3. Novel Romantis

2.1K 302 25
                                    


Ray tidak menikmati semua buku yang dibacanya.

Norman dulu mengira Ray selalu menganggap buku-bukunya menyenangkan dan cara yang bagus untuk menghabiskan waktu sementara anak lain menimbulkan kekacauan. Untuk sebagian besar buku, tampaknya memang begitu, tetapi setelah mengamati temannya dengan sangat dekat, dia sampai pada kesimpulan bahwa ada beberapa buku yang termasuk pengecualian.

Ini adalah hal yang sangat subtle. Bahkan walaupun dia selalu memperhatikan Ray, dia tetap saja hampir melewatkan bahwa ada beberapa halaman yang memakan waktu terlalu lama untuk temannya baca. Contohnya adalah buku informasi acak tentang sirkuit dan baterai. Ray berusaha sekuat tenaga agar terlihat tidak terpengaruh, tetapi Norman bisa melihat bahwa buku-buku membosankan itu membuatnya stres.

Bagi Norman, Ray harus istirahat, jadi dia menyarankan untuk melewati buku teknik itu dan membaca buku fantasi keren yang ia bawa.

Ray tampak terkejut melihatnya. "Aku memang lebih suka fantasi, tapi aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan membaca setiap buku di perpustakaan," Ucapnya datar. "Tidak ada yang boleh dilewati."

"Oh?" Kata Norman, merasa geli dengan tujuan aneh Ray. Sulit untuk membuat temannya tertarik pada apa pun, tetapi ketika dia memutuskan untuk melakukannya, secara mengejutkan Ray sangat berdedikasi.

"Itu tujuan yang cukup besar bagimu," godanya sambil mengambil sebuah buku astronomi dan membalik ke halaman yang mereka tinggalkan sebelum makan siang. "Mari kita pastikan kau melakukannya!"

Ray menyeringai kecil padanya, matanya terlihat berkilau penuh tekad.

Norman tidak bisa menahan dirinya untuk memberikan senyumn lembutnya ketika melihatnya. Duduk di samping Ray membuat suasana hatinya menjadi cerah.

Norman merasa jantungnya terhenti sesaat ketika dia dan Ray akhirnya menemukan sebuah buku percintaan, yang awalnya mereka anggap sebagai serial fantasi. Ada begitu banyak deskripsi tentang gerakan lembut, penuh kasih, dan ciuman yang membuat Norman memerah. Dia sadar dia membuat waktu pembacaan buku berjalan lebih lambat dari biasanya, dan dia merasa tidak enak karenanya.

Dia takut wajah merahnya yang membara dan jarak yang sangat dekat diantara mereka akan membuatnya ketahuan, tetapi untungnya, Ray terlalu sibuk kesal membaca hal-hal cheesy yang ada di dalam buku yang seharusnya bercerita tentang petualangan seorang pangeran. Anak berambut hitam itu mendengus pada jeritan kecil Norman setiap kali dia membaca sesuatu yang sangat intim.

Buku itu begitu mengganggu Norman sehingga dia hampir melewatkan rona merah lembut di wajah Ray, yang tidak baik untuk hatinya yang sudah lepas kendali.

'Ah tuhan, apakah aku sudah mati dan sedang berada di surga sekarang?'

Terlepas dari segala rintangan yang ada, Norman bertahan untuk membaca sampai sampai akhir bab. Dia merasa lega sekaligus kecewa ketika bab satu selesai dengan protagonis yang berjalan ke dalam gua naga bersama istrinya.

Ray menyipitkan matanya pada halaman dengan judul' Bab Dua' di depannya , kemungkinan besar sedang menghitung berapa banyak hal cheesy di bab berikutnya.

Untungnya Emma datang dengan senyumannya dan menyelamatkan mereka berdua dari membaca buku itu dengan mengundang mereka untuk ikut permainan petak umpet dan tag.

Mereka berdua meletakkan tangannya di kedua bahu mereka dan melompat. Ajakan Emma bagus untuk melarikan diri dan mereka langsung menerimanya dalam sekejap.

Emma memanggil siapa pun yang dia temukan dalam perjalanan ke ruang makan untuk bergabung dengan mereka. Bahkan Comida, anak panti asuhan yang tertua, menyisihkan waktunya yang berharga untuk bergabung dalam permainan aneh Emma.

Norman melirik Ray, berniat menanyakan pendapatnya tentang ide Emma. Dia terkejut melihat bocah itu balas menatapnya.

Hanya beberapa detik sebelum Ray membuang muka. Mata abu-abunya melihat hal lain. Bocah itu memiringkan kepalanya agar poni menutupi wajahnya.

Norman mengangkat alis.

Ray menghela napas sebelum mengarahkan tatapan kosong ke Norman. "Aku akan menyelesaikan buku itu sendirian."

Ah, tidak ada buku yang boleh dilewati, bahkan novel romantis yang cheesy pun tidak boleh dilewati oleh Ray.

Norman tidak terkejut mendapati dirinya terkekeh. Wajahnya melembut saat dia menatap Ray, temannya yang keras kepala. 'Ah, aku ingin menikahimu suatu hari nanti,' pikirnya dalam hati.

"Itu mungkin yang terbaik," katanya, lupa menyembunyikan kekaguman dalam suaranya.

Ray menatapnya aneh tapi tidak berkomentar. Setelah selalu bersama Norman beberapa hari ini, dia pasti sudah terbiasa.


TBC or not ?

Smile (While You Can)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang