Bab 1

177K 10.7K 497
                                    

Waktu.
Ajari aku, agar mampu terus berjalan tanpa mengeluh. Ajari aku untuk taat sepertimu agar tidak mengeluh atas tabir kehidupan yang Allah tujukan.

Kalam Cinta Sang Gus
○●○

Cuaca hari ini begitu dingin, di langit sana gumpalan awan hitam sedang menghalangi bias mentari. Seorang gadis tengah menatap langit dari jendela kamar yang terbuka lebar. Melalui prediksi awan itu akan segera menguap dan berjatuhan menjadi rintik hujan. Tapi, dugaannya melenceng jauh ketika angin datang, lalu perlahan membawa pergi mendung itu ke tempat yang jauh. Padahal tadinya dia kira hujan akan sedikit memberi kekacauan pada acara hari ini. Ternyata tidak, Allah masih menyelamatkan acara yang dia harap hanya terjadi sekali seumur hidup ini, berjalan lancar.

Bagi seorang gadis gaun pengantin putih adalah lambang kebahagian sepanjang masa, di mana seorang lelaki akan menjabat tangan ayah dan mengijabkan kabul atas pergantian tanggung jawab seorang ayah pada menantu lelakinya. Dan hari ini seorang lelaki akan mengambil tanggung jawab itu dari tangan Sang Abi.

Namanya Syabella Khairani Rahman darah kelahiran Surabaya dari pasangan Aziz Abdurrahman dan Aisyah Khairani itu adalah Si bungsu dari tiga bersaudara Akbar Abdurrahman dan Alvia Namira Rahman. Kakak lelakinya sudah menikah, sedang kakak perempuannya sudah bertunangan. Jangan tanya kenapa Abel yang lebih dulu menikah, ada alasan yang tidak bisa diceritakan pada siapapun termasuk lelaki yang beberapa menit lagi menjadi suaminya.

Memikirkan bahwa dia akan menyandang status sebagai istri membuat tangan dan seluruh tubuh Syabella panas dingin. Padahal usianya baru saja menginjak sembilan belas tahun dan pendidikan masih tahap semester awal Universitas Nurul Islam yayasan pesantren yang di asuh oleh Abinya. Namun takdir sudah memberi kejutan yang tidak terduga.

"Abel, bagaimana perasaanmu, Nduk?" tanya wanita paruh baya yang sangat cantik meski terdapat beberapa kerutan di wajah. Dia perempuan yang berjasa memberinya kehidupan baru.

Sebelum menjawab terlebih dulu ia menghela napas dalam, sebab terasa gugup sekali rasanya. "Abel baik, Umi."

Wanita yang sudah belasan tahun menjadi madrasah terbaik dalam hidupnya tersenyum lembut seperti bidadari surga. "Alhamdulillah, Umi sangat bahagia mendengarnya."

Kemudian tubuhnya mendekat memeluknya, pelukan yang teramat hangat, pelukan yang akan selalu ia rindukan setelah ini. Wajah Abel sudah menempel di dadanya bersamaan dengan rasa panas di wajah, seperti ada sesuatu memaksa keluar dari matanya.

"Dada Umi akan kering kerontang, akan sangat merindukan tangis manja malaikat kecilnya." Ucapan itu sukses membuat butiran bening meluncur dari mata Abel. Umi Aisyah menangkup kedua pipi putrinya dengan tangan. "Ojo nangis, Nduk. Nanti riasanmu rusak," lanjutnya sembari menghapus air mata Abel.

Umi menuntun si bungsu untuk duduk di depan meja rias, tangannya begitu lihai memperbaiki riasan yang sedikit berantakan akibat bersandar di dadanya tadi, beliau bilang Abel secantik bidadari surga, tapi Kak Akbar selalu bilang Abel seperti anak kecil yang suka merengek. Dia tatap lamat-lamat pantulan di cermin. Make up yang Umi Aisyah bubuhkan di wajah tidak terlalu tebal, terkesan natural dengan lipstik tipis warna merah membuatnya nampak lebih dewasa dari biasanya.

"Wes, siap iki," ucap Umi ketika selesai membenahi hijab putih yang beliau pakaikan sedemikian rupa. "Ayo turun, pasti semuanya sudah nungguin Abel."

Umi menuntun Si bungsu perlahan menuruni anak tangga, sebab sudah dua hari ini dia menempati kamar Adzkia yang tak lain adik perempuan Ilham. Memang benar, akadnya dilaksanakan di rumah pengantin pria.

Kalam Cinta Sang GUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang