Cemas

465 60 0
                                    

“Apa benar dia baik-baik saja?” Shino baru saja tiba saat Sakura keluar dari ruangan Rena. Ada banyak hal yang ingin ditanyakannya pada Rena, tapi Shino harus terus menundanya karena selama tiga hari ini dia belum mendapat kabar baik.

“Ah, Shino. Aku baru saja ingin menghubungimu. Dia sudah sadar.”

Shino dengan segera membuka pintu, membuat Rena langsung menoleh ke arah pintu yang dibuka dengan kasar. Setelah ia melihat dengan orang yang di ambang pintu adalah Shino, Rena mengalihkan pandangannya menuju jendela yang menampakkan pohon-pohon rindang.

“Maaf” Shino berdiri di hadapan Rena, dia menghalangi pandangan Rena yang sedang menatap hijaunya warna daun di desa Konoha ini. Shino sudah merasa Rena marah padanya karena dialah penyebab Rena terbaring di rumah Sakit Konoha ini.

“Apa kau sudah percaya aku bukan orang yang membahayakan desa?” Tanya Rena tanpa menatap mata Shino.

“Soal itu..”

“Udahlah, aku bisa menebaknya. Lagi pula kepercayaanmu itu nggak berarti apa-apa untukku.” Rena masih merasa lemas, tapi ia ingin keluar dari sini. Dia ingin berkeliling sebentar, melihat Naruto dengan matanya sendiri secara langsung, setelah itu, ia akan kembali ke dunianya. Benar, seperti itu, karena seharusnya dia tidak di sini.
Shino menggenggam tangan Rena untuk menahan niat Rena yang terlihat saat dilihatnya gadis itu menyibakkan selimut dan hendak menurunkan kakinya dari ranjang.

“Apa pedulimu? Kau ingin aku tetap dirawat disini? Nggak perlu! Aku akan pergi dari sini, sekarang juga.”

“Apa menurutmu mereka akan membiarkanmu meninggalkan rumah sakit ini saat kau belum membayar biayanya? ”

Rena membeku sesaat ketika mendengar ucapan Shino. Apa yang harus dilakukannya sekarang, dia tak punya uang, dia terdampar ke dunia ini tanpa membawa harta sedikit pun. Lagi pula kalau pun ia membawanya, ia yakin mata uangnya tidak sama.

Saat Shino melepaskan genggamannya dan kembali ke posisinya semua, Rena dengan segera menaikkan kakinya ke kasur dan sembunyi di bawah selimutnya. Rena memikirkan apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Apa dia harus menjadi petugas kebersihan rumah sakit ini selama seminggu? Atau dia harus menemui Sakura, menceritakan bahwa dia dari dunia lain yang sangat mengagumi perkembangan dirinya, dan memintanya untuk membiarkannya pergi begitu saja? Tapi nggak mungkin, yang ada dia akan mati sebelum pergi dari rumah sakit ini karena menceritakan tentang dunianya.

Rena menurunkan selimutnya pelan sampai ke dagu, ia sempat mengira Shino sudah pergi -karena dia tak mendengarkan suara apapun yang menandakan kehadiran Shino di sana- sampai ia melihat kacamata hitam itu sedang menghadap ke arahnya, tapi tentu saja ia tak tau apakah matanya menatap dirinya atau menatap yang lain.

“Hmm, kau tau kan, aku bukan dari negara ini, aku ke sini tanpa membawa uang, jadi… Ahmm, bisa nggak- ”

“Apa kau sedang meminta uang pada orang yang bahkan hanya kau tau namanya?”

Sial! Bahkan Rena belum menyelesaikan kalimatnya. Rena menarik selimutnya lagi ke kepalanya, menyembunyikan kekesalannya di balik selimut. Kekesalan? Bukan, sekarang sudah menjadi kebencian. Tunggu, seharusnya itu hak Shino untuk menolak, lagian Rena adalah orang asing yang dicurigai akan menghancurkan desa, tentu saja Shino nggak akan menghabiskan uangnya untuk Rena, kenapa dia harus marah?

Tapi kata-kta yang keluar dari mulut Shino sangat menyebalkan.

***

Kain putih khas rumah sakit menghalangi pandangan Rena saat ia membuka mataya. Dia tidur beberapa jam, dari jendela bisa dilihatnya cahaya bulan sudah menggantikan cahaya matahari yang tadi. Benar, di ternyata ketiduran saat berusaha menghilangkan rasa kesalnya pada Shino. Sekarang Shino sudah tak ada di sini. Benar-benar hanya dirinya yang di sini, sendirian. Apa dia akan terkurung di dunia ini? Nggak, seharusnya itu nggak boleh terjadi.
Rena keluar dari selimut putih yang beberapa hari ini menghangatkan tubuhnya, berjalan pintu dan mengintip untuk memastikan tak ada orang yang akan datang. Rena benar-benar merasa bugar, mungkin karena istirahat yang sangat cukup.

Puas memastikan keadaan, Rena berjalan menuju jendela, dia bersyukur dia tak di rawat di lantai atas. Karena itu pasti akan merepotkannya.

Dengan sedikit lompatan, Rena berhasil keluar dari ruangan inap itu, dan bergegas menjauhi rumah sakit konoha. Dia sudah seperti maling. Tapi apa boleh buat, dia tak punya uang dan harus segera kembali ke dunianya. Sebenarnya dia ingin lebih lama di sini, ingin  bertemu dengan semua karakter kesukaannya, tapi dia nggak tau apa konsukuensinya nanti, apalagi di sini pertempuran adalah hal yang biasa, bahaya bisa datang kapan saja, dan dia tak bisa melakukan bela diri sedikitpun. Menurutnya di sini berbahaya, sudah lebih aman dia hanya menyaksikan mereka dari laptopnya seperti yang biasa dilakukannya, kecuali kalau dia bisa menguasai beberapa jurus yang bisa melindunginya, mungkin dia bisa di sini lebih lama.

Hal pertama yang akan dilakukannya adalah, pergi ke tempat awal dia tiba di sini, walau sebenarnya dia tak ingat di mana posisi sebenarnya, dia hanya ingat kalau tempat itu adalah hutan, berarti dia harus meninggalkan desa ini dulu. Dia berniat mencari petunjuk di sana, walau sebenarnya dia terlalu takut untuk pergi ke hutan sendirian, tapi hanya ini kesempatannya. Kalau dia kabur dari rumah sakit sewaktu matahari masih muncul, pasti dia akan ketahuan dengan mudah.

Udara malam di sini benar benar beda, dinginnya menusuk ke tulang. Blazer yang Rena kenakan bahkan tak mampu menghangatkan dirinya. Dan sekarang, telapak kakinya terasa sangat dingin karena tanpa mengenakan alas kaki.

Rena merasa bersyukur memperhatikan setiap adegan yang disajikan pada anime naruto, dia tak menyangka kegiatan itu bisa berguna di saat seperti ini. Saat akan keluar desa pasti akan sulit jika melewati gerbang utama.

Rena teringat di salah satu episode yang menceritakan Tsunade sedang membaca novel Jiraiya di sebuah pendopo, saat itu Naruto dan yang lainnya melakukan pengejaran karena Sasuke meninggalkan desa, mereka melewati terowongan rahasia yang dibuat Kiba dan Akamaru agar mereka bisa keluar desa tanpa ketahuan.

Benar saja, saat Rena menyingirkan tumpukan dedaunan, ia berhasil menemukan lubang yang lumayan besar. Ternyata lubang itu benar benar ada. Rena dengan segera memanfaatkan lubang itu dan berlari menuju hutan.

Rena terus berlari, hingga ia tiba di dalam hutan, ia tak begitu yakin apa yang didatanginya sekarang adalah hutan yang sama saat dia pertama kali tiba di sini, pepohonan yang tinggi dan rindang sama persis seperti yang dilihatnya saat itu, tapi bukankah semua hutan di dunia Naruto terlihat seperti ini?

Di hutan ini benar-benar sepi, saat rena berjalan, bahkan ia bisa mendengarkan langkah kaki yang bergesekan dengan tanah dengan jelas. Penerangan di hutan ini hanya bisa diandalkan dari cahaya bulan. Mendadak jantung Rena berdetak lebih cepat, sebenarnya ia khawatir, apa benar di hutan ini tak ada sesuatu yang membahayakan nyawanya? Ntahlah, dia juga tak bisa menjaminnya. Bahkan dia ragu di hutan yang besar dan sepi seperti ini tak ada hantunya, ya walaupun dia tidak terlalu peduli hal itu. Dia hanya takut ada shinobi atau pun perampok kejam yang bisa saja membunuhnya.

Tiba-tiba Rena merasakan semilir angin, bunyi dedaunan yang bergesekan terdengar sedikit menyeramkan. Sesaat setelahnya, ia merasa ada sesuatu yang mendekat.

Rena menutup mata dengan kedua tangannya sambil menerka-nerka saat ia merasakan sesuatu itu semakin mendekat dan terus mendekat. Apa mungkin perampok? Atau hewan buas?

“Aaaaaaaaaaaaa!!!” Rena spontan menjerit saat seekor kelinci melompat ke arahnya dan segera berlalu saat mendengar teriakannya. “Sial. Ternyata kelinci. Apa di hutan begini memang ada kelinci?” gerutunya.

Taap!

Mendadak sebuah kunai mendarat tepat di ujung kakinya, jika tadi ia menggerakkan kakinya satu senti saja ke depan, pasti kunai itu sudah menembus jempol kakinya.

Kali ini nggak mungkin seekor kelinci melempar kunai padaku. Pasti aku benar benar dalam keadaan yang sangat bahaya. Apa yang akan ku lakukan, pikirnya.

Napas rena menjadi berat, dia melirik di sekelilingnya, mencari tau siapa yang menyerangnya.

Rena menoleh dengan cepat saat seseorang muncul dari balik pohon tepat di belakangnya. Dengan spontan ia mengambil kunai yang barusan hampir melukainya. Ntah apa yang dipikirkannya, bahkan ia ragu bisa menggunakan kunai itu dengan benar.

Dengan ragu, ia mengangkat kunai itu hingga setinggi dagunya, ia bisa melihat dengan jelas tangannya bergetar saat menggenggam kunai itu.

“Si-siapa kau?”

Difference [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang