Chapter 92

1.1K 168 129
                                    

Arkan melotot begitu Robert tertusuk gunting itu dan meringis, menahan pedih kesakitan. Lantas Robert rubuh, Arkan pun segera menopang badannya.

"Robert..." teriak Tuan Arkan. "Bert, tahan, Bert. Tahan ya..." Tuan Arkan melepas gunting dari perut Robert, kemudian menahan luka di perut Robert dengan sapu tangannya.

Seiring Julian langsung menghadang Maudi yang berusaha kabur. Dia memutar tangan Maudi hingga menjadi berputar membelakangi Julian.

"LEPAASSS!!!" teriak Maudi.

"Diem!!!" gertak Julian.

"BIRU!!! LARI KAMU CEPAT!!!" teriak Maudi.

Biru langsung berlari, Arsen yang ingin menahan Biru, kecolongan dan Biru berhasil kabur dari tempat tersebut.

Seiring Tuan Arkan segera menelpon ambulan serta anak-anak buahnya yang polisi untuk segera menangkap Maudi.

"Kamu yang kuat ya, Bert" ujar Tuan Arkan menguatkan.

Robert lalu tersenyum lemah menatap Tuan Arkan. "Mas Galak..."

"Ya, Bert? Ya, sayang? Yang kuat ya, sebentar lagi ambulan datang"

"Saya sayang sama Mas Galak..." air mata Robert seketika menetes. Bukan lebay, drama atau menahan sakit. Entah mengapa disaat seperti ini, masa-masa indahnya bersama Tuan Arkan-lah yang terkenang di otaknya.

Tuan Arkan menitihkan air matanya, manggut-manggut mengiyakan sambil mengusap rambut Robert.

"Obet... tahan ya, Bet. Gue yakin lo akan baik-baik aja. Oke" tutur Arsen.

"Dia bakalan mati sebentar lagi!!!" teriak Maudi.

Tuan Arkan spontan mendongak ke arah sumber suara yang membuatnya kalut. Lalu dia berdiri, mengambil gunting tersebut dan menancapkannya ke pipi kiri Maudi sampai tembus ke pipi kanannya.

Maudi berteriak, menahan sakit sementara dia tidak bisa bergerak kala Julian menahan tangannya dengan keras.

"Masih untung lo gak gue bakar hidup-hidup, setan!" CUH!!! Tuan Arkan meludahi wajah Maudi seketika.

Maudi tidak bisa membalas karena gunting tersebut menancap kencang dan sukses membuatnya tak bisa menggerakkan mulutnya.

Tak lama kemudian polisi bersama ambulan pun datang dan segera membawa Robert ke rumah sakit.

"Tangkep dia, Sena!" suruh Tuan Arkan pada komandan Sena.

"Siap, Tuan!" hormat Sena dan menyuruh anak buahnya menangkap Maudi.

"ARKAAAAN!!! SAYA AKAN BALAS SEMUANYA!!! LIAT SAJA NANTI!!! SAYA AKAN TERUS BUAT HIDUP KAMU DAN KETURUNAN KAMU MENDERITAAAA!!!" teriak Maudi tanpa menggerakkan pipinya. Bak orang sakit gigi yang sedang berbicara.

Tuan Arkan hanya diam menatap Maudi yang semakin menjauh masuk ke dalam mobil polisi.

Ucapan Maudi barusan terngiang-ngiang di telinga Arsen. Dia berusaha tak peduli, namun dia juga turut khawatir melihat Ayahnya yang kini hanya diam terbalut kebencian dan juga rasa cemas.

"Jangan di dengar, Om. Itu gak akan pernah terjadi!" tutur Julian.

"Daddy, ayo kita ke rumah sakit!" ajak Arsen.

Tuan Arkan mengangguk, "Ayo!"

~

"Ada apa ini, Sus?" tanya Dokter yang baru datang langsung ke ruang unit gawat darurat.

"Ini Dok, pasien mengalami luka tusuk dan pendarahan yang cukup banyak" jawab Suster.

Tuan Arkan, Arsen dan Julian menunggu di luar dan memandang ke arah Robert kini yang sedang tergurai lemah di ranjang itu.

Arsen yang wajahnya sudah di bersihkan oleh perawat medis, turut meneteskan air matanya melihat Robert terbaring tak berdaya dan ditangani oleh Dokter tersebut dari balik jendela.

Begitu juga dengan Tuan Arkan yang bersedekap, memandang Robert dari balik jendela.

Arsen bertirakat dalam hatinya. Dalam tangisnya. Menahan rasa benci pada Ibunya. Mengharap lebih pada Tuhannya.

Ya Allah, di dalam sana sedang terbaring lemah seorang mahluk ciptaanmu. Mahluk ciptaanmu yang begitu senantiasa memberikan kesetiaannya padaku, pada keluargaku. Ia selalu menjaga dan melindungiku. Melindungi keluargaku. Memastikan bahwa hidupku baik-baik saja. Menjadi figur orang tua yang baik untukku. Menjadi sosok pengganti figur Ibu untuk hidupku. Bahkan Ibuku sendiri jauh lebih jahat dibandingkan orang lain.

Ya Allah, jika kudapat kesempatan untuk lebih egois. Bisakah aku, meminta padamu, agar kau menyelamatkan Robert, Ya Allah. Robert yang telah menjadi sosok malaikat dalam keluargaku dalam bertahun-tahun. Robert yang selalu mengalah. Mengabdikan hidupnya, meninggalkan keluarganya, meninggalkan cintanya, hanya untuk keluargaku yang sudah patah.

Dia rela menjadi jembatan yang utuh, untuk menggantikan jembatan keluargaku yang sudah hancur.

Dia rela menjadi pelindungku, dan tidak pernah meninggalkanku.

Dia yang rela mengorbankan segalanya untuk keluargaku.

Dia lebih mementingkan hidupku, dibandingkan hidupnya.

Tak patutkah aku bila meminta, tolong, ya Allah. Tolong jangan kau cabut nyawanya dalam hidupnya.

Tolong jangan kau hilangkan nafasnya walau hanya beberapa saat.

Tolong jangan kau raih segala sesuatu yang belum pernah sempat ia miliki.

Tolong jangan kau jadikan ia pengorbanan dari semua ini.

Tolong jangan namanya yang kau tulis untuk daun surga yang gugur.

Tolong jangan kau hentikan denyut nadi dan dekat jantungnya walau hanya beberapa detik saja.

Tolong ya Allah.

Ia belum sempat merasakan kebahagiaan yang utuh. Ia bahkan rela tetap memendam cintanya walau orang tuaku telah berpisah.

Ia tidak pernah mengeluh.

Ia mahlukmu yang sempurna bagiku ya Allah.

Ia tak punya cacat hati.

Ia tak punya amarah dan dengki.

Ia tak pernah mendendam.

Ia selalu menyayangiku dan keluargaku, bahkan Ayahku.

Kumohon dengan segala kerendahan hati. Tolong sembuhkan Robert ya Allah.

Cabut duri dari dalam hidupnya. Hentikan darahnya yang terus keluar atas nama kebahagiaan keluarga kami.

Bukan maksud hatiku untuk memilih durhaka, tapi jika ditanya, aku lebih memilih Robert yang dapat hidup di dunia lebih lama lagi, di bandingkan Ibuku sendiri ya Allah.

Ampuni aku ya Allah. Tapi aku juga manusia, yang punya batas cukup. Tolong ya Allah. Selamatkan hidup Robert. Kasihanilah ia ya Allah.

Berikan kesempatan untuk hidupnya, menikmati bahagia yang berharga. Kembali pada keluarga hamba.

Tolong ya Allah.

Amin...

"Jangan nangis sayang, Robert pasti akan selamat. Yah? Kita terus berdoa untuk keselamatannya ya" tutur Julian.

Arsen mengangguk, menitihkan air matanya. Dia memeluk Julian erat, melirik ke arah Ayahnya yang memilih diam, menangis tersedu-sedu menatap keringkihan Robert. Berdoa terus menerus, agar Robert selamat.

"Ya Allah, saat ini hanya engkau yang dapat memutuskan, kau ijinkan ia untuk tetap hidup. Atau kau putuskan nyawanya dalam satu tarikan nafas. Tapi saya memohon padamu, dengan segala kerendahan hati, agar kau selamatkan Robert ya Allah. Jika kau ingin menukar posisinya denganku, aku rela. Aku ikhlas, agar Robert dapat selamat dan sehat seperti sedia kala ya Allah" gumam Tuan Arkan bertirakat dalam hati.

TO BE CONTINUED

STUCK ON YOU 2 (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang