Kesal sekali rasanya. Kenapa juga harus aku yang menjemput Cahaya -adikku yang paling kecil- di TK tempat dia bersekolah.
Bukan berarti aku tidak pernah menjemput adikku yang paling kecil itu di TK. Hanya saja, pekerjaanku di kantor lah yang menyebabkan aku menjadi malas menjemput Aya, nama panggilan untuk Cahaya.
Tempramenku memang buruk sekali. Aku mudah terpancing emosi dan akan meluapkannya pada siapa saja yang berada dekat denganku.
Maka dari itu, aku lebih baik menjauhkan diri dari anak - anak karena itu akan amat sangat mengganggu perkembangan psikis mereka.
Mana ada anak kecil yang dengan senang hati mau menerima bentakan dan perintah yang tegas? Pastinya tidak ada kan?
Alasan itu juga yang membuatku jarang berinteraksi dengan Aya. Terakhir kali aku mengantar - jemput bocah itu saat ia masih PAUD. Setelahnya, selalu Johan -kakaknya Aya alias adikku juga- yang mengantar - jemput Aya kemana pun bocah itu pergi, baik ke sekolah, taman bermain, mall, hingga ke rumah teman - temannya.
Sebenarnya, pernah beberapa kali aku ikut menjemput Aya bersama Johan. Tapi, aku memilih untuk tetap di mobil dan Johan yang turun menghampiri Aya di TK.
"Aya mana sih lama banget. Ahh bunda! Ngga mau punya adek lagi pokoknya."
Aku merengek rendah dan mulai tampak di kejauhan Aya dengan rambut yang digerai berlarian ke arahku bersama dengan anak kecil perempuan dengan rambut yang dicepol rapi.
"Loh, kak Ayna yang jemput? Sama kak Johan aja lah. Huffft."
"Jangan gitu dong, Aya. Kakak kan udah disini. Kak Johan ngga bisa jemput kamu soalnya dia ada les. Pulang sama kak Ayna aja ya?"
Aku memandang Aya bergantian dengan gadis kecil yang menatapku dengan mata berbinar. Mata yang penuh keindahan.
Pasti mata orang tuanya juga sama indahnya dengan gadis kecil ini.
"Yok, pulang sekarang."
Aku hendak menggandeng tangan Aya. Namun, seruan dari gadis kecil disamping Aya menghentikan pergerakanku.
"Mama."
Aku mengernyit heran.
Apakah ibu dari anak ini sudah datang menjemput?
"Mama, mama!"
Gadis kecil disamping Aya mulai bergerak maju dan meraih tanganku yang tergantung bebas.
"Mama? Mama, mama!"
Aku hanya melirik pada Aya meminta penjelasan. Ketahuilah, bahwa adikku memiliki sifat yang amat dewasa walaupun usianya masih 6 tahun.
"Huh, dia temenku kak. Nama dia Kayla. Dari mulai pelajaran tentang keluarga tadi dia emang udah komat - kamit manggilin mama mulu. Udah kaya anak ayam di Upin - ipin."
"Hussst, kamu nih asal nyeplos aja. Tolongin kakak dong. Ehe."
"Huuuh. Kayla dia kakak aku, Kay. Mama kamu bukan dia."
Aku hanya menyaksikan dengan bingung interaksi dua bocah di depanku, di depan bawah tepatnya. Tinggi badan mereka hanya lebih sedikit dari pinggangku.
"Tapi, aku tau kok dia mamanya aku. Aku ada feeling kalo dia itu mama aku, Aya!"
Hah? Bocah seperti mereka berdua menonton tayangan apa sih di televisi? Tau istilah feeling darimana? Feeling katanya? Ada - ada saja.
"Udahlah, kak. Pergi aja ayok."
"Lah, lah tapi ini dia masih megangin tangan kakak, Aya!"
"Biasa gitu dia kak. Apa yang dia pengen pasti langsung dapet. Makanya suka maksa. Biarin aja ayok kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑼𝒏𝒆𝒙𝒑𝒆𝒄𝒕𝒆𝒅 𝑪𝒉𝒂𝒏𝒈𝒆𝒔
FanfictionPerubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup Ayna setelah bertemu dengan gadis kecil bernama Kayla yang terus memanggilnya dengan sebutan Mama. --- Ayna hanyalah pegawai kantor pada umumnya. Mencoba bertahan hidup sendiri dan jauh dari keluarga, aya...