***
"Aku mengingat kenangan yang pernah kubuat dengan hanya melihat peristiwa yang hampir sama."
***
"Tita, aku tidak akan menyerah untuk bisa menjadi temanmu!" teriak Amanda karena Tita sudah memasuki kelas.
"Simpan saja niat itu!" seru Tita menyembulkan kepalanya melalui celah jendela.
Tita merasa pusing akan sikap Amanda yang terus saja mendekatinya. Amanda keras kepala sama seperti dirinya. Apapun halangannya, tujuan utama tetap menjadi pendorong. Amanda ingin berteman dengan Tita, tetapi Tita tidak mau ada orang yang mendekatinya. Ingin rasanya Tita berteriak meminta tolong untuk menjauhkan Amanda dari dirinya. Namun, itu hanya hal bodoh yang tidak mungkin Tita lakukan.
Suasana kelas kini sepi, hanya ada beberapa orang di kelas, sedangkan yang lain sedang mengisi perut yang kosong di kantin. Tita sangat menyukai hal ini, karena ketika sepi, maka tidak akan ada orang yang ada di dekatnya. Artinya, tidak ada ketakutan untuk Tita menyakiti orang lain.
Tita mengeluarkan buku pelajaran yang akan dipelajari nanti dengan guru setelah masuk. Rasa bosan menyelimuti Tita, dia merebahkan kepalanya di atas meja. Pandangan Tita menerawang ke luar jendela, sebuah kejadian demi kejadian berputar dari memorinya dulu. Hal itu memenuhi pikiran di kepala Tita.
Terkadang Tita menganggap hidup ini semua tidak adil, di saat teman-temannya bisa bermain dengan sepuasnya. Namun bagaimana dengan Tita? Tita hanya dapat mrmendam keinginannya demi rasa takutnya. Sebenernya, jauh di dalam lubuk hati Tita, dia sangat menginginkan menjadi orang lain yang bisa bersenang-senang dengan teman-temannya. Tita teringat akan satu kejadian saat Dea memberikannya gulali saat kecil.
"Tita, cobain ini, enak tau," ucap Dea mencondongkan satu buah tangkai gulali ke hadapan Tita. Tita menatap gulali dengan wajah berbinar, siapapun anak kecil jika diberikan manis-manisan, pasti mau. Tita tersenyum kecil menatap Dea bergantian dengan gulalinya.
"Aaa ...." Dea mencubit gulali itu lalu menyodorkan ke mulut Tita. Ya, gulali itu telah berhasil masuk dalam mulut Tita. Tita tersenyum lebar, manisan itu terasa menyengat di lidahnya.
"Gimana? Enak gak?" tanya Dea menunggu reaksi yang berikan Tita.
"Enak, mulai sekarang gulali ini akan jadi makanan termanis kesukaan Tita," ucap Tita dengan senyuman.
"Tita!"
"Tita!"
Tita tersadar ketika mendengar suara nyaring yang tidak asing untuknya. Lihatlah Amanda berdiri di sampingnya, jangan lupakan satu tangkai gulali tersodor ke arahnya.
"Tita, cobain ini, enak tau," ucap Amanda dengan senyuman lebar.
Tita terdiam mematung di tempat, wajahnya terlihat kaget mendengar kata-kata yang diucapkan Amanda persis apa yang dikatakan Dea. Amanda seakan mencerminkan Dea. Seketika Tita menjadi sangat merindukan masa kecilnya bersama Dea. Dia ingin mengulang kembali tanpa adanya kejadian yang membuatnya seperti ini.
***
Siang hari yang terik membuat siswa mengeluh kepanasan. Istirahat kedua di SMA Jaya Bangsa dimanfaatkan Tita untuk membaca buku di perpustakaan sekaligus mendinginkan pikiran. Tita tidak ingin larut dalam masa lalunya. Hal itu percuma, berjuang sekuat apapun Tita untuk mengembalikan keadaan, yang tersisa hanya rasa takutnya yang kian membesar.
Tita menelusuri rak demi rak buku mengenai novel. Banyak sekali judul buku yang tertera di sana. Namun Tita belum menemukan buku yang pas untuk dia baca. Pandangan beralih pada rak di belakangnya. Dia melihat buku bersampul kuning kecokelatan dengan judul "You Are Not Alone". Seketika matanya berbinar, dengan cepat dia mengambil buku itu lalu membaca blurd ceritanya.
"Kamu tidak pernah sendiri, ada Tuhan yang selalu menemanimu kala kamu bersedih. Ada Tuhan yang selalu mendengar keluh kesahmu kalau kau mengadahkan tanganmu. Ada Tuhan yang selalu menerima air matamu kala kamu menangis dalam sujudmu. Ada Tuhan yang akan memberikanmu teman kala kamu sedang mencarinya. Teman abadi yang tidak pernah kau sangka kehadirannya," ucap Tita membaca blurd buku itu.
Tita sempat berpikir, apakah Tuhan mengirim teman untuknya? Dengan segera Tita menggelengkan kepalanya erat. Dia tidak mau berdekatan dengan siapapun, itu prinsipnya sejak dulu. Tita tidak ingin menyakiti atau memberikan nasib sial pada orang lain. Biarkan saja dirinya sendiri yang menerima akibatnya.
"Lo suka baca buku?"
Tita terdiam mendengar suara itu. Itu adalah suara lelaki yang menolongnya agar terhindar dari preman malam itu. Tita mendongakkan kepala dan tersentak kaget karena jarak mereka terlalu dekat. Tita mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengannya.
"Iya." Tita menampilkan raut wajah datar. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki itu terlihat heran melihat Tita yang tiba-tiba menjaga jarak dengannya. Tita kembali menatap buku yang ada di tangannya dan lelaki itu bergantian. Tidak disangka, sepasang bola mata bertemu dengan sepasang bola mata lainnya. Jantung Tita berdegup kencang. Dia merasakan antara takut dan ada rasa aneh lainnya di dalam jiwanya.
Lelaki itu yang sedikit bisa membaca kondisi melalui tatapan mata pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Wajah Tita yang cantik juga membuat lelaki itu sedikit terpesona. Namun, ada hal yang mengganjal saat lelaki itu menatap mata Tita. Dia menemukan kesedihan dan ketakutan dalam satu waktu. Aneh, tapi memang benar, hal itu sedang dirasakan Tita.
Tita memutuskan kontak mata mereka lalu pergi meninggalkan lelaki itu sendiri. Dia menuju ke arah penjaga perpustakaan untuk meminjam buku.
"Hey, salam kenal namaku Arkaan!" teriaknya saat Tita sudah sedikit jauh.
Tita yang mendengar teriakan itu hanya bisa mendengkus dan menghela napas pasrah. Namun, pikirannya masih pada lelaki itu. Mengapa dia tiba-tiba ada di sampingnya? Sejak kapan mereka satu sekolah? Ah, mungkin sejak dulu, tetapi Tita saja yang terlalu asik menyendiri.
"Mengapa rasanya sangat aneh," gumam Tita sembari memegang di mana posisi jantungnya berada.
Tita kembali menuju kelasnya dengan tergesa-gesa. Lagi pula bel masuk sebentar lagi akan berbunyi. Kelasnya sudah ramai orang, hanya beberapa anak saja yang masih berkeliaran di luar.
"Dari mana saja kamu?" tanya Amanda sembari berkacak pinggang selayaknya ibu yang memarahi anaknya yang nakal.
"Bukan urusanmu." Tita masih memertahankan wajah datarnya.
"Aku temanmu, aku wajib tau apapun tentangmu," ujar Amanda berdecak sebal dengan tingkah laku Tita.
"Kamu bukan temanku," ucap Tita tegas.
"No! Aku akan tetap menganggapmu temanku. Aku tidak mau tau, jangan pernah kabur dariku lagi. Aku akan terus bersamamu, Tita," ucap Amanda lalu pergi menuju bangkunya.
Tita menggelengkan kepala melihat tingkah laku Amanda yang tetap ingin menjadi temannya meski sudah puluhan kali tolakan dia terima. Dia tau Amanda anak yang baik. Maka dari itu, dia tidak ingin menyakiti Amanda.
Bel masuk berbunyi dengan nyaring, membuat seluruh siswa SMA Jaya Bangsa duduk di tempatnya masing-masing. Guru juga memasuki kelas hingga suasana yang awalnya riuh menjadi senyap seketika. Semuanya mengikuti pelajaran dengan tenang, meski beberapa siswa terlihat mengantuk karena ini adalah pelajaran terakhir sebelum pulang.
***
21 Februari 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Fear For Hurting√
Teen FictionTitania adalah gadis remaja yang malang. Ketidaksengajaan yang dia perbuat dulu membuat dirinya dirundung rasa takut. Perkataan orang yang menyebutnya 'pembawa sial' dibenarkannya hingga membuat dirinya tidak mau berdekatan dengan satu orang pun. "A...