Episode 16 | Run

3.1K 423 91
                                    

Hai... Apa kabar?
Kaget gak sih, tiba-tiba nongol gini?

Lama ya gak nyapa dan mungkin aja udah gak ada penghuninya lagi kali ya :')

Iya tau, tidak ada yg rindu. Tp ku harap kalian sehat2 selaluu😘

Makasih kalian yg masih stay :)

Jiya meringis pelan sepanjang langkah kakinya menapaki koridor kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jiya meringis pelan sepanjang langkah kakinya menapaki koridor kampus.

Mendesis penuh kesal kala merasakan bibirnya yang terasa panas juga perih sebab bibirnya yang bengkak pun lecet akibat pemuda Park sialan itu yang menggigitnya.

Ah, sialan betul memang. Membuat tensi darahnya kembali mendidih jika mengingat lagi kejadian tadi pagi.

Ingin sekali tangan Jiya memukul wajah pemuda mesum itu sampai tak berbentuk atau menjahit bibirnya agar tak lagi menciumnya sembarangan. Tapi tak apa, setidaknya Jiya juga melakukan hal yang sama pada Jimin. Menggigit sudut bibir pemuda itu sampai lecet pun ditambah satu bonus tendangan indah pada aset masa depannya.

Bisa bayangkan seperti apa rasanya?

Oh, itu terlalu ngilu sampai-sampai Jimin berguling ke lantai lantas melolong penuh kesakitan. Bahkan, Jiyapun ikut meringis melihatnya.

Namun, karena hal itulah Jiya bisa kabur dan terpaksa berangkat dua jam lebih awal dari jadwal kelasnya. Ah, sial.

Mendudukan diri di salah satu bangku taman kampus, Jiya lantas melepas kasar masker yang sedari rumah ia pakai guna menutupi bibirnya yang bengkak. Kendati ia harus merasakan napasnya yang terasa pengap, itu bahkan jauh lebih baik daripada harus memamerkan bibirnya yang mirip layaknya donald bebek.

Oh, tentu saja. Tentu saja Jiya tak akan sudi memamerkan bibir lecetnya itu. Mau taruh dimana mukanya nanti.

"Pria sialan! Kau membuat bibirku lecet begini, brengsek!" Jiya menggeram kesal. Kembali mengumpat kala ia melihat bibirnya dicermin yang masih terlihat bengkak pun mendesis perih kala jari telunjuknya menyentuhnya.

Akibat Jiya yang terlalu sibuk merutuki pemuda Park sedari tadi, gadis itu bahkan sampai tak sadar bahwa bangku di belakangnya terdapat seseorang yang tengah berbaring di sana.

Begitu tenang. Dengan tas ransel yang digunakan sebagai alas bantal, kedua tangan bersedekap di atas dada, pun topi hitam yang menutupi wajahnya agar tak terkena sinar matahari itupun angkat suara— yangmana hal itu membuat Jiya sontak menegang sebab begitu mengenali suara tersebut di telinganya.

* * *

Jiya menatap datar sembari mengunyah  makanannya dengan malas ketika melihat sahabatnya yang tergelak hebat di depannya itu. Akibat tadi ia yang menceritakan sebuah kebohongan bahwa ia memakai masker guna menutupi bibirnya yang bengkak karena tergelincir tutup pasta gigi sewaktu dirinya mandi tadi pagi.

Tidak ingin mengambil resiko besar untuk menceritakan yang sebenarnya bahwa ini semua akibat ulah dari Park Jimin yang menciumnya. Sebab, gadis itu tak sanggup bila diinterogasi habis-habisan hingga mungkin baru bisa kelar esok pagi.

"Yak! Bagaimana bisa itu terjadi, eoh? Kenapa kau ceroboh sekali, astaga." Kepala Hyojo menggeleng tak habis pikir sembari masih mempertahankan gelak tawanya yang semakin tak terkontrol.

Jiya hanya bisa memutar bola matanya malas melihat sahabatnya yang nampaknya belum mau menghentikan acara tawanya itu.

Sembari sebelah tangannya digunakan untuk menutupi satu sisi wajahnya, sedangkan yang satunya lagi ia gunakan untuk memegang tangan Hyojo guna menyadarkan gadis itu untuk menghentikan tawanya— Jiya berbisik penuh tekanan. "Yak! Geuman. Geumanhae, Hyojo-ya. Semua orang memperhatikanmu."

"Oh, geurae?  Oke, oke. Tapi..." Hyojo menjeda ucapannya. Maniknya menatap lekat pada obsidian milik Jiya sembari menahan kuat tawanya.

Jiya yang ditatap lekat seperti itupun memicing, penasaran apa yang akan gadis di depannya ini ucapkan sampai akhirnya, gelak tawa itupun kembali muncul lebih keras lagi ditambah air mata yang mengalir dari kedua sudut mata gadis itu.

Menggeleng dan memejamkan matanya erat, Jiya hanya bisa menghela napas pasrah. 'Sepertinya ini akan bertahan lama,' lirihnya.

Detik selanjutnya, Jiya dibuat tersentak kala gebrakan keras itu berasal dari arah depannya dan disertai dengan erangan. Membola panik ketika Jiya melihat Hyojo yang mendadak terdiam dengan kepalanya menunduk pun tak terlihat wajahnya akibat rambutnya yang menutupi.

"Yak! Hyojo-ya, kenapa? Kau kenapa, eoh?" kedua tangan Jiya menggoyangkan pundak Hyojo dengan badannya yang mencondong ke depan.

Jiya semakin panik saat sahabatnya itu meringis sambil berbisik sedikit menggeram, "Itu sudah diujung dan aku tidak kuat lagi, Jiya-ya."  Kemudian berteriak, "Aku tidak tahan!"

* * *

"Yak! Inilah akibatnya jika kau menertawakanku dengan keras begituu! Nikmati saja karmanya, eoh!"

Jiya berkata dengan suara keras agar bisa didengar oleh sahabatnya yang berada di dalam toilet sana, sementara ia menunggu di luar.

Tak habis pikir bahwa rasa paniknya hanya karena Hyojo yang tak bisa menahan lagi untuk buang air kecil.

Benar-benar memalukan sekali jika kembali mengingatnya ketika semua orang di kantin memusatkan atensinya pada mereka berdua yang begitu ricuh. Apalagi saat dirinya yang ditarik dan berlarian disepanjang koridor kampus menuju toilet serta menabrak beberapa mahasiswa lain yang membuatnya meminta maaf sembari terus berlari.

Menggeleng sembari terkekeh geli, Jiya menyenderkan punggungnya pada dinding, lantas mengambil ponsel guna melihat jadwal kelasnya hari ini.

Kemudian, helaan napas lega keluar dari bibirnya. Karena sepertinya, hari ini ia akan pulang lebih awal sebab sudah tak ada jadwal kelas lagi.

Jiya memejam, membayangkan bahwa barangkali sepulang nanti ia akan gunakan waktu luangnya untuk tidur dikarenakan kemarin malam kualitas jam tidurnya jadi berkurang akibat Pangeran neraka alias Park Jimin itu yang berada di dalam flatnya dan mengganggunya.

Namun sepertinya, hal tersebut tak bisa terealisasi dengan mulus sebab seseorang tiba-tiba menginterupsi angannya yang indah itu dengan sebuah kalimat menyebalkan. Apalagi saat Jiya merasakan sesuatu yang menyelinap melingkari pinggangnya.

"Jadi, kau sedang bersantai disini, hm? Sementara aku hampir saja kehilangan fungsi alat masa depanku yang begitu berharga karenamu, Sayang."

Jimin tersenyum miring saat melihat bola mata itu seketika terbuka lantas membola. Semakin mengeratkan lengannya di pinggang Jiya agar semakin menempel dengannya. Dan tak akan membiarkan gadis itu kabur dengan mudah.

[]

Bersyukur banget akun ini bisa balik lagi T.T

The Bastard Boy | ParkJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang