[dix]

1K 140 44
                                    

"Bunda ayo makan dulu"

Mengarahkan sendok yang berisi nasi serta lauknya kehadapan mulut bunda, Haechan dengan sabar menunggu mulut itu untuk terbuka.

"Bun.. ayo nanti Bunda makin kurus loh", Haechan masih mencoba. Namun sepertinya Bunda sama sekali tak menggubris hal itu.

'Ayah pasti sedih kalau Bunda kayak gini'

Haechan dengan pelan meletakkan kembali sendok, makanan yang berada dipiring Bunda sama sekali belum tersentuh. Nasi sudah dingin dan Bunda masih menatap kosong entah kearah mana.

"Ayah? Itu ayah?"

Haechan mendongak kearah Bunda yang kini nampak menangis melihat kearah dimana Ayah biasa duduk. Berdiri dengan gontai Bunda mengarah kesana menangis dengan tersedu melihat suaminya itu.

Haechan yang sama sekali tak melihat apa-apa mengernyit, hanya mampu memperhatikan interaksi Bunda dengan sesuatu yang Bunda sebut Ayah.

Benarkah? Sesuatu yang tak Haechan lihat itu Ayah? Atau bundanya hanya mengkhayal belaka.

"Ayah, Bunda kangen", suara lirih namun isak tangis yang kuat Bunda keluarkan.

"Ayah? AYAH MAU KEMANA? AYAH JANGAN PERGI BUNDA IKUT"

Melihat Bunda yang hendak keluar Haechan sontak langsung saja berdiri, mengejar Bunda yang sudah diluar, diteras mereka jatuh tersunggur meraung menyebut kata Ayah.

"Bunda kenapa? Istighfar Ayah udah gak ada"

Plak

"ITU SEMUA GARA-GARA KAMU! KALAU KAMU GAK NGAJAK MEREKA PERGI INI GAK AKAN TERJADI!"

Dengan membabi-buta Bunda memukuli Haechan, melapiaskan segala emosinya pada tubuh kurus miliknya sedangkan Haechan hanya bisa terduduk melindungi kepalanya dari sasaran tangan Bunda. Menangis dalam diam, biarlah. Biarlah ia merasakan sakit karena dipukuli Bunda, Bunda memang membutuhkan pelampiasan untuk rasa rindunya, tanpa menyadari bahwa di ujung pagar ada seseorang yang menatap keduanya dengan tatapan terluka. Ingin menolong tapi ragu, ia belum begitu siap untuk kembali seperti semula.

°°°

"Loh Chan? Tangan kamu kenapa?", Nana yang baru saja datang dan duduk disamping Haechan melihat lilitan perban dipergelangan tangan Haechan.

Haechan melirik sekilas apa yang Nana maksud, "oh ini, gapapa Na aku kemarin kena musibah sedikit hehe"

"Gaya an banget musibah, itu gara-gara inseden yang itu ya", tanya Nana agak ragu. Sebab takut menyinggung perasaan sahabatnya itu.

"Iya, gak sengaja kena"

Nana mengangguk, "pas maleman Night Party kamu pakek jaket ya Chan, pantes aja aku gak tahu"

"Iya, ini aja sebenernya mau pakek jaket tapi udah masuk nanti di tegur sama Bu Gadis, males banget kalo udah ngoceh panjang lebar"

"Haechan Handara?!"

Keduanya tersentak, lalu menoleh dengan patah-patah, senyum keudanya tercetak lebih nyerempet ke ringisan sebenarnya.

"Eh Bu Gadis yang cantik Jelita hehe, engga kok Echan bercanda doang"

Bu Gadis hanya menggeleng, nampaknya pagi ini dalam Mood ocehan yang tidak baik, jadi alhasil ia cuma ditegur saja. Haechan bersyukur akan hal itu.

Pelajaran pagi ini dimulai dengan suasana kelas yang tentram, tak ada ocehan Bu Gadis tak juga ada suara-suara bisikan anak murid. Sepertinya mereka semua berhasil menangkap sinyal tak baik dari guru tak tua juga tak muda itu.

[END] 𝑪𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝑲𝒊𝒕𝒂 || Renhyuck | Markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang