FFH || 02

45 12 29
                                        

***

"Berulang kali aku bilang, menjauhlah dariku!"

***

Hari yang cerah membuat semua orang menjalankan aktivitas dengan gembira. Sinar mentari seakan membawa kebahagiaan hari ini. Di SMA Jaya Bangsa semua murid berbondong-bondong menuju kelas karena bel masuk baru saja berbunyi. Kegiatan belajar mengajar akan dilaksanakan sebentar lagi.

Brak! Brak!

Suara pukulan meja terdengar jelas, semua murid seketika diam. Guru itu termasuk killer sehingga mampu membuat penghuni kelas diam seribu bahasa, meski ada yang mengumpat dalam hati. Seorang guru berdiri di depan kelas 11 MIPA 2 dengan wajah garang. Dia menoleh ke samping memersilahkan seorang murid perempuan yang sedang tersenyum gugup.

"Hallo, perkenalkan namaku Amanda Ramachyian bisa kalian panggil 'Manda'. Apa ada yang mau ditanyakan?" sapa sekaligus tanya murid perempuan itu dengan senyuman lebar.

Wajah cantik dan terkesan imut milik Manda seakan menghipnotis para kaum cowok di kelas. Suara gaduh kembali menyerbu indera pendengaran. Bagi para wanita, hal ini terlihat aneh. Menurut mereka hal ini biasa saja. Namun, hal ini menjadi luar biasa di mata para cowok.

"Manda sudah punya pacar belum?"

"Manda minta nomor WhatsApp, dong."

"Manda, aku untukmu."

"Manda nanti kita ke kantin bareng ya"

Sahutan perkenalan Manda diserbu sahutan alay dari kaum cowok. Manda hanya meresponnya tersenyum malu. Namun, hal itu justru membuat mereka terlihat lebih alay. Padahal hanya sebatas senyum, tetapi mereka seakan mendapat uang miliaran rupiah. Kaum cewek hanya bisa bergidik ngeri melihat kelakuan mereka.

Berbeda dengan satu gadis yang duduk di pojok jendela sendirian. Gadis itu Tita, dia tampak tidak begitu peduli tentang apapun. Tita memiringkan kepalanya di atas meja menghadap jendela. Terlihat beberapa kelas, yang sedang memiliki jadwal olahraga.

"Manda, kamu bawa apa itu?"

Samar-samar Tita mendengar suara murid perempuan yang memanggil nama anak baru itu. Tita memejamkan matanya, menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembusan melalui celah jendela hingga membuat suasana menjadi lebih sejuk. Guru barusan telah pergi beberapa menit lalu karna jadwal pelajaran kini digantikan dengan jadwal istirahat.

"Itu siapa? kenapa sendirian di sana?" Manda terlihat penasaran dengan Tita.

"Oh, itu Titania. Murid anti pergaulan di sini. Lo gak usah dekat dia, dia akan mengusir siapapun yang dekat dengannya, dia tidak memiliki satu orang pun teman."

"Benarkah, kenapa bisa begitu?"

"Iya, gue gak tau alasannya apa. Kalau lo gak percaya, lo bisa coba sendiri."

Tita menikmati bisik-bisikkan mereka yang terdengar jelas. Tita tidak akan marah, dia tau hal yang mereka katakan itu benar apa adanya. Untung Tita seorang murid yang cerdas, jadi dia tidak perlu bertanya pada seseorang. Sebuah derap langkah kaki terdengar mendekat, Tita sedikit was-was, dia takut seseorang menerima nasib sial darinya.

"Hai, kamu Tita, ya," tanya Amanda menatap ke arah Tita yang masih dalam posisi semula.

Tita mengangkat kepalanya, menatap ke arah Amanda. "Hmm, iya," jawaban singkat dengan wajah terlihat tidak suka, itulah yang didapatkan. Amanda menghela napas gusar, sepertinya benar Tita tidak menyukai kehadiran orang-orang yang ingin  mendekatinya.

Sebenarnya, alasan itu tidak sepenuhnya benar. Dia ingin mempunyai teman, tetapi dia sedikit trauma akan kejadian di masa kecilnya. Ketakutan semenjak kejadian itu membuat Tita enggan berdekatan dengan orang. Sudah cukup Dea menerima nasib sial karenanya, jangan sampai ada korban lagi. Dari situ, Tita sangat membatasi pergaulannya.

"Aku Manda, semoga kita bisa jadi teman. Ini untuk Tita."

Amanda meletakkan secarik kertas dengan tiga kue bolu ke pada Tita. Tita menatap ke arah Amanda dengan tatapan datar. Namun, hal itu tidak menyurutkan niat Amanda untuk berteman dengan gadis itu.

"Makasih, tapi sampai kapanpun kau tidak akan menjadi temanku," ucap Tita membuang pandangan ke arah lain.

"Kenapa? Apa kamu membenciku?" tanya Manda dengan tatapan sedih.

"Ck, jangan menatap aku seperti itu, aku tidak menyukaimu karna kamu berani mendekatiku. Lebih baik kamu pergi dengan teman yang lain," usir Tita sembari memutar bola matanya jengah. 

"Aku yakin kita bisa berteman suatu saat nanti, Tita. Bye, jangan lupa dihabiskan kuenya, ya."

Amanda pergi berjalan menjauhi Tita, Amanda tampak berceloteh bersama teman-teman kelasnya. Sesekali mereka tertawa, Tita menatap kembali ke arah kue bolu pemberian Amanda. Sepertinya sayang sekali jika tidak dia makan, akan lebih baik Tita memakan kue bolu tersebut. Tita mengigit kue itu demi sedikit, tidak ada kesalahan, kue terasa lembut dan enak untuk dinikmati. Tita merasa hidup hanya berputar seperti itu itu saja, bahkan tidak ada yang menurutnya mengasikkan. Bagaimana tidak, hidup dalam kesepian itu apa yang mengasikkan.

***

Langit sore tampak sangat indah. Semburat jingga menghiasi langit. Tidak ada awan hitam dan gemuruh petir. Tita duduk di taman sambil memandang langit jingga yang sebentar lagi akan gelap. Senja memang begitu memabukkan mata hingga membuat orang yang melihatnya seakan terhipnotis.

Tita merenung, apakah kehidupannya akan terus seperti ini? Ingin sekali dia berinteraksi lebih, tetapi dia tidak bisa. Tiba-tiba matanya memanas, air mata menggenang di pelupuk mata. Hanya sekali memejamkan mata, air mata sudah meluruh di pipi Tita. Dia lelah, dia butuh tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Namun, rasa takutnya terlalu besar.

"Nih, usap air mata kamu."

Tangan seseorang mengulurkan sapu tangan berwarna biru. Tita terkesiap, dengan gerakan cepat dia menghapus air matanya. Orang itu tersenyum melihat Tita yang terkejut karena kehadirannya.

"Apa kamu mengikutiku?"

Orang itu merespon dengan anggukan kepala. Tita tidak habis pikir dengan orang itu yang bersikeras untuk berteman dengannya.

"Jangan mengikutiku lagi, Manda. Menjauhlah!" serunya lalu pergi meninggalkan Manda sendiri di taman.

"Tapi aku hanya ingin berteman denganmu."

"Aku tidak butuh seorang teman!" Bohong, bohong jika Tita tidak membutuhkan seorang teman.

"Aku akan tetap menjadi temanmu Titania!" teriak Amanda karena Tita sudah berlari cukup jauh darinya.

Tita berlari menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh. Kakinya terus melangkah hingga jarak sudah terlalu jauh dari taman. Napasnya memburu, dia menengok ke belakang untuk memastikan Manda tidak mengikutinya lagi. Tita bernapas lega karena Manda tidak ada di belakangnya.

Jalanan tampak sepi, tetapi Tita belum juga sampai di rumah. Rasa lelah menghantui dirinya. Jarak rumahnya tinggal 200 meter lagi. Dia harus masuk gang untuk sampai di rumahnya. Hawa tidak mengenakkan merasuki tubuhnya, gang ini sangat sepi. Padahal, ini masih pukul setengah enam. Tumben sekali jalanan terlihat sepi.

"Ah, lepas!" Tiba-tiba ada seseorang yang mencekal.

"Bisa diam tidak," ucap seorang lelaki sedikit berbisik.

Tita yang menyadari jarak mereka sangat dekat segera mengambil jarak dengan orang itu. Dia tidak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas karena hari sudah mulai gelap.

"Lihat, di sana banyak preman. Kamu lewat yang di sini saja."

"Terima kasih," ucap Tita dengan wajah datar dan segera pergi meninggalkan seseorang itu dengan langkah cepat.

Tita harus mulai hati-hati mulai saat ini. Bisa saja seseorang dengan tidak terduga mendekat dengannya seperti tadi. Pikirannya berputar terus menerus. Dia juga berdoa semoga lelaki tadi tidak mendapatkan nasib sial karena sudah mendekat, bahkan mencekal tangannya.

***

14 Februari 2021

PinceSlovu

Fear For Hurting√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang