"Drun, kagak makan lu?" Tanya Mira.
Vivi menggeleng pelan, ia masih meletakkan kepalanya di atas meja. Sudah hampir seminggu ia tidak berbicara dengan Chika, lebih tepatnya ia menghindari untuk kontak apapun dengan Chika. Ia menjaga jarak dengan Chika.
Mira menghela napas panjang, "Nyokap lo udah bikinin bekal, masa gak lo makan?"
Vivi mengambil bekal dari dalam tasnya lalu ia berikan kepada Mira. "Makan aja kalo lo laper."
Mira berdecak sebal, ia menarik kotak bekal dari tangan Vivi lalu ia letakkan di atas mejanya Vivi. "Harusnya orang sakit itu makan, bukan malah kayak gini."
"Orang sakit itu gak bisa ngerasain makanan, jadi gak mau makan."
"Kita masih tes, lo gak boleh sakit." Ucap Mira sambil membuka kotak bekalnya Vivi.
Vivi menegakkan tubuhnya, ia menatap malas ke arah Mira. "Lo bener-bener nyebelin."
"Makan." Mira menarik kotak bekal ke depan Vivi, setelah itu ia memainkan ponselnya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Vivi meraih sendok, "Masih ada 15 menit sebelum tes lagi, lo gak belajar?"
Mira meletakkan ponselnya di atas meja, ia meraih kertas contekan, "Gue punya ini, kalo kepepet bisa dimanfaatin."
Vivi memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya, ia meraih ponselnya dan melihat tidak ada pesan atau telfon dari Chika. Sudah empat hari ini Chika tidak menelfon atau mengirimkan pesan singkat, padahal sebelumnya hampir setiap jam Chika selalu mengirimkan pesan singkat.
Vivi sama sekali tidak pernah membaca pesan atau menjawab panggilan dari Chika. Ia masih dalam mode menenangkan diri setelah apa yang diucapkan oleh mamahnya Chika. Ia sadar kalau dirinya miskin, ia tahu kalau beberapa kali ibunya harus berhutang ke tetangga, tapi ia sangat benci dengan orang yang merendahkan orang tuanya.
Ia sudah membulatkan tekadnya dengan penuh untuk hidup seperti biasa saat ia belum mengenal Chika. Ia tidak mau memaksa Chika untuk menerimanya dan menentang kedua orang tuanya Chika.
"Oh ya, kak Viny udah gak dateng ke rumah lo, ya?" Tanya Mira.
Vivi mengangguk, ia memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya, "Udah dua hari gak ke rumah, kata kak Saktia lagi sibuk, tapi siapa yang percaya sama ucapannya kak Saktia?"
"Gak ada." Mira tertawa terbahak-bahak, ia memukul lengan Vivi pelan.
Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya, "Makanya gue gak percaya."
Mira menegakkan tubuhnya, ia menatap Vivi, "Kandang sapi lo gimana?"
"Udah selesai, besok pagi sapinya dateng 3."
"Mau persiapan buat qurban, ya?"
Vivi mengangguk, "Iya, untungnya lumayan."
"Lo sama Chika gimana?" Tanya Mira.
Vivi berhenti mengunyah, ia terdiam selama 20 detik penuh sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaannya Mira. "Hampa."
"Dia masih ngehubungin elo?"
Vivi menggeleng pelan, "Udah 4 hari gak ada apa-apa."
Mira menoleh, "Mau cek ke rumahnya?"
Vivi menaikkan satu alisnya ke atas, "Mau bunuh diri?"
Mira terkekeh pelan, "Apa lo gak kangen Chika?"
"Banget." Lirih Vivi, ia menunjuk hatinya, "Tapi gue udah yakinin diri buat gak ketemu Chika."
KAMU SEDANG MEMBACA
Katarsis
Novela JuvenilKetika takdir mengatakan 'tidak', apa yang akan mereka lakukan selanjutnya?