII. Sebetulnya tiga tahun yang lalu sudah sembuh, tapi entah kenapa diagnosa dokter menyatakan jika penyakit itu kembali. Dan Aksara yang sudah pasrah akan hidup hanya mengandalkan obat, tak mau di kemoterapi ataupun dirawat." sedih Bunda teringat akan perjuangan sang putra melawan penyakitnya. Bunda kembali meneteskan air mata.
Mereka semua tambah merasakan kesedihan mengetahui penyebab cowok dengan sejuta kesakitan itu menderita sejak lima tahun yang lalu.
***
Keesokan paginya Nadia dengan sebuket bunga memantapkan hati untuk mengunjungi Aksara ditemani Laras dan Echan. Mereka hanya takut jika tiba-tiba Nadia pingsan di pemakaman jadi ditemani oleh keduanya. Jeje dan Icung entahlah mereka seperti berada di danau. Merenung. Nadia berlutut di samping batu nisan yang terukir nama sang terkasih. Meletakkan buket bunga di tangannya ke tanah yang masih berwarna kecoklatan. Rumah baru Aksara.
Aksara Laksamana
Lahir: 09 Februari 2003
Wafat: 09 Februari 2021Nadia mengusap nisan itu, meneteskan air matanya tak menyangka jika Aksara akan meninggalkan dirinya secepat ini. "Aksara aku datang. Ma-maaf a-ku ter-lambat. Aksara kata-nya ma-mau ketemu se- setelah aku kem-bali dari Ja-karta. Kenapa kamu me-memilih bertemu Tuhan ter-lebih dahulu sebelum bertemu aku? Ak-sara aku kan-gen kamu. Ak-sara aku cin-ta kamu."setelah terbata-bata mengucapkan itu tubuh Nadia limbung segera ditahan Echan yang berdiri di belakang dengan sigap membawa tubuh itu ke-gendongannya.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Untaian Aksara | Na Jaemin
Fiksi Remaja"Hidup itu perihal meninggalkan dan mengikhlaskan." - Aksara "Aksara walaupun kau tak ku genggam tapi aku enggan melupakan."-Nadia Pertemuan singkat adalah hal yang paling susah dilupakan oleh sebagian orang termasuk kenangan sesaat yang mereka buat...