Sesuatu yang melebihi kapasitas wajarnya adalah tidak baik.
-Selamat Membaca-
Jangan lupa pencet tombol bintangnya.
.
.
"Silakan duduk, Bu," ucapku mempersilahkan seorang ibu yang membawa anak laki-lakinya ke sini.
"Terima kasih, Dok."
Ah, pasti beberapa orang bertanya-tanya, kenapa ada yang memanggilku dokter. Sebenarnya kami, para psikolog bukanlah berprofesi sebagai dokter. Kami hanyalah ahli medis yang berkutat dengan permasalahan mental dalam masyarakat. Yang berprofesi sebagai dokter adalah mereka para psikiater.
Apa perbedaannya antara psikolog dan psikiater? Dua-duanya adalah profesi yang bergerak dalam menangani masalah mental atau kejiwaan. Selain berbeda antara panggilan dokter atau bukan, keduanya memang profesi yang dianggap sama oleh kebanyakan orang.
Namun, perbedaannya adalah seorang psikolog akan mendiagnosis gangguan mental berdasarkan pola tingkah laku pasiennya. Kami akan menganalisis, kemudian menyarankan beberapa pola hidup yang dapat mengurangi gangguan-gangguan yang dialami oleh pasien. Gangguan-gangguannya dapat berupa stres, depresi, kesulitan tidur, kesulitan mengatur emosi, kecanduan, fobia, dan lainnya.
Sedangkan psikiater, mereka lebih ke pasien yang memiliki gangguan mental yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan konsultasi saja. Pasien yang datang membutuhkan obat-obatan untuk meredakan atau menghilangkan gangguan mental yang mereka alami seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi akut, dan lainnya. Kami para psikolog tidak diperbolehkan meresepkan obat-obatan kepada pasien, karena kami bukanlah dokter.
Begitulah kira-kira sekilas penjelasan mengenai perbedaan antara profesi psikolog dan psikiater. Namun, walaupun ada yang memanggilku dokter, aku tidak akan menegur ataupun mempermasalahkan hal itu. Biarkan saja, karena masih banyak orang yang belum tahu tentang dunia psikologi dan psikiatri. Paling, jika ada yang bertanya padaku, akan kujelaskan kepada mereka. Jika tidak, biarlah mereka memanggil sesukanya.
"Saya membawa anak saya, Cio ke sini supaya dia dapat menghilangkan kecanduannya terhadap gim. Saya tahu ini karena kesalahan saya sebagai orang tua dalam mendidik anak. Saya terlalu memanjakan dan membebaskannya dalam melakukan apa pun. Sampai-sampai saya baru tersadar sekarang kalau Cio benar-benar sudah kecanduan dengan gim. Dia jarang keluar kamar, bahkan untuk makan saja sudah jarang," jelas sang ibu.
Aku memperhatikan sekilas anak yang sekarang sedang berhadapan denganku itu. Jari-jari tangannya terus saja saling mencabuti kulit-kulit yang berada di sekitar kukuhnya. Lututnya juga gemetaran tak menentu. Wajahnya tampak kesal sekilas.
Tingkat kecanduannya benar-benar sudah lumayan parah. Anak ini sepertinya tidak tenang karena sekarang tangannya tidak memainkan gim yang biasa dimainkan. Aku mengerti, sering kali hal ini terjadi pada anak-anak atau remaja zaman sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG KELABU [TAMAT]
Literatura FemininaGenre: Fiksi Psikologi, Chiklit, Drama. "Hei, kamu! Ulurkan tanganmu! Aku akan mencoba menarikmu dari ruang kelabu itu." Setiap manusia memiliki masalah dalam hidupnya. Ada batas kemampuan yang dimiliki oleh tiap orang dan tentunya tidaklah sama. K...