Epilog

621 59 27
                                    

Shino berdiri di sebuah makam khusus warga tanpa melakukan apapun, dan tanpa mengatakan apapun. Setiap sore dia selalu melakukan hal ini, sudah hampir dua minggu dia melakukannya tanpa melewatkan sehari pun.

“Semakin lama kau seperti Kakashi sensei”

Shino membalikkan tubuhnya untuk melihat orang yang berbicara barusan, Naruto menyilangkan kedua tangannya di belakang kepalanya, berjalan ringan menuju ke arah Shino, di sampingnya berdiri Hinata yang menggenggam beberapa tangkai bunga.

Hinata meletakkan bunga itu di makam tepat di depan Shino. Hinata dan Naruto berdoa sejenak, lalu mereka menatap Shino.

“Kau tau, dulu Kakashi sensei juga sering terlambat karena mengunjungi temannya, sama sepertimu sekarang ini.” Kata Naruto, Shino hanya diam. Tidak menanggapi, bukan karena tidak tertarik berbicara dengan Naruto, tapi memang ia tidak tau harus berkata apa. Kini, sifat Shino yang pendiam terlihat lebih jelas. “Ino dan Sai tidak akan suka kau terlambat hampir dua jam di acara mereka.” Lanjut Naruto.

“Bukankah kalian juga sama?”

“Kami baru pulang dari misi, mereka tau itu. dan aku sudah menduga kau akan di sini, jadi kami memutuskan untuk menjemputmu dan menyapanya sebentar”

“Shino, Ayo kita pergi.” Ajak Hinata. Shino masih diam dan menatap makam di depannya.

Naruto menepuk-nepuk pundak Shino pelan, dan melangkah meninggalkan tempat itu bersama Hinata.

“Aku akan kembali lagi besok.” Setelah hampir dua jam, hanya kalimat itu yang diucapkan kepada Rena. Lalu ia berbalik, menyusul Naruto dan Hinata yang berada tidak jauh di depannya.

***

Rena membuka matanya perlahan, matanya langsung memandang ke arah jendela yang masih belum ditutup. Hari sudah mulai gelap, dan dia baru bangun dari tidur siangnya, tidak biasanya Rena seperti ini. seingatnya tadi siang dia sedang membaca sebuah buku yang di dapatnya di jalan, bagaimana bisa dia ketiduran begitu saja, ia belum selesai membacanya bahkan setengahnya.

Rena mencari buku itu di setiap sudut kamarnya, ia akan mengembalikan buku itu ke pemiliknya, dan dia harus mencari tau siapa pemiliknya, setidaknya dia akan membaca sampai menemukan jejak pemilik buku itu. tapi di manapun Rena mencarinya, dia tetap tidak bisa menemukannya. Buku itu seakan hilang begitu saja. tidak mungkin ada yang mengambilnya karena pintu apartemennya terkunci rapat dan dia hanya sendirian di sini.

Rena duduk sejenak setelah beberapa saat sibuk mencari buku yang tidak bisa dia temukan. Pikirannya jauh melayang dari tempat ia sekarang. Potongan demi potongan dari kejadian yang terlihat mustahil baginya kini seakan benar-benar ada dalam kepalanya. Bukan, Rena sangat yakin ini bukan hanya mimpi. Bukankah mimpi akan memudar jika kita terbagun dari tidur? Tapi ini malah sebaliknya, ingatan itu semakin kuat setelah ia bangun dari tidurnya.

Rena bangkit dari duduknya dan segera menuju kamar mandi, dia mengamati dirinya sendiri. Tidak ada bekas luka, goresan, lebam, atau apapun di sana, tetapi semakin ia mengingatnya, semakin bisa ia rasakan nyeri di beberap titik tubuhnya meski samar.

Rena mengacak rambut pendeknya pelan. Dia berpikir apa dia sudah gila karena terlalu menyukai series itu bertahun-tahun sehingga menyebabkan dia berhalusinasi? Karena bagaimana pun juga Rena berpikir yang dialaminya itu tidak mungkin nyata.

Rena tidak mau ambil pusing, dia memutuskan akan melupakan semuanya dan bersiap untuk membersihkan dirinya. Rena menyalakan keran showernya dan membiarkan dirinya yang masih berpakaian lengkap dibasahi oleh air hangat, hal yang selalu ia lakukan saat sedih atau frustasi.

Air mengalir di sekitar kaki Rena samar-samar terlihat cokelat kemerahan. Mata Rena mengikuti asal warna tersebut dan dia menemukan liran itu berasal dari kantong blazernya. Ia mengeluarkan benda yang sedari tadi tidak disadarinya ada pada blazernya.

Tangan Rena bergetar, seketika lututnya terasa tidak sanggup menopang beban tubuhnya yang tidak terlalu berat. Sebuah kunai yang Rena ingat ia gunakan untuk menusuk kaki seseorang sebelum kabur meninggalkannya, kini ada di tangannya.

Kematian yang ada pada ingatannya ternyata membawanya pada kehidupan yang memang seharusnya. Ia kembali. Bukankah harusnya ia senang, bukannya malah melamunkan apa yang sedang terjadi pada orang tersayang yang ia tinggalkan.

“Hidup dengan baiklah, karena di sini aku juga baik-baik saja, Shino.”

_END_

***

Halo semuaa. Makasih yaa udah baca cerita ini. Semoga kalian suka ceritanya.

Kalau ada saran shipper karakter lain boleeh kok, bisa kasih tau aku yaa, aku bakal buatin fanfiction-nya kalau dapat inspirasi, hehehe

Sampai jumpa di karya aku yang lainnya💜

Sampaikan pesan rahasia kalian untukku di sini yaa https://secreto.site/id/16562750

Atau boleh traktir aku mochi chocolate di sini yaa https://trakteer.id/hinhint

Terima kasih

.Salam Hangat.

16 Maret 2021

Difference [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang