ini lanjutan scene chapter kemarin.
============
Norman tersenyum melihat rambut Ray yang perlahan mengembang kembali ke gaya liar yang sangat familiar untuknya. Poni Ray masih tidak menutupi kedua matanya, tetapi kepangan barunya terancam lepas dari telinga temannya itu.
Jari-jari Norman gatal ingin menyentuh kepang yang mengilap itu sementara Ray masih memilikinya. Dia menganalisis setiap untaiannya, memastikan dia mengerti cara kerjanya sehingga dia bisa mengepang Ray sendiri suatu hari nanti.
"Kamu banyak menatapku hari ini," kata Ray di tengah permainan mereka. Dia terdengar dan terlihat bosan, tapi bahunya yang tegang menunjukkan kewaspadaan.
Norman memberikan senyum malaikatnya, sudah tahu akan ketahuan cepat atau lambat. "Begitu juga kamu, Ray."
Ray menyempitkan matanya yang cantik, mencoba melihat celah di senyum Norman sebelum menghela napas. Dia memindahkan pion putihnya untuk melindungi kudanya.
Norman tersenyum. Langkah yang bagus, tapi jelas perhatian Ray teralihkan.
Dia tidak berkomentar, tetap memainkan permainan mereka dalam diam. Setelah dua putaran dan kematian kuda Norman, Ray akhirnya bertanya "Ada alasan kenapa ?"
Aku tidak bisa menahannya, Ray.
Aku cinta kamu.
Norman bersenandung dalam hati, merasa sulit untuk mengubah pikirannya menjadi kata-kata. Dia merasa menjadi sangat pemalu tiba-tiba. Ia ingin mengatakannya dengan lantang dan memberi tahu Ray tentang perasaannya tetapi takut pada gagasan Ray mengetahui tentang perasaannya.
Sial, kebohongan tidak mungkin ia lakukan. Tidak mungkin Ray tidak bisa mengetahui hati terdalamnya. Jadi Norman akan mengatatakan alasan aslinya, walaupun hanya setengahnya. Setengah dari kebenaran masih merupakan kebenaran.
"Sangat mudah untuk melakukannya." Jawab Norman dengan tersenyum.
Ray menatap Norman dalam-dalam, mencoba menemukan semua kemungkinan arti yang bisa dimiliki kata-kata itu.
Norman memaksa dirinya untuk tidak terlalu memandangi tindakan menggemaskan itu dengan memainkan raja hitamnya dan berusaha terdengar biasa saja. "Kamu-"
'Anak laki-laki yang luar biasa dan cantik dalam banyak hal'
'Aku hanya ingin membuatmu bahagia dan menatap senyum kecilmu sepanjang hari'
"-sangat cantik," dia berhasil berkata dengan lantang, merasa bangga dengan betapa stabil suaranya terdengar. Itu bagus, dia terdengar biasa saja, tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda bahwa jantungnya berdegup kencang, dan tidak menunjukkan bahwa saat ini kupu-kupu berterbangan di perutnya.
Ray membeku sesaat, dan Norman mengambil risiko untuk menatap matanya lagi. Tidak ada rasa malu atau kegembiraan yang bisa ditemukan di mata Ray, hanya ada mata yang menyipit.
"Lucu," Ray berkata datar. "Aku tidak akan membiarkanmu mengelak dari pertanyaan itu, Norman."
Norman mengerutkan kening, benar-benar kesal karena keaslian pujiannya diragukan.
"Aku tidak bercanda." Ketika jawabannya hanya membuat Ray terlihat skeptis, Norman menambahkan lebih banyak keyakinan pada suaranya. Dengan sengaja dia membiarkan rasa suka yang luar biasa keluar dalam suaranya. "Kamu cantik, Ray. Lebih cantik dari siapa pun yang aku kenal."
Ray membeku lagi. Matanya membelalak tak percaya.
Norman hanya tersenyum, merasa membutuhkan Ray untuk percaya padanya. "Kamu benar-benar cantik." Matanya menatap tegas. "Percayalah kepadaku."
" Aku percaya! " Balas Ray. Kepangan kecil Ray jatuh kedepan telinganya saat mengatakannya. Dia tampak mengerutkan kening. Pipinya membentuk rona merah muda. "Itu hanya ... Kedengarannya konyol saat kau mengatakannya, Norman."
Norman berkedip, tidak sepenuhnya yakin apa yang Ray maksud. Ray baru saja mengaku mempercayainya, dan mengingat betapa bocah itu secara terbuka mengakui kecerdasan Norman maka tidak ada alasan bagi kata-katanya untuk terdengar konyol.
"Mengapa?"
Ray menatapnya dengan tidak percaya. Dia mengangkat alis ketika Norman hanya balas menatap dengan bingung. Entah kenapa reaksinya membuat Ray mendengus. "Untuk seorang jenius, kamu bisa sangat bodoh."
Norman memiringkan kepalanya, menunggu penjelasannya.
"Lihat ke cermin."
Butuh waktu lama yang memalukan sampai pujian tersirat Ray bisa diproses oleh otaknya sepenuhnya. Itu sangat mengejutkan sampai jantung Norman serasa berhenti berdetak. Dia bisa merasakan mata birunya melebar, bersinar dalam kegembiraan.
"Menurutmu aku sangat cantik?" tanyanya malu-malu. Dia tersipu begitu kata-kata itu keluar.
"Menurutmu aku sangat cantik?" Ray mengulang kata-katanya dengan ejekan sebelum memutar matanya dan kembali fokus pada permainan. "Jelas kan ?."
Norman merasakan senyumnya melebar, mengeluarkan tawa kegembiraan yang tidak disengaja. Dia yakin Ray berlebihan dalam pengamatannya. Tetapi tentu saja dia tidak keberatan. Karena jawaban Ray, meski dramatis, memberinya cukup data untuk mengonfirmasi bahwa Ray memperhatikannya selama ini juga!
Ray dengan tatapan tajam menatap papan catur didepannya. Dia merona sedikit dan mencoba menutupinya dengan kepangannya. Beberapa helai rambut terlepas dari telinganya dan perlahan membentuk gaya rambut yang sangat familiar untuk Norman.
Dipicu oleh rasa bahagia yang luar biasa, Norman bangkit dan mendekat ke temannya.
Suara kursi Norman mengalihkan perhatian Ray kembali ke sahabatnya yang berambut putih. Mata abu-abunya bingung dan khawatir dengan gerakannya yang tiba-tiba itu. "Apakah kamu..."
Norman dengan lembut menyelipkan kepangan kecil rambut Ray ke belakang telinga temannya itu lagi. Sejenak dia menghargai tekstur halus rambut hitam temannya dan ekspresi bingung di wajah bocah itu sebelum menyadari kilatan di mata abu-abu Ray yang tampak seperti kilat panik.
Shit. Apakah perilaku-ku terlalu jauh ?
Norman mengambil langkah mundur dan menutupi kepanikannya dengan tersenyum lembut pada Ray yang saat ini memiliki rona merah cerah di pipinya.
Cantik.
Suara Norman diselimuti cinta saat dia mengeluarkan kata-kata selanjutnya, "Sepertinya kita berdua adalah idiot."
TBC or not ??
Silahkan divote jika ingin dilanjut
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile (While You Can)
FanfictionBagaimana jika Norman jatuh cinta dengan Ray dan bukan Emma ? Apakah masa depan akan berbeda ? Berseting sebelum season 1.