Aku adalah seorang gadis polos berhati malaikat, sebelum kau datang merubahku menjadi seorang iblis. -𝐼𝑠𝑎𝑏𝑒𝑙𝑙𝑎
Aku adalah seseorang yang di takdirkan menjadi iblis, sebelum kau datang dan menghidupkan kembali detak jantungku. -𝑍𝑎𝑣𝑖𝑒𝑟
A...
Jantungku rasanya seperti ingin keluar dari tempatnya, aku tidak bisa membedakan apa sekarang ini mimpi atau nyata? Jika Baron tidak memanggil namaku, mungkin aku masih tetap menatap sosok pria di hadapanku ini. Jadi, benar kah mimpi ku menjadi kenyataan? Atau ada cerita di baliknya yang tidak aku ketahui? Aku mengangguk ketika Baron mengajakku mengikuti pria itu. Setiap langkahnya menjadi perhatianku, bahkan dari belakang pun ia tampak menawan. Apa dia seorang pangeran? Aku tidak bisa berpikir jernih sekarang.
" Apa kau lelah? "
" Aku? T tidak "
" Kau lapar? "
Bersamaan dengan itu, cacing di perut ku seperti berlomba berkata " iya " sehingga membuatnya berbunyi. Aku memegang perut ku dan merutukinya, ku lihat Baron tertawa kecil. Sialan, aku menyesal tidak makan dahulu tadi sebelum pergi kesini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pria itu membuka pintu besar dan kami pun masuk, aku lagi-lagi di buat terkesima dengan ruang makan di istana megah ini. Di sisi kanan ku lihat pria berkulit putih pucat sedang menata piring dan makanan, sedang kan di sisi kiri ku lihat pria bermata besar yang tersenyum mempersilahkan ku duduk. Tunggu, ini seperti jamuan makan malam. Dinner? Aku menengok ke arah Baron yang sepertinya sudah menatap ku sedari tadi, matanya mengisyaratkan ku agar mengikuti semuanya tanpa bertanya.
" Silahkan duduk, nona "
" Ah, terimakasih "
Aku menarik kursi perlahan dan duduk, di ikuti oleh Baron, 2 pria tadi dan pria yang sedari tadi menjadi pusat perhatianku diam-diam. Aku mencoba menatapnya lagi, sial aku ketahuan. Aku dengan cepat membuang pandangan ku dan mencoba tersenyum ke arah pria yang baru saja datang dan duduk tepat di sebelahku. Aku berada di tengah-tengah pria ini dan Baron, dan tepat di sebrang tempat dudukku pria itu masih setia menatap ku. Aku mencoba berbagai cara agar tidak melihatnya, tatapannya seolah mengunciku.
" Silahkan makan "
" Terimakasih "
Aku mencoba mengiris daging dan memasukkan ke dalam mulut dengan ragu, mengunyahnya dan menelannya perlahan.
" Apakah rasanya enak? Aku yang memasak. Aku Cristian, kau Isabella kan? "
" Sangat enak, ya aku Isabella "
Oh, ternyata pria yang datang terakhir dan duduk di sampingku bernama Cristian, namanya bagus. Ia orang pertama yang mengajakku berbicara di sini.
" Kalian tidak makan? "
Dengan memberanikan diri aku bertanya, karena ku lihat mereka hanya menatap ku yang sedang makan. Aku menjadi merasa tidak nyaman, seperti tawanan yang di intimidasi saja. Tanpa sengaja mataku bertemu lagi dengan mata pria itu, jantung ku kembali berdegup kencang. Tangannya terulur dan menyodorkan segelas air mineral padaku.
" T-terimakasih, tuan "
" Zavier. "
" Ah, iya, terimakasih, Zavier "
Aku mengulum bibirku, namanya sangat indah. Tapi apa benar aku sedang berada di duniaku? Aku seperti berada di masa kerajaan. Pakaian mereka juga sangat rapi, kulit mereka putih pucat menjadikan warna apapun cocok jika mereka kenakan. Aku mengambil gelas yang berisi air mineral dan meminumnya pelan.
" Ah ya, Bella. Sepertinya di luar hujan kau tidak bisa pulang "
" Ya? tapi tadi aku kesini dengan mo- "
Ucapan ku terpotong, saat Baron tiba-tiba berdiri dan memegang pergelangan tanganku.
" Aku akan mengantar mu ke kamar, di luar hujan deras. Dan lagi, mobil ku sedang bermasalah. Ayo. "
" T-tapi, Bar- "
Baron menarik ku, aku berdiri perlahan. Belum sempat aku melangkah kan kaki ku. Zavier dengan cepat berdiri, matanya menatap Baron dan turun ke arah tangannya yang sedang memegang ku.
" Biar aku yang mengantarnya. "
Dengan sangat cepat, pria bermata sipit dengan kulit lebih pucat itu menahan tangan Zavier. Aku tidak mengerti, tapi sepertinya mereka bergerak lebih cepat dari orang pada umumnya. Apa mungkin karena aku sedang mengantuk? Aku menggeleng pelan. Baron menarik ku keluar dari ruang makan, sebelum aku berbalik aku sekali lagi menatap Zavier. Tapi saat aku menatapnya, wajah angkuhnya berpaling.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baron membuka pintu besar itu, menampakkan sebuah kamar bernuansa merah dan hitam. Kasur berukuran king size dengan ukiran di atasnya. Ini benar-benar seperti kamar seorang putri kerajaan, aku masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa ini nyata. Baron melepaskan genggamannya, ia mengusap rambutku lembut.
" Tidur lah. "
" Kenapa kalian menyuruhku menginap? "
" Isabella, bisa kah kau simpan pertanyaan mu untuk besok saja? Sebaiknya kau istirahat. Selamat malam. "
" Bar- "
Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, pintu di hadapanku lebih dulu di tutup olehnya. Aku menatap bingung, tapi sepertinya aku mulai mengantuk. Aku berjalan ke arah kasur dan berbaring dengan nyaman. Aku mengulum senyum, ini benar-benar nyata kan? Aku seperti di perlakukan sebagai Tuan Putri di sini. Pikiranku kembali kepada pria itu, Zavier. Ternyata ia nyata? Tapi mengapa di dalam mimpiku ia adalah tunangan ku? Aku menggeleng, itu hanya mimpi sebaiknya aku tidur sekarang. Aku akan menghujani banyak pertanyaan kepada Baron besok pagi, tunggu saja.