Lembah Batu

266 31 0
                                    

Rena membaca sekali lagi kalimat itu, memastikan matanya tidak salah. Dan seperti dugaannya, apa yang dilihat sebelumnya tidak berubah. Rena dengan segera meninggalkan apartemen Shino dan berlari ke arah hutan. Tujuannya saat ini adalah Akira. Rena tak peduli jika harus diam-diam meninggalkan konoha, meski Shino sudah melarangnya.

“Lihat siapa yang datang? Aku tak menyangka kau datang dengan sukarela ke tempatku.” Akira menghentikan aktivitasnya begitu melihat Rena yang berdiri di depan pintu dengan napas terengah-engah.

“Begitu rupanya caramu menyambut tamu?” balas Rena yang ditanggapi dengan tawa oleh Akira. Rena menuju kursi yang terletak di sebelah Akira, duduk, dan memperhatikan setiap gerakan yang Akira. “Apa yang kau lakukan?”

“Hanya eksperimen biasa. Aku ingin tau, apakah cakra bisa bertambah dengan mengkosumsi pil atau semacamnya. Kau tertarik? Kita bisa melakukan eksperimen ini bersama.”

Rena menatap Akira sebentar, lalu menggelengkan kepalanya. “Apa selama ini aku terlihat tertarik dengan hal-hal seperti itu?”

“Mungkin tidak. Ahh iya, aku tau. Kau hanya tertarik dengan hal yng berkaitan dengan lelaki berkacamata hitam itu kan?”

“K-kau bercanda. Mana mungkin aku tertarik padanya.” Rena terlhat sedikit gugup saat mengucapkan kalimatnya. Ia sendiri heran, bagaimana bisa dia bisa gugup saat hanya mendengar tentangnya.

Akira mengalihkan perhatiannya dari eksperimen dan membiarkan cairan biru mengalir mengikuti arah selang-selang yang entah mengalir ke mana. Ia menarik kursi yang tak jauh darinya dan duduk tepat di sebelah Rena, ia menatap gadis berambut pendek di hadapannya selama beberapa detik. “Kalau padaku, apa kau tertarik?”

Rena membalas tatapan Akira, bahkan memajukan sedikit badannya agar bisa melihat wajah Akira dengan jelas. “Kau cukup tampan” walau tak setampan Shino, “Aku suka rambutmu, sangat cocok di wajahmu yang memiliki rahang tegas”, Rena menyentuh ujung poni Akira, tapi segera ia lepaskan, “Tapi tidak. Aku cukup waras untuk tidak tertarik padamu.” ucap Rena sambil menarik wajahnya ke posisi semula.

“Apa aku sebegitu tidak pantasnya untuk membuat seseorang merasa tertarik padaku?” Akira sedikit membesarkan suaranya, berpura-pura merasa kesal. Tapi Rena malah merasa terhibur dengan ekspresinya hingga dia melepaskan tawanya.

“Ah, ngomong-ngomong aku ke sini karena ini.” Rena teringat tujuan awalnya mendatangi Akira, ia mengeluarkan buku hijau dan membuka lembaran yang telah dibacanya saat di apartemen Shino.

Lembah batu yang hampir diketahui semua orang adalah tempat yang teraman. Tempat yang pantas untuk menghilang.

“Apa kau tau lembah ini ada di mana?”

Akira diam. Sudah pasti dia tau tempat itu, tempat yang memisahkan dirinya dengan orang disayanginya. “Tau.”

“Kau bisa mengantarkanku sekarang? Ada hal yang harus ku cari tau di sana”

“Kenapa kau tidak bertanya pada lelaki itu?”

“Shino? Dia sedang pergi menjalankan misi. Dan sebenarnya aku sedikit kesal padanya, mangkanya aku bertanya padamu.” Rena menyimpan bukunya lagi, tak ingin Akira melihat isi buku itu. Rena memang merasa sedikit kesal pada Shino, pasti Shino yang sengaja meletakkan buku ini di bawah tempat tidurnya agar Rena tidak menemukannya. Padahal jika Shino lansung memberi buku ini, bisa saja ia sudah kembali ke dunianya.

“Jangan pernah ke lembah batu itu.”

“Kenapa kau malah melarangku? Udah ku bilang yang harus ku cari tau di sana.”

“Tidak semua hal harus kau ketahui. Terkadang ada hal yang lebih baik kau tidak tau. Berpura-puralah kau tidak pernah membaca itu, dan tetaplah di sini.”

Rena berdiri, ekspresinya tidak lagi menunjukkan wajah ramah dan ceria. “Kalau kau memang nggak mau membantuku, bilang aja! Nggak usah melarang dan mengaturku, memangnya kau siapa? Kau tau apa?” Rena berjalan keluar, berniat meninggalkan tempat ini secepatnya.

Segera setelah Rena meninggalkan ruangan, Akira juga bergegas meninggalkan ruangan itu, tapi bukan mengejar Rena. Akira menuju ruangan lainnya dengan tergesa-gesa.

Beberapa langkah yang Rena ambil membuatnya berpikir, kenapa dia malah marah dan mengucapkan kalimat yang mungkin saja benar-benar menyakiti Akira. Tapi dia tidak mungkin kembali dan meminta maaf.

Ini kesempatan Rena untuk mecari tau cara untuk kembali ke dunianya. Dia harus menyelidikinya sendiri. Akira sama sekali tidak membantu. Rena berniat kembali ke Konoha dan bertanya pada para penjaga gerbang.

Selangkah lagi Rena menemukan cahaya terang pertanda ujung dari gua ini, Rena merasa pandangannya sedikit kabur, ia mengerjap-ngerjapkan matanya berharap padangannya akan jelas seperti biasanya, tapi tidak berhasil. Malah sekarang kepalanya terasa sangat berat. Lututnya terasa lemas dan tidak bisa menopang tubuhnya. Rena terjatuh. Sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran, ia mendengar Akira berteriak menanyakan keadaanya.

Saat Rena membuka matanya, ia melihat Akira menatapnya sambil memanggil namanya. Refleks Rena menggeser posisinya agar wajah Akira tidak terlalu dekat dengan wajahnya. Rena menatap sekelilingnya, masih di tempat yang sama saat ia terjatuh, itu berarti ia pingsan hanya sebentar saja.

“Kau baik-baik saja?”

“Ya” Jawab Rena singkat. Ia segera berdiri dan meninggalkan Akira.

Kasur dan nyaman, juga suasana yang tenang sudah cukup menggambarkan apartemen Shino saat ini. Ntah kenapa Rena malah berakhir merebahkan tubuhnya di sini, padahal sebelumnya dia berencana menanyakan lembah batu pada dua tobetsu yang sedang menjaga gerbang. Kakinya melangkah dengan ringan saat melewati gerbang mesti hatinya berniat untuk berhenti sebentar.

***

Beberapa hari ini Rena rutin mengunjungi Akira, membawakannya makanan, atau apapun keperluan Akira yang hanya ada di konoha. Soal menanyakan lembah batu pada para penjaga gerbang? Lupakan. Rena tidak pernah melakukannya. Bahkan sebenarnya Rena diperintahkan untuk tetap berada di desa dengan alasan tidak ada Shino yang menjaganya, tentu saja maksudnya tidak ada yang mengawasinya. Dengan larangan seperti itu, tidak membuat Rena berhenti mengunjungi Akira. Dia punya jalan rahasia untuk keluar desa. Ah, ralat. Bukan jalan rahasianya, itu milik Kiba dan Akamaru, hanya saja mungkin saat ini Rena menganggapnya itu miliknya, bahkan sepertinya Rena lebih sering menggunakannya daripada Akamaru dan Kiba.

“Kau mau?” Akira menyodorkan setusuk dango berwarna-warni.

“Tidak. Itu kan kesukaanmu. Aku membawakannya untukmu.” Rena mendorong tangan Akira agar dangonya tidak mendekat padanya. Diam-diam Rena menelan air liurnya. Bukan, bukan itu yang ingin dikatakannya. Tentu saja ia mau. Dango konoha yang terkenal sangat enak itu, siapa yang bisa menolaknya?

“Belakangan ini kau sedikit aneh. Apapun yang ku minta, kau selalu menurutinya.” Akira menatap lurus ke depan. Aku juga nggak ngerti kenapa aku menuruti semua permintaanmu. “Sebelumnya kau membawa onigiri, cinnamon roll, hari ini dango, aku jadi penasaran besok kau membawakanku makanan apa.”

Jangan harap. Aku muak membawakanmu makanan. Bahkan uang yang diberi Shino untuk keperluanku hampir habis karena selalu membawakanmu makanan. Aku nggak akan membawakanmu makanan lagi.

Kalimat barusan, hanya ada di benak Rena. Ingin sekali ia berkata begitu, tapi ntah kenapa ia merasa tidak bisa melakukannya. “Yang pasti aku membawa makanan yang enak”. Nggak, jangan lagi.

“Daripada itu, apa boleh aku minta yang lain?” Akira mengulurkan tangannya, dan menggenggam tangan Rena sambil menatapnya, kali ini akira terlihat sedikit memohon.

Rena berusaha rileks, ingin menarik tangannya, tapi juga penasaran dengan permintaan Akira. Ia membalas tatapan Akira, menunggu kalimat selanjutnya untuk mengetahui apa permintaan Akira.

Difference [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang