Chapter 3 | Vanilla?

25 10 4
                                    

Happy Reading, luv!!<3
Semoga suka ya💗

•••

Daren memperhatikan penampilannya di depan kaca kamarnya. Jiwa perfeksionis sudah tertanam pada dirinya sejak ia masih kanak-kanak. Daren tinggal sendiri disebuah rumah yang sederhana, terkadang Liam menginap dirumahnya. Jika ditanya kesepian atau tidak? Ia menjawab "iya" . Rasa sepi, sunyi menyelimuti keseharian Daren, jadi ia sudah terbiasa. Jika Liam datang ingin menginap hal itu membuat Daren senang. Setidaknya ada suara seseorang yang bisa ia dengar.

Vespa biru kesayangan Daren sudah terpampang di depan rumahnya. Vespa ini sudah dianggap sebagai teman sejati oleh Daren karena sangat banyak kenangan yang ada di kendaraan itu. Ia segera bergegas berangkat bekerja mengendarakan vespa kesayanganya.

Sekitar 20 menit akhirnya Daren tiba di kafe. Suasana kafe masih sangat sepi karena belum dibuka. Ia melihat jam diponselnya. Waktu menunjukan pukul 09.30 , biasanya Liam tiba lebih awal untuk membuka kafenya. Daren binggung karena ia tidak memegang kunci kafe, jadi ia tidak bisa membuka pintu.

Drtttt ... drttt ... drttt ...

Ponsel Daren bergetar. Setelah dicek ternyata Liam menghubunginya.

"Lo udah di kafe, Ren?"

"Baru banget sampe, lo dimana? Tumben belum dateng,"

"Sorry, Ren. Gue ambil cuti seminggu, ada urusan yang harus gue kerjain,"

Daren menghela napasnya dan membuangnya gusar, "jadi gue sendirian nih? Terus gimana buka kafenya?"

"Iya... Sorry ya, Daren anak manis anak ganteng. Nanti Pak Bos dateng sekalian kasih kunci ke lo. Jadi besok-besok lo bisa buka sendiri."

"Oke." Daren mematikan panggilanya.

Ia duduk diatas vespa sambil menunggu Pak Bos nya datang. Entah apa yang ada di pikiranya ia teringat oleh gadis itu. Padahal Daren belum pernah mengenalnya. Ia hanya mengingat aroma parfume vanilla dari gadis yang tidak sengaja ia temui itu. Daren tidak tahu namanya, jadi ia sebut 'Gadis Vanilla'.

Daren tersentak kaget ketika ada yang menepuk pundaknya, ternyata itu Bosnya.

"Eh, pak. Selamat pagi" Daren membungkukan badanya sambil menyapa.

"Pagi juga. Kamu udah tau kan kalau Liam ambil cuti?"

Daren mengganguk.

"Untuk sementara kamu yang ambil alih tugasnya Liam, kamu harus dateng lebih pagi lagi untuk buka kafe. Bisa kan?"

"Siap bisa, pak." Daren tersenyum, namun ia memikirkan betapa repotnya ia mengerjakan semuanya sendirian. Biasanya Liam yang menjadi leader karena Liam sudah lebih lama bekerja di kafe dibandingkan dirinya. Tapi selama seminggu kedepan ia harus mengerjakan sendiri.

"Ah iya, nanti saya akan carikan pengganti Liam untuk sementara. Saya akan buka lowongan, nanti ditempel disini." Kata pak bos sambil menunjuk ke arah kaca.

Daren mengangguk meng-iyakan perkataan bos nya. Akan tetapi, ia sedikit cemas. Daren hanya bisa berharap semoga partner nya bisa andalkan.

•••

Tidak ada kata menyerah untuk Nara, ia selalu berusaha mencari pekerjaan baru. Uang nya semakin hari semakin menipis. Bersyukur nya ia tinggal bersama Geby saudranya, ia tidak perlu khawatir soal perut karena tante Ana selalu membelikan bahan-bahan makanan untuk mereka. Nara pun tidak harus bayar sewa alias gratis. Namun tetap saja ada keperluan tersendiri yang harus Nara beli. Kadang sampai ia harus irit-irit menggunakan sabun cuci mukanya karena Nara sayang akan uangnya.

Langkah kaki nya terhenti ketika ia melihat pamflet yang menempel di tiang listrik jalanan. Matanya fokus membaca setiap inci tulisan tersebut.

[Pemberitahuan!! Di buka Lowongan pekerjaan untuk 7 Hari sebagai Barista di Kafe Starlite]

Ia berusaha memahami tulisan tersebut.

Barista? Tapi cuma seminggu?

Tanpa berpikir panjang Nara langsung menghubungi nomer yang tertera di pamflet tersebut.

"Halo, selamat pagi,"

"....."

"Saya tadi baca pemberitahuan kalau kafe Starlite lagi buka lowongan ya, Pak?"

"....."

"Ohh oke. Saya kesana sekarang. Terima kasih, pak."

Nara melompat kegirangan karena ia masih mempunyai kesempatan untuk mendaftar pekerjaan. Walaupun ia belum tahu akan di terima atau tidak, ia sudah sangat percaya diri.

"Semoga gue diterima. Pasti diterima. Pasti." Katanya dalam hati.

••••

"Daren..." pak bos masuk ke kafe dan memanggil Daren. Ia menghampiri karyawanya itu yang sedang membuatkan kopi untuk pelangganya, "tadi sudah ada yang hubungi saya soal lowongan. Nanti kita interview ya. Kemungkinan sebentar lagi orangnya dateng."

"Siap, pak." Ucap Daren. Ia pun melanjutkan pekerjaanya.

*

Gadis itu sudah sampai di depan kafe Starlite, menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskanya dengan kasar. Nara gugup. Ini bukan pertama kalinya ia melakukan interview, tetapi kali ini rasanya sangat berbeda.

Nara membuka pintu kafe perlahan, melihat ke kanan dan kiri mencari seseorang tadi berbicara dengan di telepon.

'Ahh.. itu dia..' katanya dalam hati. Pria paru baya ber-jas cokelat muda, persis dengan yang dia sebutkan di telepon tadi. Nara segera menghampirinya.

"Maaf.. Bapak ini pak Arya ya?" Tanya Nara ragu.

"Iya saya Arya. Ada apa?"

"Saya yang tadi hubungin bapak soal pekerjaan,"

"Ohh.. Naga ya?"

Naga? Nara menahawan tawanya. Bisa-bisanya nama Nara menjadi Naga.

"Nara, pak. Bukan Naga."

Nara dipersilahkan duduk. Pak Aryo menjelaskan tentang pekerjaan yang akan Nara lakukan serta bayaran hasil kerja.
Nara cukup serius mendengarkanya. Ternyata tugas seorang barista tidak semudah ia bayangkan. Sedikit-sedikit Nara paham soal meracik kopi jadi ia tidak merasa terlalu sulit, yang terpenting kunci dasar telah ia kuasai.

"Oke, sampai sini aja. Jadi kamu paham kan?"

"Sangat paham, pak." Kata Nara tersenyum sumringah.

"Nanti kamu ada partnernya, tapi sekarang dia lagi keluar jadi nggak bisa saling kenal. Saya akan kasih tahu dia kalau kamu yang akan bekerja disini. Besok jangan sampai telat ya, Nara."

"Siap, Pak." Nara sangat bersemangat kali ini. Hal ini menjadi pengalaman baru di hidupnya.

•••

Segini dulu ya hehe
Kisah romansa di next chapter ogheyy😜

Babayy!!!
Dont forget to Vote and Commet <3

Me & You ; Who are you? | HarutoxPrimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang