19 - Crystal Clear

39.8K 4.6K 271
                                    

Everything's is crystal clear now

***

Senyum yang sedari tadi mengembang, layu dalam sekejap. DJ Al berdiri, dia mengintip arlojinya cepat, lalu kembali menatapku. sementara aku, masih mematung di tempat yang sama. Kehabisan kata, dan bingung dengan semuanya.

Kenapa dia ada di sana? Kenapa yang melihatku sekarang adalah orang yang sama dengan seseorang yang beberapa hari lalu menyatakan rasa sukanya padaku. Kenapa DJ Al adalah dia? Aku tertawa miris, menertawakan diri sendiri yang sekali lagi telah dipermainkan makhluk yang bernama lelaki. Jadi, kenapa DJ Al adalah Axel?

Lelaki itu duduk kembali di kursi siarannya dan mengatakan sesuatu lewat mikrofon di depannya. Mas Anton yang sudah memakai headphone, memberi isyarat padaku dan menunjuk pengeras suara di dinding. Tiba-tiba suara DJ Al terdengar memenuhi ruangan kecil di luar studio tempatnya siaran.

".... dan kalian juga pasti sama terkejutnya kaya gue, kalo tau siapa yang ada di luar ruangan tempat gue siaran sekarang. Ada yang masih ingat cerita Author yang viral beberapa waktu lalu?

"Yup, she is here, guys. And by the way, she is ... kalian pasti penasaran kan sama rupanya? Sayangnya gue nggak bisa kasih tau kalian ...."

Aku nggak mendengar lanjutan siarannya dan langsung keluar dari ruangan itu. Tanganku mengepal erat entah sejak kapan. Rasanya begitu marah, lagi-lagi dibohongi orang yang sudah kupercaya, apalagi aku sudah menitipkan hati padanya, walau belum seutuhnya. Rasanya tetap sama menyakitkan.

Aku berjalan cepat, keluar dari stasiun radio ini. Kenapa rasanya hampir sama, seperti saat malam-malam menemukan kebohongan Egha dan Arlin? Kenapa aku mengulangi kebodohan yang sama? Aku sedikit berlari kecil, ingin segera sampai di mobil begitu sudah di luar gedung.

"Tunggu!" Axel menutup kembali pintu mobil yang baru saja kubuka. Sejak kapan dia di sini? Kenapa aku nggak sadar saat dia mengikutiku?

"Aku jelasin. Please, jangan pergi dengan tergesa-gesa seperti ini," sambungnya, masih dengan napas terengah-engah. Pasti dia berlari saat keluar dari studio tadi.

Tangan kiriku meremas pinggiran celana. Gugup, bingung harus menjawab apa. Aku juga marah, dia pasti juga tahu soal itu.

"Please, aku tau kamu marah." See, dia bahkan mengatakan apa yang ada di pikiranku.

"Tapi kasih aku waktu buat jelasin semuanya."

Aku menghela dan mengembuskan napas panjang, lalu memejamkan mata sesaat. "Okay, tapi nggak sekarang, Mas." Axel melepas tangannya yang sedari tadi menahan pintu mobil. Terlihat kecewa dengan keputusanku.

"Besok?" tanyaku kemudian. Dan satu kata itu berhasil merubah ekspresi mukanya, menjadi lebih semringah.

"Beneran?" tanyanya lembut dan terlihat berhati-hati. Sedangkan, aku hanya mengangguk menjawabnya. Lalu dia berdeham dan mengantongi tangannya.

"Kamu ... perlu kuantar, nggak?" tanyanya lagi.

"Aku udah enam tahunan ini nyetir sendiri. So, I'll be fine."

Axel mengulum senyum dan menggeleng kecil, lalu berkata, "Aku khawatir kamu nyasar ke Cileduk lagi."

Sialan! Nggak lucu! Okay, mungkin lucu kalau nggak sekarang ngomongnya. "Jangan khawatir, aku nggak akan nyasar. Biar kuaktifkan GPS menuju ke rumah, puas!" sarkasku, sambil membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalamnya.

Axel mengetuk-ngetuk pelan jendela mobil. Aku pun menurunkan jendela, memberinya kesempatan untuk bicara sedikit lagi.

"Illy, aku tau kamu kesal, marah atau banyak hal yang lainnya, tapi please, malam ini lupain dulu semuanya. Tidurlah yang nyenyak dan besok kita bicarakan semuanya, okay," katanya sambil menjulurkan tangan mengelus rambutku. Tapi kali ini aku menghindar. Dan Axel pun menarik tangannya. Segera kututup kembali jendela dan melajukan mobil, berlalu dari sana.

Cwtch (Completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang