14. Batas

884 156 9
                                    


Senyuman canggung Ray tidak bertahan lama. Raut muka malu-malunya perlahan runtuh bersama dengan bertambahnya detakan jam. "Aku ingin buku-buku lain yang kau ambil di meja perpustakaan sebelum hari ini berakhir. Atau, kesepakatan ini gagal. "

"Tentu saja." Lagipula aku sudah membacanya.

"Dan jangan katakan ini kepada orang lain."

"Selama kamu menjaga dirimu sendiri, aku tidak melihat alasan untuk melakukannya," Norman setuju. Wajahnya masih tersenyum walau dalam hati tidak rela.

"Tentu saja."

Dengan mengatakan itu, Ray berjalan pergi. Langkahnya yang berat memberitahu perasaan kesal hatinya yang tidak ditunjukkan di wajahnya.

Norman mengawasinya pergi dengan mata tidak berkedip sama sekali. Entah kenapa dia tidak heran melihat Ray berbelok masuk ke kamar Mama.

Dia rasa mereka berdua tidak akan bicara lagi malam ini.

=================

Norman memimpikan mata ungu dan senyum lebar Ray segera setelah tertidur. Detailnya kabur, tetapi dia ingat ada warna hijau di mana-mana yang melahap perpustakaan dan medekati kakinya. Dia curiga bahwa warna hijau yang menari-nari itu adalah nyala api yang kabur. Warnanya sangat menyakitkan untuk dilihat, tapi entah kenapa sangat menghibur Ray di mimpinya.

Dia terbangun dengan perasaan lebih lesu dari biasanya karena mimpi itu. Tidak ada dering bel yang menandakan Mama datang untuk membangunkan semua orang. Dia bangun lebih awal.

Dia mengunci mimpinya di sudut pikirannya, mendorong selimutnya dan melihat ke jendela. Lampu merah yang bersinar diluar mengingatkannya pada argumen mereka kemarin yang sangat berantakan. Dia berharap hal itu bukan kesalahan.

Dia bermaksud menggunakan kesepakatan itu untuk membantu Ray, tetapi entah bisa berhasil atau tidak. Begitu jantungnya berhenti berdetak kencang karena tidak berdekatan dengan Ray lagi, mudah baginya untuk melihat betapa tidak gunanya kesepakatan itu. Ray telah berjanji akan mencoba, dan Norman memercayainya sampai batas tertentu. Tapi dia tahu jika memungkinkan, Ray akan menemukan celah dan memutarbalikkan kesepakatan ini sampai Norman terpaksa melanggarnya.

Norman melepaskan diri dari selimutnya dan meregangkan tubuhnya, sebelum menyadari bahwa tempat tidur Ray sudah rapi. Selimut anak itu yang terlipat itu benar-benar terlihat aneh di ruangan penuh dengan anak-anak yang masih tidur ini.

Dia mengerutkan keningnya, dengan segera bergegas.

Setelah tanpa suara berganti pakaian dan merapikan tempat tidurnya sendiri, Norman keluar kamar dan menemukan Ray di perpustakaan, dikelilingi oleh buku dan lentera yang tidak menyala.

Pandangan Ray langsung terfokus ke Norman. Buku tua di tangannya benar-benar diabaikannya. "Kamu bangun lebih awal."

"Kamu juga" Norman tersenyum tenang. Dia memperhatikan temannya tampak agak menjauh. "Apakah kamu tidur dengan nyenyak?"

"Iya." Ray mengiriminya tatapan tak terbaca. "Apa kau juga?"

"Hm, aku punya mimpi yang aneh, tapi itu malam yang menyenangkan."

"Mimpi yang aneh?"

"Kamu membakar perpustakaan."

Ray mengangkat alis. Bibirnya tersenyum geli.

"Aku tahu ini terdengar konyol, tapi mimpi itu benar-benar tampak nyata." Norman tanpa sadar membalas senyuman Ray. Dia senang melihat Mata Ray yang bersinar geli dari jarak dekat. "Apakah kamu mengalami mimpi aneh hari ini?"

"Tidak......." Ray berhenti sejenak karena melihat tatapan tidak yakin Norman sebelum kembali fokus pada bukunya. "... Aku mengalami mimpi buruk."

Norman dengan tenang mendekatinya. Dia mengangkat alis penuh harap.

Ray mengintip dari balik pinggirannya, merasa jengkel. "Aku tidak ingin membicarakannya."

"Oke, itu adil," Norman bersenandung sebelum menguji seberapa jauh Ray akan jujur. "Sudah berapa lama kamu bangun?"

Tidak ada Jawaban.

Norman dengan santai mengusap lentera disana dan merasakan logamnya sangat hangat.

"Apakah kamu tidak tidur sama sekali, Ray ?"

Masih belum ada jawaban.

Ah, ini batas kesepakatan mereka.

"Baiklah baiklah. Aku akan pergi dari pandanganmu, "Norman terkekeh. Dia mengangkat tangannya pura-pura menyerah dan menjaga senyumnya tetap di tempatnya.

Dia yakin Ray tidak tidur sama sekali. Dia hanya berharap itu bukan karena tadi malam. Ray yang kurang tidur karena pertengkaran mereka adalah hal terakhir yang ingin dicapai Norman.

Tapi tetap saja dia lebih memilih Ray tidak tidur karena hal itu daripada dia tidak tidur berulang kali karena masalahnya.

Karena..........bukankah lebih baik Ray tidak tidur sekali daripada berkali-berkali ?


TBC or not ?

Silahkan divote jika ingin dilanjut


Smile (While You Can)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang