Bab 38

37.5K 5.3K 1.7K
                                    

Percayalah, setiap duka yang terjadi dihidup seseseorang, merupakan outline dari skenario terbaik yang telah Allah tetapkan. Jika terasa berat, kuncinya hanya satu.
Tawakkal.

____________________________

"Ning Abel, awas!"

Teriakan Mala membuat Abel tersadar kalau di kanan jalan ada sebuah mobil melaju cepat ke arahnya.

"Aaaaa ...."

Tiiin ... Tin ...

Teriakan Syabella menggema hingga penjuru pesantren diiringi suara klakson mobil yang memekakkan telinga. Perempuan itu memejamkan mata rapat-rapat.

Sesaat sebelum bumper mobil menyentuh kakinya, tangan Abel ditarik ke belakang hingga ia menubruk tubuh sosok tersebut. Sampai-sampai tubuh orang yang tak lain adalah Mala itu terhuyung dan jatuh ke trotoar. Sedangkan Syabella masih sempat menyeimbangkan diri setelah tarikan kuat dari Mala.

Tiiinn .. Tiinn..

Brak!!

Entah apa yang terjadi dengan pengemudi mobil tersebut yang seharusnya banting setir kiri, justru banting ke kanan. Sehingga menabrak grobak sayur dan wanita paruh baya yang tak lain Umi Zulfa--hingga terpental ke jalanan. Saking terkejutnya Syabella sampai menutup mulutnya dengan tangan. Karena kecerobohannya kedua perempuan beda usia itu mengalami musibah.

Semua santriwan berlarian menghampiri Umi Zulfa yang terkapar di jalanan. Sedang Syabella masih terpaku di tempat sembari menutup mulutnya, ia bingung harus menolong siapa? Umi Zulfa atau Mala yang kini meringis kesakitan di depannya. Darah segar mengalir membasahi gamis biru muda yang Mala kenakan. Bahkan di saat kondisi hamil besar seperti itu dia masih harus berlari demi menyelamatkan dirinya.

"Astaghfirullahal 'adzim," ucap Irham dan Ilham bersamaan. "Kamu tolong Mala," titah Ilham pada Irham. Sedangkan dirinya berlari cepat pada sang Umi.

"Cepat siapkan mobil!!" teriak Irham pada salah satu santri seniornya.

Ilham langsung membopong tubuh Umi Zulfa ke dalam mobil. Begitupun Irham, dengan sigap ia mengangkat tubuh Mala ke mobil lain yang santrinya persiapkan.

Meski kaki dan tangan Syabella gemetaran, ia masih mencoba mendekati suaminya yang terlihat begitu khawatir dengan keadaan Umi Zulfa. Darah segar di kepalanya masih mengalir di lengan Ilham yang memangku kepala sang Umi. "K-kak Ilham, Abel mau ikut."

"Tidak usah, kamu di sini saja." perintah Ilham. "Cepat jalan," titah Ilham pada santrinya itu.

"Tapi, kak Ilham. Abel pengen tau keadaan Umi sama Mala." Syabella menahan pintu mobil agar tidak ditutup.

"Sya, di rumah saja ya," seru Ilham masih mencoba sabar.

"Gak mau, Abel mau ikut. Ini semua terjadi gara-gara Abel, gara-gara kecerobohan Abel."

"Sya, lepas!"

Syabella menggeleng, dia ngotot ingin ikut. "Kak Ilham, Abel mau ikut ke rumah sakit."

"SYA!! AKU BILANG DI RUMAH YA DI RUMAH!" bentak Gus Ilham keras. Bahkan ia menepis dengan kasar tangan Syabella yang sejak tadi berpegangan pada pintu belakang mobil. Kemudian menutupnya dengan keras. "JALAN!"

Syabella menelan ludah ketir, ia hanya bisa meratapi kepergian suaminya. Dia tidak bisa berbuat apapun kecuali menangis dan tersedu seorang diri.

Entah kenapa rasanya begitu sakit ketika sang Suami membentaknya sedemikian rupa. Abel paham suaminya tengah khawatir, tapi ia tidak bisa membohongi diri sendiri jika bentakan suaminya membuat Syabella begitu terluka. Fisiknya memang tidak terluka sama sekali, tapi luka tak kasat mata yang dia rasakan seolah mencabik relung jiwa.
"Andai Abel yang ada di posisi itu, apa Kak Ilham akan sekhawatir ini?" tanya hati Abel di tengah tangisnya.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang