4

4.3K 540 26
                                    

Sayup-sayup terdengar suara kereta kuda mendekat.

"Itu pasti Papa," kata Jaemin gembira. Ia berlari menuju jendela dan memperhatikan kereta keluarga mereka berhenti di depan pintu masuk Mangstone dari jendela di tingkat dua itu.

"Aku akan menyambut Papa," Jaemin meninggalkan jendela.

"Tidak perlu," Jeno memberi saran, "Aku yakin Papa akan segera menuju tempat ini."

Jaemin memperhatikan adiknya lekat-lekat. "Bagaimana kau tahu?"

"Paduka Raja memanggil Papa pagi-pagi itu sudah cukup menjelaskan ada sesuatu yang penting dan mendesak yang harus segera diselesaikan Papa," jawab Jeno, "Dan melihat ia pulang lebih awal dari biasanya, aku bisa menebak pasti terjadi sesuatu yang membuat Papa gelisah."

"Kau benar," Jaemin sependapat, "Tidak biasanya Papa pulang sepagi ini. Apakah ia tidak mampir ke Schewicvic seperti biasanya?"

"Aku yakin ia telah berkeluh kesah pada Earl Chanyeol. Aku juga percaya Renjun sudah mengetahui semuanya sebelum seorang dari kita mengetahuinya."

"Ya," Jaemin mendesah sedih, "Setiap kali Papa mempunyai masalah, orang pertama yang diajaknya berunding adalah Earl."

"Apa yang bisa dilakukan oleh kita?" tanya Jeno, "Kita tidaklah berpengalaman seperti Earl. Wawasan kita juga masih kalah dari Earl. Selain itu, mereka berdua adalah sahabat baik."

"Menurutmu apakah Papa akan membicarakan panggilan Paduka pada kita?"

"Bukan kita," Jeno meralat, "Tetapi kau. Papa selalu dan selalu mempercayaimu."

"Papa tidak seperti itu," Jaemin membela ayahnya, "Ia tidak pernah berpikiran seperti itu."

"Kenyataannya, ia lebih suka membicarakan masalahnya denganmu. Ia lebih mempercayai pendapatmu daripada aku."

"Kau berpikir terlalu banyak," ujar Jaemin.

"Tidak, aku mengatakan kenyataan," sergah Jeno.

Grand Duke muncul dengan wajah suramnya. Seketika keduanya berdiam diri – menghentikan pertengkaran mereka yang baru saja dimulai.

"Aku perlu bicara."

Jeno berdiri, "Denganmu, Jaemin," ia memotong.

"Tidak," Grand Duke Donghae membenarkan dan ia menegaskan, "Aku perlu bicara denganmu, Jeno."

"Aku?" Jeno tidak percaya.

"Sudah kukatakan, Papa juga mempercayaimu," Jaemin tersenyum penuh arti. Jaemin pun berdiri, "Kurasa aku tidak diperlukan di tempat ini. Aku akan melihat bila makan malam sudah siap."

"Terima kasih, Jaemin," Grand Duke melihat putrinya yang tahu diri itu mengundurkan diri.

"Apa yang Papa ingin bicarakan denganku?" tanya Jeno ingin tahu.

Peristiwa apakah yang membuat Grand Duke lebih suka mencari pendapatnya daripada Jaemin, sang putri kesayangan yang dipercayainya itu.

Grand Duke menarik kursi ke depan Jeno.

Jeno memperhatikan kerutan-kerutan di dahi pria tua itu. Ia tahu sesuatu telah terjadi pagi ini di Istana. Sesuatu yang sangat penting telah membuat ayahnya terlihat kian tua.

"Apa pandanganmu tentang Jaehyun?"

Jeno tidak mengerti tujuan dari pertanyaan ini. Belum sempat ia menjawab pertanyaan itu ketika Grand Duke kembali berkata,

"Ia mau menikah."

Nafas Jeno tercekat di tenggorokannya. Tiba-tiba saja ia merasa ia tidak lagi berada di dunia nyata. Pagi ini ia mendiskusikan kemungkinan itu dengan Jaemin dan mereka berpendapat itu adalah suatu hal mustahil yang tidak mungkin terjadi sekalipun dunia kiamat. Itu adalah seperti mengharapkan matahari terbit dari barat dan tenggelam di timur.

QUEEN OF CHOICE [JAEREN REMAKE] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang