8. Tekad

540 84 74
                                    

Happy reading!

--JEKA--

Jeka menuruni tangga sambil bersenandung riang. Di tangan kanannya terdapat sepatu. Ia terlihat rapi dengan pakaian santainya. Celana training hitam dan kaos abu-abu. Dipundaknya tersampir jaket Anushka. Ia juga membawa waist bag di dadanya.

Kakinya berhenti melangkah ketika melihat punggung Papanya di meja pantry. Ia mengerjap pelan lalu menghampiri Papanya.

"Pulang kapan, Pa?" Tanya Jeka. Setelah menaruh sepatunya di atas meja kecil sebelum memasuki dapur, ia mengambil air dari dispenser sambil menatap Papanya.

"Baru aja." Papa menoleh. Mengamati pakaian rapi Jeka. "Mau kemana kamu?"

"Mau latihan band."

"Sudah belajar?"

Jeka nyengir. "Belum."

Papa mendesah. Membuat Jeka sedikit panik. Takut tidak diijinkan keluar.

"Jangan pulang terlalu malam." Katanya datar.

Sontak Jeka menatap Papanya dengan raut bahagia. "Makasih, Pa! Aku berangkat dulu. Assalamualaikum." Jeka menyalami tangan Papanya kemudian berlalu.

"Waalaikumsalam.. Pulang langsung belajar ya." Teriak Papa, karena Jeka sudah berada di dekat pintu.

"Siap!" Jeka balas berteriak sambil mengacungkan jempolnya. Tubuhnya mulai hilang dibalik pintu, namun tak berselang lama ia kembali ke dapur.

"Kenapa?" Tanya Papa.

"Sepatunya ketinggalan. Heheh." Tangan kirinya mengambil sepatu, sedang tangan satunya melambai ke Papanya. "Dadah, Papa."

Papa menggeleng pelan melihat tingkah anaknya itu. Beliau bergumam pelan. "Anak kita sudah besar, Lin. Tapi tingkahnya masih kayak anak kecil."

--JEKA--

Jeka mendorong motornya. Ia menghentikan motornya setelah sampai depan rumah. Secara perlahan ia membuka gerbang rumahnya, lalu kembali mendorong motornya memasuki rumah. Sekitar seratus meter dari rumahnya tadi, Jeka mematikan mesin motornya kemudian mendorongnya.

Ini sudah tengah malam. Ia melakukan itu agar suara berisik motornya tidak membangungkan Papa. Cowok itu baru pulang dari latihan band, karena terlalu serius latihan sebab dua minggu lagi diadakan lomba band se-Jakarta, Jeka sampai lupa dengan ucapan Papanya agar tidak pulang terlalu malam.

Sekarang cowok itu mengendap-endap memasuki rumahnya. Langkahnya sedikit berjinjit. Ia bernafas lega melihat lampu ruang tengah yang sudah mati. Pertanda penghuninya sudah terlelap.

"Kenapa baru pulang?" Lampu ruang tengah tiba-tiba menyala. Jeka menghentikan langkahnya di undakan tangga ke dua. Sambil menggigit bibirnya, ia berbalik badan. Menatap Papa yang bersedekap dan menatapnya tajam.

"Maaf, Pa." Lirihnya dengan kepala tertunduk.

"Kenapa baru pulang, Jeka? Tadi Papa bilang apa?"

Jeka menunduk, tidak berani menatap tatapan tajam Papanya. "Maafin Jeka, Pa."

"Papa nggak butuh maaf kamu kalo besoknya kamu ngelakuin lagi."

JEKA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang