" Apa tidak ada cara lain selain membunuh atau merubahnya menjadi vampire? "
" Tidak ada nak, benar seperti kata Damian. Gadis itu memiliki kelebihan yang di buru oleh vampire keji seperti Artur. Tidak hanya vampire, kaum serigala pun sedang mengincarnya. Maka dari itu sangat berbahaya jika kita membiarkannya pergi dari sini. "
" Jack juga mengincarnya? Brengsek. "
Zavier meremas kuat ujung jubahnya, Damian mengusap punggung Zavier. Menenangkan pria itu agar tidak terpancing emosi.
" Jadi, apa keputusan mu Zavier? Merubahnya atau membunuhnya? "
" Aku tidak tahu. "
" Kau tidak punya banyak waktu, hanya sampai purnama kedua. Artur sedang merencanakan sesuatu lebih dulu. Beruntung Baron mengenalnya dan melaporkan jika ia sangat mirip dengan Putri Charlotte. "
Charles berjalan menghampiri Zavier, Charles dapat melihat kecemasan di wajah dingin Zavier. Ia tersenyum miring dan menepuk bahu Zavier.
" Kau menyukainya? "
" Tidak. "
" Jangan berbohong, kau tahu aku kan? Aku bisa melihat semuanya hanya dengan menatap matamu. "
Baron menurunkan penutup kepalanya dengan kasar, ia menatap ke arah Charles dan Zavier bergantian. Mendengar pernyataan Charles entah mengapa membuat dirinya merasa kesal, apa benar kakaknya itu menyukai Isabella? Dia hanya tidak ingin Zavier menyukai gadis itu karena kemiripannya dengan Charlotte.
" Jika kau menyukainya hanya karena kemiripannya dengan Charlotte, lebih baik kau membunuhnya. "
" Apa masalah mu? "
Zavier yang mendengar celetukan adiknya itu langsung menatapnya tajam, terlihat dari matanya ia sangat marah sekarang. Eric dengan cepat memegang tangan Zavier, membuat Zavier sedikit tenang. Pria itu hampir saja terlambat mengendalikan emosi Zavier. Charles terkekeh dan mundur beberapa langkah, ia menatap Zavier dan Baron yang masih beradu tatapan tajam.
" Apa ini artinya kau harus merubahnya menjadi vampire, Zavier? "
Zavier berdiri tepat di depan kamar yang di tempati Isabella, tangannya terangkat berniat mengetuk pintu itu. Gadis ini hanya makan tadi pagi dan kembali ke kamar, ia tidak bisa tetap berdiam diri. Ia harus mengatakan yang sebenarnya. Tapi gerakannya terhenti saat tangan Baron menahannya, Zavier menengok cepat dan kembali menatap ke depan.
" Apa yang kau lakukan? "
" Aku ingin bicara dengannya. "
" Apa kau tertarik dengannya? "
" Lepaskan tanganmu. "
" Tidak, sebelum kau menjawab pertanyaan ku. "
" Brengsek. "
Baru saja Zavier menatap mata Baron berniat membuat tangannya sakit agar melepaskannya, pintu di hadapan mereka telah terbuka. Isabella menatap heran keduanya, tatapannya jatuh pada Zavier, pria yang semalaman ini menghantui pikirannya. Ia sebisa mungkin mengontrol detak jantungnya ketika mata mereka lagi-lagi bertemu.
" S-selamat pagi "
Baron dengan cepat melepas cengkeramanya pada Zavier, Zavier maju selangkah. Berdiri tepat di hadapan Isabella, gadis itu mendongak dan menatap gugup Zavier. Jarak mereka sangat dekat, jantung Isabella seperti ingin berhenti sekarang.
" Bisakah kau ikut aku sekarang? "
Isabella tanpa sadar menganggukkan kepalanya, Zavier berjalan melewati Baron. Bahu mereka sempat bertabrakan sedikit, membuat Baron mengeraskan rahangnya. Sebelum Isabella mengikuti Zavier yang entah ingin membawanya kemana, Baron menahan tangan Isabella. Isabella sempat terkejut karena tangan dingin Baron yang mengenai kulitnya, ia menengok cepat ke arah Baron.
" Jika kau merasa tidak nyaman, katakan padanya. Mengerti? "
Isabella lagi-lagi mengangguk, ia sebenarnya masih bingung ada apa sebenarnya. Seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Dengan cepat ia mengejar Zavier dan lega ketika melihat punggung tegap itu berada di depannya.
Aku mengikutinya menaiki anak tangga, wangi maskulinnya sangat memabukkan. Aku memejamkan mataku ketika angin berhembus dan menebarkan wanginya ke sekeliling ku. Aku membuka mata perlahan, Zavier membuka pintu besar itu dengan kedua tangannya. Seketika angin berhembus kencang, aku melangkah maju dan memegang sisi balkon. Purnama ya, cahayanya sangat terang malam ini. Aku menengok melihat ke arah Zavier yang ternyata sedang melihatku. Dengan gugup aku berdehem dan mengalihkan pandanganku kemana saja.
" Maaf. "
" Maaf untuk? "
Aku menatapnya bingung, cahaya rembulan itu membuatku dapat dengan jelas melihat wajah tampannya dari dekat. Demi Tuhan, Zavier sangat tampan dan menawan. Mata tajamnya itu sangat menarik perhatianku sejak awal, alis tebalnya dan bibir tebalnya membuat kesan sexy dan erotis dalam waktu bersamaan. Astaga aku sedang memikirkan apa.
" Maaf karena sudah memaksamu untuk tetap tinggal di sini. "
" Memaksaku? Aku tidak mengerti "
" Mau kah kau merahasiakan keberadaan kami jika aku mengizinkanmu pulang? "
" Memangnya ada apa? "
Ku lihat ia melangkah maju, kini jarak antara kita hanya sejengkal saja. Ia menundukkan wajahnya tepat di hadapanku. Sial, jantungku. Aku menahan nafas saat ia memiringkan wajahnya dan semakin mendekatkannya, aku memejamkan mataku. Suara indahnya berbisik di telingaku, aku hampir saja jatuh karena terkejut. Beruntung tangan kekarnya menahan pinggang ku. Apa aku benar-benar tidak bermimpi?
" Kami adalah vampire. "
KAMU SEDANG MEMBACA
DARKNESS
FantasyAku adalah seorang gadis polos berhati malaikat, sebelum kau datang merubahku menjadi seorang iblis. -𝐼𝑠𝑎𝑏𝑒𝑙𝑙𝑎 Aku adalah seseorang yang di takdirkan menjadi iblis, sebelum kau datang dan menghidupkan kembali detak jantungku. -𝑍𝑎𝑣𝑖𝑒𝑟 A...