FFH || 05

16 6 15
                                    

***

"Ucapanmu bagai kaset rusak dalam ingatanku."

***

Matahari telah sampai ufuk barat ditemani dengan semburat jingga yang indah menghiasi langit. Bulan juga telah menampakkan diri dari tempat persembunyiannya. Sore hari banyak dinanti oleh banyak orang. Namun, mengapa pagi hari tidak ditunggu? Apa bedanya keindahan senja dengan fajar? Hingga semua orang lebih menyukai senja dibandingkan fajar.

Tita diam menyendiri di balkon kamarnya sembari menikmati pemandangan senja. Dia merenung, hari ini banyak hal tidak terduga yang terjadi. Semakin dia menjauh dari orang lain, mengapa orang lain malah mendekatinya? Tita juga memiliki hati, dia merasa bersalah karena terus menerus menolak ajakan bertemuan semua orang demi ketakutannya.

"Kapan rasa takutku hilang?" Tita menghela napas panjang.

Langit sudah meredup, Tita masuk ke dalam kamarnya tidak lupa menutup pintu balkon. Dia merebahkan dirinya di kasur. Dia sudah memperingatkan mama dan pembantu di rumahnya agar tidak mengajaknya makan lagi.
Dering ponsel memecahkan keheningan di kamar Tita. Nomor tidak dikenal membuat Tita mengabaikan saja. Bisa saja itu hanya salah sambung. Dia memejamkan matanya untuk meraih mimpinya. Berharap esok akan terjadi hal yang baik.

"Have a nice dream Titania," ucapnya untuk dirinya sendiri.

***

Hari ini adalah hari libur, hal itu membuat Tita bosan. Dia bingung akan melakukan kegiatan apa hari ini. Dia benar-benar tidak memiliki agenda hari ini. Tita lalu memeriksa ponselnya, tiga pesan muncul di sana, yang pertama dari anggota grup kelas. Kedua, pesan dengan nomor yang tidak dikenal.

Tita mengerutkan dahinya bingung, siapakah gerangan yang menge-chat dirinya? Humm, entahlah Tita bingung tentang hal itu.

Hai Tita, ini aku Manda. Bagaimana denganmu hari ini? Apakah menyenangkan? Aku harap begitu.

Tita memutar bola matanya jengah, ternyata itu dari Amanda. Tita semakin hari semakin bingung dengan sikap Amanda, yang terang-terangan mendekatinya. Padahal orang lain malah menghindarinya. Bagi Tita, Amanda begitu baik untuk dia miliki. Tita tidak pantas menjadi temannya.

Berbeda di tempat lain, Amanda tengah duduk di kafe dengan beberapa gadis yang mungkin telah berteman sejak awal bertemu. Amanda memegang erat benda pipih di tangannya, tatapan tidak lepas dari layar kecil itu. Amanda menghela napas gusar, dan tentu itu menjadi perhatian para gadis yang lain.

"Siapa lagi? Tita?" tanya seorang gadis melihat tingkah aneh Amanda yang begitu mengganggunya.

Amanda menoleh menatap gadis itu dengan wajah sulit diartikan. Beberapa menit kemudian, Amanda mengangguk membenarkan bahwa dia sedang memikirkan Tita.

"Manda, kenapa kamu mengejar Tita terus? padahal dia terang-terangan menolak berdekatan denganmu?" tanya seorang gadis lainnya.

"Iya, benar itu."

"Yaelah, itu orang sombong banget. Benci gue lihatnya."

"Iya, sok banget. Gak pantas banget ditemanin orang yang kayak gitu."

"Harusnya dia senang jika Amanda dengan senang hati mendekatinya. Gak tau terima kasih banget!"

Beberapa tanggapan jelek memenuhi indra pendengaran Amanda. Amanda tidak menyukai lontaran yang mereka berikan, baginya mendekati Tita tantangan tersendiri agar semua kembali apa adanya. Amanda sedikit mengebrak meja yang mereka gunakan, tatapannya tajam melihat satu persatu mereka.

Fear For Hurting√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang