[huit]

1K 149 46
                                    

Haechan memasuki rumah dengan tenang, pintu rumahnya seperti biasa, selalu tertutup rapat seperti tak berpenghuni. Membuka pintu utama Haechan mengucapkan salam, melepaskan sepatu dan meletakkanya di rak samping daun pintu di dekat dinding.

"Bundaa.."

Haechan terus berjalan menuju kamarnya, meletakkan dulu tas dan segala atribut sekolah miliknya. Mengganti baju santai lalu bersalan kearah kamar sebelahnya, kemungkinan besar bundanya ada disana.

Ceklek

"Bunda?"

Haechan mengernyit ketika tak menemukan bundanya disana, berjalan memasuki ruangan yang berwarna biru awan yang didalamnya masih rapih dan bersih. Bundanya merawat kamar sang kakak dengan begitu baik.

Krantang

Haechan tersentak, bergegas berlari menuju suara nyaring itu berasal. Membelak ketika melihat Bunda yang berdiri dengan berderai air mata di dekat meja pantry di dapur. Haechan menggeleng, menahan pisau yang berada ditangan Bunda.

"Bun.. sadar Bun", Bunda masih dengan tatapan kosongnya mengarahkan pisau tersebut kearah pergelangan tangannya. Haechan menangis dengan takut, takut sekali jika Bunda benar-benar melukai dirinya sendiri. Haechan tidak mau merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya.

"Bunda.. adek mohon!"

"Aww shh", Haechan meringis, tangan kirinya tergores benda tajam itu.

"AARGHH KAKAK! AYAH!", Bunda meraung, mata tajam nya menatap tajam kearah Haechan.

"MINGGIR KAMU!"

Haechan menggeleng masih berusaha menahan pergerakan Bunda, Bunda begitu kuat tenaganya, Haechan bahkan sampai beberapa kali terlepas genggamannya. Saat Bunda lengah disanalah Haechan dengan cepat menarik pisau tersebut, menjauhkan benda tersebut dari jangkuan bunda, memeluk tubuh wanita paruh baya itu dengan erat, menghiraukan luka yang kini sudah mengeluarkan darah cukup banyak.

"Udah.. tenang ya Bun, istighfar", Haechan menenangkan Bunda sembari mengelus surai hitam legamnya.

"Adek disini.."

Haechan mengajak Bunda untu masuk ke kamar Bunda sendiri, di dekat dapur. Mendudukan orang yang telah melahirkannya itu di atas kasur miliknya yang entah sudah berapa lama tidak ia tempati. Haechan mengambil satu botol obat yang terletak di laci sang Bunda, menyuruh Bundanya untuk meminum obat tersebut.

Obat penenang..

Setelah minum obat, beberapa menit Bunda tertidur membuat Haechan sendiri bernafas lega. Kini menatap Bunda dengan tatapan menyendu, Haechan mengelus surai Bunda.

'ayo Bun cepet sembuh'

Setelah mengecup kening Bunda setelahnya Haechan berlalu, mengobati luka ditangannya adalah hal yang akan ia lakukan setelahnya. Tak banyak yang Haechan lakukan hanya diam sambil menatapi lukanya yang cukup besar.

Bunda memang benar-benar seperti tak ada nyawa, keseharian yang wanita itu lakukan hanyalah duduk diam di kamar sambil menonton video Renjun. Makan pun jika sedang ingin saja, Haechan ingin memaksa? Jangan ditanya sudah sering kali Haechan memaksa dan menyuguhinya namun tepisan kasar yang selalu Haechan dapatkan. Dipaksa maupun tidak Bunda tetap tidak akan menyentuh jika ia tidak ingin.

Menghela nafas lelah, Haechan berlalu ke kamarnya, ah lebih tepatnya ke kamar sang kakak. Melangkah mendekati Jendela tempat biasa sang kakak suka meyendiri. Menatap langit sebentar lagi akan menampilkan warna indahnya. Senja terbaik dapat ia liat di kamar sang kakak maupun dirinya.

•••

DOR

Renjun mengelus dadanya pelan saat Haechan masuk dengan cara mengendap dan mengangetkannya. Menoleh, menatap sang adik dengan wajah datarnya adalah hal yang Renjun lakukan.

[END] 𝑪𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝑲𝒊𝒕𝒂 || Renhyuck | Markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang