1 - Surprise!

97.9K 6.8K 353
                                    

I wanted to surprise him, but then I surprised myself - Illy

***

Harusnya nggak gini. Harusnya saat ini kami lagi bahagia-bahagianya. Harusnya, sekarang kami sedang ngerayain ulang tahunnya berdua. Harusnya ... harusnya ....

"Aargh! Brengsek!" Aku menengadah, menahan air mata yang terus-menerus keluar. Napas juga masih tersengal-sengal. Setir mobil pun berkali-kali jadi sasaran pukulanku. Gimana bisa mereka sejahat itu? Jadi, selama ini ... mereka ada main di belakangku?

Akhirnya, kutelungkupkan kepala di setir mobil, masih meratapi diri sendiri. Merutuki kebodohanku yang entah sudah berapa lama tertipu sandiwara busuk mereka. Kalau bukan karena ingin memberi kejutan buat Egha, mungkin mereka akan terus membohongiku dan aku dengan naifnya akan terus percaya.

Padahal tadi sore semua baik-baik saja. Bahkan ketika Arlin menelepon ... ah jadi begitu rupanya. Kali ini aku tertawa miris, ketika teringat pembicaraan dengan Arlin. Jadi ada tujuan khusus di balik percakapan basa-basi itu. Kusandarkan badan di jok mobil lagi, sambil memutar kembali semua peristiwa hari ini.

Bego banget kamu, Illy!

Kuraih ponsel dari atas nakas saat nada panggilnya meraung-raung. "Hmm ... apa, Lin?"

"Illy"

"Wait, wait, gue pake earphone dulu ... ok, lanjut." Kudengarkan suara Arlin di seberang, sambil tetap sibuk membungkus hadiah yang kusiapkan untuk Egha.

"Lo, be- hok jadi ngerihet ... di kan-hor gue, 'kan?" tanya Arlin dan sepertinya dia bertanya sambil mengunyah sesuatu, karena suaranya terdengar kurang jelas. Untung saja, aku berhasil menangkap inti pertanyaannya. Ini soal rencana melakukan sedikit wawancara untuk bahan riset novelku di kantornya. Kantor mereka tepatnya, Egha dan Arlin.

"Jadilah! Lo makan apaan, sih? Ngomong kaya orang kumur-kumur," protesku, yang malah ditanggapi dengan gelak tawa. Kebiasaan, nggak berubah-berubah memang temanku yang satu ini. Orang ngomong serius ditanggapi bercanda. "Gue serius, stop dulu makannya! Terus kenapa lo nelepon gue, cuma mo nanya itu doang? Gue sibuk, nih!" Iya, beneran memang aku lagi sibuk dan nggak mengada-ngada. Sibuk menyiapkan kejutan spesial buat Egha. Hanya membayangkan saja, sudah membuat aku senyum-senyum sendiri.

"Iya, iya, sori. Besok, jemput gue, ya?" Duh, padahal niatnya besok itu aku mau bareng sama Egha, eh si Arlin malah minta dijemput lagi. Tapi, nggak apa-apa deh. Di kantor juga bakal ketemu sama Egha.

"Iyeee, gue jemput lo."

"Yes! Thank you, sayangku. Jangan telat lho ya, besok gue ada meeting pagi. Jadi, lo malem ini tidur cepet, ya! Lo nggak ada acara ke mana-mana, 'kan?"

Sempat terkejut dengan pertanyaannya yang menjurus ini, tapi akhirnya aku menjawab, "Enggak, nggak ada kok, gue di rumah aja." Sori, Lin, aku terpaksa bohong. Aku takut kamu keceplosan kalau nggak sengaja ketemu Egha di kantor.

Urusan kado udah siap, tinggal memikirkan bagaimana caranya keluar rumah malam-malam. Bilang jujur ke Papa, sama saja bunuh diri. Secara Papa nggak suka sama Egha, karena ... ya adalah pokoknya. Intinya, sekarang aku mesti cari cara ....

Ah, Pak Dirman, cuma dia yang bisa bantu. "Aduh, Non, saya nggak berani. Kalau ketauan Bapak bisa dipecat nanti. Terus istri sama anak saya makan apa?" Sayangnya, dia langsung menolak mentah-mentah untuk turut serta jadi partner in crime-ku. But, well, jangan panggil aku Illy, kalau aku langsung menyerah begitu saja.

Akhirnya, dengan jaminan kalau sampai ketauan Papa, aku yang akan menanggung semuanya. Ditambah iming-iming koleksi komik yang akan kuhibahkan ke anaknya, Pak Dirman bersedia membantuku menyelinap keluar rumah.

Senyumku sedari tadi mengembang, membayangkan segala kemungkinan reaksi Egha. Pastinya dia kaget banget. Tahun kemarin, aku nggak memberi kejutan apa pun, hanya keluar untuk makan malam. Makanya, dia pasti nggak nyangka dengan surprise yang sudah kusiapkan malam ini.

Pas banget, aku sampai di depan kos-an Egha beberapa menit jelang tengah malam. Dengan kue dan kado di tangan, tak lupa memasang senyum ceria, aku mulai berjalan pelan menuju gerbang. "Tumben, nggak digembok?" Aku bertanya-tanya sendiri, karena yang kutahu biasanya kos-an Egha ini selalu dalam posisi tergembok.

"Harusnya kamu nggak perlu repot-repot, gini ...." Egha? Langkahku otomatis berhenti, ingin memastikan suara lelaki yang baru saja kudengar dari balik gerbang kos-an ini milik siapa. Entah kenapa aku malah mengendap-endap. Barusan itu, kaya suara Egha. Iya bukan, sih?

"Mau gimana lagi, nanti malam kamu pasti rayainnya sama dia, 'kan? Lagian aku mau jadi orang pertama yang ngucapin ke kamu ... happy birthday ya, Sayang, semoga ...." Aku nggak tahu apa kelanjutan ucapan selamat itu. Aku hanya ... hanya ....

Aku bahkan nggak tahu harus ngapain? Tiba-tiba, tubuhku seolah mati rasa, hanya ada rasa nggak nyaman dalam dada. Sesak. Tanganku terulur, meraba bagian yang terasa nyeri, karena tahu siapa lawan bicara Egha. Dari suaranya, aku sudah bisa menebaknya. Tapi bisa saja aku salah, 'kan? Nggak mungkin mereka ....

Tanganku mulai terulur ke arah pintu gerbang yang memang sudah sedikit terbuka, sepertinya ia bergerak sendiri tanpa kusadari. Kudorong pelan, dengan perasaan membuncah. Pasti, tadi aku salah dengar. Mungkin ini orang lain, bukan mereka.

Tapi nyatanya, semua dalih yang kupikirkan sia-sia. Apa yang tampak di depanku, seketika meruntuhkan segala kebahagiaan yang kubawa dari rumah kemari. Bahkan, mereka sama sekali nggak menyadari kemunculanku, saking asyiknya saling memagut bibir satu sama lain. Air mata pun menetes di luar kemauanku.

Dering ponsel, menyadarkanku dari lamunan panjang. Lagi-lagi panggilan telepon, masih dari Egha yang tetap kuabaikan seperti sebelum-sebelumnya. Egha dan Arlin memang terus-menerus menelepon dari tadi. Setelah dering panggilan dari Egha berhenti, dilanjutkan beberapa pesan muncul masih darinya. Dengan isak yang masih sedikit tersisa, akhirnya kuputuskan membaca pesan-pesan itu.

From: Egha

Kamu dmn?

Sayang, aku bisa jelasin, kasih tau kamu di mana, biar aku jemput kamu

Aku di dpn rumah kamu, kata pak dirman kamu belum balik

Sebenernya kamu dmn?

Plis, kita bicarain baik2 ya

Hah? Mau menjelaskan apa, bicarakan baik-baik katanya? Selain Egha, rupanya Arlin juga sibuk mengirimkan beberapa pesan.

From: Arlin

Illy, gue bisa jelasin

Pls, gue tau gue salah, maafin gue Illy

Illy, jawab telpon gue pls

Selesai membaca semua pesan itu, kubuka menu kontak di ponselku dan tanpa berpikir panjang segera kublokir kontak kedua pengkhianat itu. Walau setelah melakukannya, nggak membuat sakit di hatiku berkurang. Tangisku pun pecah kembali.

Aku menoleh ke luar jendela. Jalanan tampak lengang, tentu saja ini dini hari. Tiba-tiba, satu kenyataan baru mendera. Seperti orang bodoh, mengira-ngira sendiri, aku ini di mana?

"Sial!"

***Tika R Dewi***

Cwtch (Completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang