"Yang pake topi jangan sampe lepas!" Teriak Mira.
Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya, ia meletakkan dagunya di tembok pembatas koridor lantai dua. "Malu-maluin, Mir."
Mira tertawa kecil, ia menopang dagunya menggunakan tangan kanannya yang ia letakkan di atas tembok pembatas. Sudah bermenit-menit ia dan Vivi berdiri di koridor sambil melihat calon siswa kelas 10 yang sedang dijemur di tengah lapangan.
Vivi menunjuk calon siswa kelas 10 satu persatu sambil bernyanyi, "Cap-cip-cup, kembang kuncup. Pilih mana yang mau dicup."
"Dapet siapa tuh?" Ucap Mira kegirangan.
Vivi memicingkan matanya, ia mendekatkan wajahnya sambil berpegangan tembok pembatas agar tidak terjatuh. "Ashel."
"Cakep juga, ya." Gumam Mira, ia tersenyum miring, memposisikan tubuhnya berjinjit. "Ashel! Ashel!"
Setelah memanggil nama Ashel dengan sangat keras, Mira langsung bersembunyi di balik tembok dan menyisakan Vivi yang masih termenung mendapat tatapan mata dari semua calon murid kelas 10 itu. Vivi tersenyum kikuk, ia mengangkat tangan kanannya ke atas lalu ia lambaikan pelan.
"Bangsat lu, Amirah!" Ketus Vivi sambil masih berusaha untuk tersenyum.
Mira tertawa terbahak-bahak, ia tidak bisa menyembunyikan humornya yang terlalu rendah. Semenjak berteman dengan Vivi, semakin hari tingkat humornya semakin rendah. Ia bisa menertawakan satu hal yang sederhana dan tidak lucu, seperti saat ada seseorang sedang bersin dan Mira bisa tertawa terpingkal-pingkal karena hal itu.
Vivi menurunkan tangannya seiring pandangan calon murid kelas 10 itu kembali fokus ke depan. Ia menghela napas lega setelah dapat terlepas dari tatapan-tatapan aneh dari calon adik kelasnya itu.
Mira kembali berdiri di samping Vivi sambil sesekali tertawa, "Anak kelas 10 cakep-cakep, ya."
"Lumayan buat simpenan." Ucap Vivi.
"Hari ini hari terakhir mos, kan?"
Vivi mengangguk kecil, ia kembali meletakkan dagunya di tembok pembatas, "Hari ini acara pamungkas."
"Pamer ekskul."
Vivi menguap sekali, ia mengusap sudut matanya yang berair, "Duh, lama banget ya Allah."
Mira menoleh, ia melihat Vivi yang tidak bersemangat hari ini, bukan karena Vivi terpaksa menemaninya menggoda murid baru, tapi Vivi malas menunggu giliran anak basket untuk memamerkan diri.
"Ara perwakilan musik, ya?" Tanya Vivi.
"Katanya jatahnya paling akhir, abis anak basket."
Vivi mengangguk, ia memejamkan matanya sebentar, "Bisa-bisa gue tidur di sini."
Mira menyikut lengan Vivi, ia menunjuk ke tengah lapangan, "Yessica, Drun!"
Vivi membuka matanya lebar-lebar, ia menegakkan tubuhnya lalu tersenyum lebar. "Akhirnya ya Allah."
"Panggil namanya."
Vivi menatap tajam ke arah Mira, ia mengangkat telunjuknya ke atas, "Kalo lo sampe manggil namanya Yessica, gue bunuh lu."
"Dih, posesif." Sindir Mira.
"Bukan posesif, lu kalo manggil orang langsung sembunyi, gue yang malu, tolol!" Ketus Vivi.
Mira tertawa kecil, ia menangkupkan kedua tangannya ke depan dada, "Sorry, bos."
Vivi mendengus sebal, ia kembali menatap ke tengah lapangan untuk melihat aksi anak basket. Ia paling suka waktu Chika sedang bermain basket lengkap dengan jersey warna biru yang melekat di tubuhnya Chika. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya walaupun hanya sedetikpun, bahkan rasanya ia tidak mau berkedip agar tidak melewatkan setiap momen ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katarsis
Teen FictionKetika takdir mengatakan 'tidak', apa yang akan mereka lakukan selanjutnya?