11. Amarah

680 88 79
                                    

Happy reading!

--JEKA--

Jeka menonjok rahang Evan membuat inti Alexis itu harus mundur beberapa langkah. Sembari menatap Evan tajam, Jeka mengusap sudut bibirnya yang berdarah dengan punggung tangan.

"Nyari masalah mulu lo! Idup gak guna! Menuh-menuhin bumi aja lo!" Kata Jeka yang ditujukan untuk Evan.

Evan mengeraskan rahangnya. Ia menatap Jeka tak kalah tajam. "Bangsat! Gak usah bacot lo!"

Dengan brutal Evan menonjok perut Jeka yang tidak sempat menghindar. Lalu kembalilah aksi baku hantam keduanya.

Beberapa kali Jeka terkena pukulan akibat kurang fokus. Pikirannya melayang memikirkan ucapan Papanya tadi sebelum berangkat menuju lapangan bola dekat markas Alexis yang menjadi tempat pertarungan Anushka dan Alexis.

"Pa, Jeka ijin keluar." Ucap Jeka. Cowok itu sendirian menghadap Papa. Sebab Juna sudah lebih dulu berada di markas. Seharusnya keduanya akan berangkat bersama. Namun, karena pendiri Anushka ingin bertemu dengan Juna. Maka mau tidak mau Juna harus berangkat terlebih dahulu.

Jeka menatap Papa takut-takut. Papa sedang membaca grafik perusahaannya di tablet yang ia genggam. Tanpa menoleh beliau berucap. "Mau kemana? Katanya mau berubah."

Sebelum menjawab, Jeka membasahi bibirnya. "Mau ke markas, Pa."

"Mau ke markas apa tawuran?"

Skakmat. Jeka langsung kicep dibuatnya.

"Eng, tawuran." Cicit Jeka. Merasa ada yang salah dengan ucapannya, ia kembali berkata. "Maksudnya mau nuntut balas, Pa. Mereka udah buat temenku masuk rumah sakit."

Papa meletakan tabletnya dengan gerakan santai di atas meja. Beliau menatap Jeka datar. "Kamu bisa jamin kalo kamu bisa dapet nilai di atas kkm saat ulangan harian matematika besok nggak?"

"Kalo bisa Papa bakal ijinin kamu." Lanjutnya tenang, namun tersirat nada tantangan dari ucapannya.

Jeka meneguk ludahnya kasar. "Bisa! Aku bakal buktiin kalo aku bisa." Tegasnya.

Papa mengangguk. "Oke. Papa tunggu."

"Makasih, Pa." Jeka menyalami tangan Papanya bermaksud pamit. Namun sebelum melangkah keluar ucapan Papa mengganggu pikirannya.

"Kalo kamu nggak dapaet nilai di atas kkm, bukan cuma keluar dari karate dan band, kamu juga harus keluar dari geng!"

Bugh!

Jeka tersungkur di tanah saat Evan menendang perutnya.

"Kalo mau ngelamun pulang sono! Sekalian curhat di ketek Mama." Ledek Evan

"Ups, sori-sori, lupa gue kalo Mama lo udah mati! Stress kali ya punya anak kayak lo sama Juna." Evan menutup mulutnya dramatis.

Mendengar kata Mama, emosi Jeka bangkit seketika. Ia memukul wajah Evan berkali-kali. Kini wajah Evan sudah semakin tidak terbentuk. Darah dan keringat bercampur menjadi satu.

Tak tinggal diam, kaki Jeka menendang perut Evan tanpa ampun. Keadaan Evan sungguh mengenaskan. Tubuhnya terbaring tak berdaya. Dengan sekali tendangan lagi tubuh Evan langsung terbalik. Tanpa rasa manusiawi Jeka menginjak punggung Evan.

JEKA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang