DILEMA

29 3 3
                                    

“Kamu yakin dengan keputusanmu ini sha?” Tanya Lala sembari menatapku lekat memastikan bahwa barusan ia tak salah dengar.

Aku memalingkan pandangan ke arah lain, pertanyaan Lala kembali membuatku ragu. Bahkan sampai  hari ini  aku sendiri belum yakin dengan keputusan ini, aku menelan ludah getir dan kembali menatap Lala.

“Sha… ayo jawab dan tatap aku” Lala menghadapkan wajahku hingga kami saling menatap. Aku menghirup udara perlahan untuk menetralkan deguban jantungku yang tak beraturan.

“Aku gak tau La, semua rasanya tiba-tiba dan aku rasa ini adalah keputusan terbaik…” Jawabku lirih, aku benar-benar dilema kali ini.

“Lalu bagaimana dengan semua cita-cita dan plan kita sha?” Tanya lala kembali dengan mata mulai berkaca-kaca.

Aku tau ini sangat membuatnya terkejut plus kecewa dengan keputusanku. Tapi aku merasa ini yang terbaik walau hatiku tak seyakin itu,karna sejujurnya aku juga belum siap untuk nikah muda.

Aku masih diam tak bergeming sedikitpun, aku masih kalut dengan fikiranku, tiba-tiba Lala menarik tanganku lembut.

“Apapun keputusanmu aku akan dukung Sha,lupakan saja mimpi itu ... sekarang kita focus untuk mulai bimbingan ya..” katanya sambil tersenyum sembari menyeka air mata yang sempat menetes.

Kemudian ia beranjak dari duduknya mengambil laptopnya dan laptopku, ia menyerahkannya padaku.

“Kita mulai buat revisi proposal lagi ya Sha…” aku hanya mengangguk kecil, perlahan aku ikut mulai hanyut tenggelam pada proposal yang akan aku revisi. Kemaren kami baru saja selesai seminar.

Sejam berlalu….

“La … istirahat yuk … mataku udah lelah ni liat monitor terus,” ajakku pada lala sambil menutup laptop. Lala menatapku dan tersenyum.

“Akhirnya kamu mau ngomong juga Sha… selama kurang lebih satu jam setengah cuma diam aja,” katanya sambil mencubit lenganku, aku tertawa kecil menanggapinya.

“Ya udah … kita pesan go-food yok aku lapar ni.”

“Oke,,, tapi kamu harus janji dulu coba ceritain kronologi kenapa kamu tiba-tiba mau nikah muda,” katanya sambil mengerlingkan matanya.

“Oke lah … kayaknya emang kamu harus tahu ini,” ujarku sambil tersenyum.

Ia menatapku dengan penuh selidik, aku tertawa lepas melihat ekspresi wajahnya yang penasaran, namun aku mencairkan suasana dengan memilih menu yanag akan kami pesan di go-food. Lala memang belum tahu apapun soal ini karna sebelumnya kami tidak pernah satu kost, jadi untuk masalah yang bersangkutan dengan perasaan aku masing sangat tertutup dengannya. Bukan berarti aku tak ingin bercerita tapi lala memang termasuk orang yang kurang tertarik dengan masalah hati. Lagipula apa yang saat ini aku alami benar-benar diluar dugaan. Ingatanku kembali pada beberapa waktu lalu…

               Kring … kring … kring ... kring …

Suara alarm berbunyi sangat nyaring membuatku terbangun dari tidur dengan sangat kaget. Aku menyesalkan mengikuti usulan lala untuk menghidupkan alarm dengan full volume, ku lirik dia yang tidur lelap di samping ku. Ku pukul lengannya sambil berusaha membangunkannya.

“La … ayo bangun udah subuh ini,” ujarku sambil terus menggoyang-goyangkan badannya.

“Mmmm… bentar lagi Sha… masih ngantuk ni,” jawab Lala masih dengan mata terpejam sambil memeluk bantal.

“Dih sial… alarm mu tuh bunyi keras banget sakit kupingku dengarnya… yang nyuruh masang alarm malah masih tidur,” ucapku kesal.

“Udah deh Sha… jangan ngomel masih subuh ni, mending kamu mandi sana terus wudhu, habis mandi bangunin aku,” imbuhnya sambil menarik selimut.

Ku lempar bantal ke arahnya dan beranjak bangun sambil mengambil handuk hendak mandi.

“Sha… cepet mandinya ya… perutku rasanya mules ni.”

“Iya iya…makanya cepet bangun.”

Aku berlalu sambil mendengus kesal pada lala, kelakuannya kalau pagi berbanding kebalik dengan sikapnya sehari-hari dan itu hanya berlaku pada pagi hari saja. Heran deh sama tuh anak gumamku. Baru beberapa menit aku berada di kamar mandi, pintu kamar mandi sudah digedor-gedor oleh lala. Hedeuh dasar tuh anak.

“Sha… buruan, aku kebelet nih” teriaknya dari luar.

“Iya sabar dong La…aku masih sabunan ni.”

“Cepet dikit dong sabunannya… aku udah gak tahan... serius.”

Dengan sigap, ku skip acara menikmati segarnya mandi subuh. Segera ku siram badanku yang penuh sabun dengan air. Lala masih saja menggedor-gedor pintu kamar mandi, mungkin kost sebelah sudah pada bangun karena gempa lokal yang Lala buat. Aku keluar kamar mandi dengan perasaan kesal pada Lala,ketika aku keluar Lala keliatan sangat marah mungkin dia benar-benar sudah tidak tahan.

“Lama banget sih,” sungutnya sambil menutup pintu kamar mandi dengan keras.

Aku hanya menggeleng-gelengkankan kepala melihat tingkahnya.

“Udah tau mules masih aja molor, giliran udah kebelet baru gedor-gedor,” batinku sambil berlalu dari depan kamar mandi.


Lala keluar dari kamar mandi sambil senyum-senyum menatapku, aku pura-pura acuh padanya.

“Sha, maaf ya aku udah marah-marah tadi, soalnya udah gak tahan,” ujarnya merasa bersalah.

Aku hanya menjawab singkat sambil meliriknya sekilas.

“Kamu marah ya Sha?” tanyanya.

Aku masih saja diam tak menanggapinya, pagi ini aku benar-benar kesal pada Lala.

“Sha, aku ngomong loh, kalo gak mau maafin ya udah,” ucapnya sambil mengambil mukena hendak sholat.

Begitulah Lala si cuek yang aneh, baru juga minta maaf belum dapat jawaban udah ditarik aja tuh kata-kata, gak ada niatan untuk berusaha sama sekali agar aku memaafkannya. Ah sudahlah, aku kembali mengambil mushaf Al-quran kemudian membacanya, ketika ku lihat Lala sudah selesai sholat, aku pun menghentikan aktivitasku mengaji.

“La..kamu tau gak sih aku kesal sama kamu?”

“Iya tahu, makanya aku minta maaf tapi gak kamu jawab ya udah aku tarik lagi ” jawabnya acuh.

“Dengarin ya La, gimana aku gak kesal cobak, bangun subuh udah kayak dengar sirine dekat kuping aja, dah gitu yang buat alarm susah amat lagi di banguninnya, giliran aku mandi kamu malah gedor-gedor pintu udah kayak orang kemalingan,” ucapku meluapkan kekesalan pada Lala.

“Iya iya maaf,” pintanya sambil cengengesan.

“Aku kan cuma takut kita gak bangun subuh makanya aku  buat alarm sha, kan kamu juga yang setel alarmnya.”

“Iya sih, tapi kan itu usulan kamu untuk bikin full volume malah di samping kupingku lagi alarmnya.”

“Hehehe. aku sengaja tarok disampingmu biar kamu bangun, kalo disampingku pasti aku matiin lagi,” ujarnya membela diri.

“Soal kamar mandi tadi, awalnya emang gak kerasa sha, eh taunya makin lama makin nyesek, ya udah namanya sakit perut aku refleks aja jadi marah-marah, maaf ya.”

“Ya udah iya, tapi besok-besok alarm itu dibuat jauh juga aku pasti denger kok, soal kamar mandi kalo emang udah mulai mules buruan ke kamar mandi biar gak kejadian kayak tadi, aku masih sabunan belum bersih udah harus selesai gara-gara kamu,” ucapku masih dengan nada sedikit kesal.

“Iya deh, besok gak gitu lagi” jawabnya merasa bersalah.

Aku pun akhirnya meminta maaf pada Lala karena sudah sempet kesal dengannya, karena berhubung ini adalah akhir minggu, aku dan Lala sepakat untuk mengerjakan revisi proposal kami agar cepat selesai. Ketika sedang sibuk-sibuknya Lala tiba-tiba teringat sesuatu.

“Sha!” panggilnya.

“Hmm”

“Kayaknya aku ingat sesuatu deh.”

“Ingat apa sih La..?” tanyaku masih belum paham dengan maksud Lala.

Lala menghentikan aktivitasku dan memalingkan wajahku agar menatapnya

“Kamu pura-pura lupa atau gimana sih? Kan semalam kamu janji mau cerita, karena kita kekenyangan gak ingat lagi mau bahas itu.”

Mataku membulat sempurna. Aku tak menyangka Lala akan bahas soal ini lagi, padahal aku semalaman tidak bisa tidur karena dilema akan masalah ini. Ya Allah… aku harus pilih kata-kata yang tepat untuk menceritakan ini pada Lala.
Aku menghembuskan nafas perlahan.

“Okey. Aku akan cerita tapi dengarin baik-baik ya,” pintaku pada Lala.

“Iya Alesha. aku dengerin.”

Aku menatap Lala dengan penuh kebimbangan, semoga kali ini Lala bisa membantu meyakinkan hatiku untuk menjalani keputusanku semalam. Aku memejamkan mata sejenak untuk kembali mengingat semua dari awal.

Antara Impian dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang