"Nah, bagus, Pak. Bapak emang adil banget," puji Riska sengaja. Ia senang cowok perhitungan itu menderita.
"Tapi ...."
Riska merasakan sesuatu yang tidak enak. Perasaannya seperti akan dihu--
"Tapi ngerjainnya bareng Riska, kecuali bimbingan ke guru BK biarlah kau sendiri, Goriorio."
Riska terkejut. Apa-apaan nama dia jadi terbawa-bawa begini? Niatnya kan mau ngerjain Riordan, malah ia juga yang kena.
Areta yang mendengar itu tak kalah terkejut. Rasa bersalah sedikit hinggap di hatinya. Padahal dia yang mengganti nama Pak Apin, eh malah Riordan dan Riska yang kena hukuman.
"Gak apa-apa kali, ya? Siapa tau mereka jodoh," gumam Areta spontan.
Areta jadi teringat sesuatu. "Riordan ... kok namanya sama, ya, sama anggota sobat hokas? Apa jangan-jangan dia juga sekolah di sini sama kayak Prakoso dan Haidar?"
Areta mengedarkan pandangan, matanya bergerak ke kiri-kanan mencari dua curut itu. Ah, maksudnya dua teman. Ternyata yang dicari ada di depannya. Lebih tepatnya, dua meja di depannya.
"Biar nanti gue tanya, ah," putus Areta agar menghilangkan rasa penasarannya.
Pasalnya, di grup Whatsapp Areta yang bernama sobat hokas juga ada Riska dan ada yang namanya Riordan. Riska dan Riordan yang ada di sana pun kerap dijodoh-jodohkan.
Balik ke Riska, siswi itu menolak dihukum. Jelas menolak, walaupun ia mengerjai Riordan, masa dirinya harus kena juga?
"Pak, kok Bapak jadi ga adil? Kena--"
"Katanya saya adil banget. Nah, ini, Bapak kan udah adil untuk kalian berdua. Goriorio juga ga keberatan, 'kan?"
Riordan mengangguk cepat. Sesaat kemudian, ia menggeleng menandakan tidak keberatan. Riordan memang tak ingin sekali dihukum dengan Cewek Tukang Fitnah ini, tapi kalau ia kerjai balik tidak ada salahnya, 'kan?
"Tuh, Riordan saja tidak keberatan–"
Riska memotong, "Tapi saya yang keberatan, dong, Pak!"
"Bapak tidak terima penolakan. Good bye." Setelah mengucapkan itu, Pak Apin dengan santuynya pergi meninggalkan mereka yang terdiam.
Riska menahan napasnya sebentar seraya memastikan Pak Apin sudah benar-benar pergi dari wilayah kantin. Ia menarik napas, bersiap untuk berteriak, "Apa lo semua liat-liat? Mata burik semua aja sok-sokan!!"
Bisik-bisik pun mulai terdengar masuk ke dalam telinga. Seluruh mata yang tadinya memusatkan penglihatannya pada Riordan dan Riska, kini sudah kembali meninjau makanan beserta teman-temannya.
Riordan menarik tangan Riska menjauhi kantin, yang ditarik pun komat-kamit tak terima. Areta? Ia sudah lelah. Ia memilih memesan beberapa dari segala siap saji yang dapat dipesan untuk mengisi perutnya yang sedang konser itu.
Sampailah mereka pada toilet kantin. Hal yang pertama kali menyambut mereka adalah bau tak sedap yang langsung menyerap ke indra penciuman.
"Bau banget kayak orang di sebelah gue," sindir Riska seraya menutup hidung dan mulutnya menggunakan tangan.
"Dih, ga nyadar! Karena lo tau jadinya gue harus kayak gini," balas Riordan dalam hati. Ia sedang malas berdebat, lebih baik kejailannya yang berbicara.
Sebuah ide dengan terangnya muncul di otak Riordan seperti lampu bohlam berada di atas kepalanya. Riordan duluan masuk ke dalam toilet. Meski bau, tak apalah. Kejailannya lebih penting.
"Huh, liat aja lo. Gue jamin lo nyesel. Ga gila, ga seru!"
Riordan dengan sengaja menumpahkan banyak air dan pembersih lantai yang kebetulan ada dekat ember. Ia menumpahkannya dekat depan pintu agar saat Riska masuk langsung jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ga Gila, Ga Seru!
Novela Juvenil(Budayakan vote dan komen saat membaca :>) Spin off Prata Story >>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<< Awal perkenalan Riordan dan Riska tidak klasik seperti, "Hai, gue Riordan. Salam kenal." "Hai, gue Riska. Salam kenal." Tidak, tidak begitu. Mereka kenal...