"Buk! Ibuk!" Teriak Vivi dari dalam kamar mandi.
Vivi menyipitkan matanya, ia mendekatkan telinganya di belakang pintu, "IBUUK!!"
"Astaghfirullah, ada apa, Vi?" Tanya ibunya begitu sampai di depan kamar mandi setelah berlarian saat mendengar teriakan Vivi.
Vivi mengusap busa sampo yang ada di keningnya, "Sabun yang kemarin beli mana?"
"Emang disitu gak ada?"
Vivi membuka matanya sedikit, ia melihat rak sabun lalu menggeleng, "Gak ada."
"Oh, dibawa sama Saktia paling. Dia Darmawisata, kan?"
"Trus aku sabunan pake apa? Di sini gak ada sabun sama sekali."
"Pake sampo." Ucap ibunya kemudian berjalan meninggalkan Vivi.
Vivi memejamkan matanya, ia mengusap dadanya sambil meminta dirinya untuk tenang. Kalau ia diperbolehkan mengumpat dengan kata-kata kasar, sudah pasti satu kebun binatang ia sebutkan.
Kemarin ia dibuat kesal dengan Saktia yang salah memberi barang dan sekarang Saktia mengambil sabun yang baru kemarin ia beli tanpa berkata apapun kepada dirinya. Benar-benar kakak durhaka.
"Ya ampun." Keluh Vivi.
Tanpa banyak berpikir lagi, ia tetap mandi menggunakan sampo. Perlu beberapa gayung air untuk membilas tubuhnya supaya sampo-sampo tidak menempel di tubuhnya. Rasanya aneh saat ia seharusnya menggunakan sabun mandi dan sekarang ia harus menggunakan sampo.
"Vi, cepetan. Saktia hampir sampe kampus, kamu jangan lupa jemput kakakmu." Ucap ibunya yang kembali mengingatkan dirinya.
"Iya-iya." Gumam Vivi.
Vivi membuka pintu kamar mandi, ia keluar dari kamar mandi hanya memakai kaos pendek dan celana pendek saja. Tangannya asik mengeringkan rambutnya yang masih basah.
Ibunya melihat pakaiannya dari atas ke bawah, "Pake celana yang agak panjang, trus itu bajunya ditutupin kemeja atau jaket, biar gak dingin."
"Iya-iya." Vivi melempar handuk ke dalam keranjang pakaian kotor, ia berjalan melewati ibunya menuju kamarnya.
"Kunci mobil ada di depan tivi."
"Iya." Teriak Vivi dari dalam kamarnya.
Malam ini ia harus menjemput satu-satunya kakak yang ia punya ke kampus, Saktia mengikuti darmawisata yang dimulai tadi pagi sebelum subuh sampai sekarang jam 8 malam. Karena hanya Vivi dan Sakti saja yang bisa mengendarai motor dan mobil, jadi mau tidak mau Vivi harus menjemput Saktia.
"Buk, aku mau sekalian tukerin barang yang kemarin dibeli kak Saktia." Ucap Vivi sambil berjalan keluar dari kamarnya.
"Iya, hati-hati. Ada uang, kan?"
Vivi mengangguk, ia mengambil kunci mobil di depan tivi. "Ada kok."
"Beli vitamin yang bagus buat Rara, kasian lagi sakit."
"Iya." Vivi salim kepada ibunya yang duduk di depan tivi, ia mencium pipi ibunya sekilas. "Aku pergi dulu."
"Hati-hati."
"Assalamu'alaikum." Vivi menutup pintu rumahnya tanpa menunggu jawaban salam dari ibunya.
Mobil yang dimiliki Vivi tidak seperti mobil-mobil pada umumnya, ia hanya memiliki mobil dengan bak terbuka, sebuah Tossa, dan satu sepeda. Ia bukan anak orang kaya yang bisa membeli apa saja sesuai dengan keinginannya, jadi ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya.
Vivi mengecek barang-barang yang ada di dalam bak terbuka, ia mengangguk kecil lalu berlari untuk membuka pintu samping mobil. Ia akan menukar barang-barangnya itu terlebih dahulu baru kemudian menjemput Saktia di kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katarsis
Teen FictionKetika takdir mengatakan 'tidak', apa yang akan mereka lakukan selanjutnya?